"Percayalah, hari dimana aku bertemu denganmu itu adalah hari terindah bagiku."
*****
Peluh sudah membasahi keningku sedari tadi, membuat nafasku juga sudah tidak terkontrol lagi. Iya, sejak tadi, aku sedang berlari untuk menuju sekolahku yang sangat kucintai dan bangga-banggakan. Dimana lagi kalau bukan SMA Athalia Angelic.
Dan sepertinya kalian sudah menduganya, kalau aku telat untuk ke sekolahku hari ini, serta sialnya hari ini adalah hari penentuan kelas. Ya, aku sekarang naik ke kelas XI. For your information, aku adalah murid pendiam diantara yang paling pendiam, kudet alias kurang uptodate dengan lingkungan sekolah, dan satu lagi, temanku hanya satu, dan itupun tetanggaku sendiri. Yang lainnya? Kan kalian sudah tahu, aku itu anaknya kudet gini, jadi wajar saja banyak anak yang tak mau mendekatiku.
Sepertinya harapanku untuk mempunyai lebih dari satu teman harus kembali sirna ditelan angin lagi, pasti calon teman-temanku yang lain, sudah menilaiku jelek karena aku yang sudah telat dihari pertama masuk setelah libur panjang lamanya.
Jangan salahkan aku, bahwa aku telat seperti ini, salahkan saja alarm dirumahku yang rusak, benda itu yang biasa membangunkanku dikala mimpi indah telah rusak, jadi mimpi indahku terus berlanjut dan pada akhirnya aku telat. Dan apa kalian mau tahu keadaanku sekarang? Sekarang aku masih saja berlari dengan wajah cemasku, sesekali aku melirik jam tangan putih yang melingkar di tangan kiriku, berharap agar setiap detik itu melambat.
Cobaaan apa lagi ini ya Tuhan?
*****
Setelah sepatuku mantap menginjakkan tanah sekolahku, aku berdeham lega, tetapi tiba-tiba nafasku tercekat melihat Pak Pardi sudah ada didepanku dengan memegang tongkat sakti yang sering ia bawa kemana-mana.
"Eh pak," sapaku mencairkan suasana, sesekali menggigit bibir bawahku agar tubuhku tetap terkontrol.
"Kamu kenapa telat?" Pak Pardi kenapa sinis banget ya ampun.
"Saya tad--"
"Hey kamu! Sini!" tiba-tiba saja ucapanku terpotong oleh Pak Pardi, ia malah meneriaki anak lelaki yang sedang berjalan dengan santainya tanpa ada dosa sekalipun, membuatku tiba-tiba saja kesal sejak pandangan pertama kepada orang ini.
"Saya pak?" bukannya mendekati Pak Pardi, siswa itu malah berpura-pura menjadi tidak bersalah disini.
"Iya kamu! Siapa lagi kalau bukan kamu? Rerumputan yang bergoyang?" ceplos Pak Pardi yang tak lucu sama sekali karena mengatakannya dengan nada marahnya.
"Nggak ada hajatan disini pak, jadi nggak ada biduan, kalau biduan nggak ada, otomatis nggak bakalan ada yang goyang dong, tapi kalau bapak mau goyang suruh aja tuh cewek depan bapak itu nyanyi," sumpah, saat lelaki itu nunjuk kearahku, wajahku memerah ingin marah, bisa-bisa saja tuh orang yang nggak aku kenal tiba-tiba sok kenal gitu ke aku.
"Hey diam kamu!" suara sentakan Pak Pardi membuatku tersentak, tapi anehnya laki-laki disebelahku ini tampak biasa saja.
Suasana nampak tegang saat Pak Pardi melihatku dan laki-laki itu bergantian dengan mata elangnya yang membuatku bergidik ngeri sendiri, tetapi apa yang kulihat disebelahku ini? Ia nampak membersihkan kuping kirinya dengan jari kelingkingnya, seolah tak mempunyai dosa apapun.
Ya Tuhan semoga aku tidak dipertemukan dengan orang seperti ini lagi... Amin... - batinku memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Fiksi RemajaBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...