Chapter 25 - Pangeran Tidur

3.2K 161 27
                                    

Coba aja rindu itu nggak nyusahin, tenang hidup ini.

*****

"Dok, jawab! Bagaimana anak saya!?? Dia baik-baik saja kan!?" teriak Papa Kevin sambil menggoyang-goyangkan tangan Dokter itu.

Dokter tersebut memejamkan mata sesaat kemudian menundukkan kepalanya.

"Maaf..."

Kepalaku menegak mendengar perkataan permintaan maaf dari dokter yang sehabis menangani Kevin. Mengapa dia meminta maaf? Memangnya ada apa? Apa jangan jangan...

"Maaf? Maaf untuk apa, Dok? Jangan bilang Kevin.."

Omongan Rian yang kalut segera terpotong oleh Meysa yang tiba-tiba berdiri di depan Dokter itu, "nggak. Kevin nggak bakalan kenapa-napa! Dia udah janji sama gua buat tetep disamping gua! Jadi semuanya tenang aja, semuanya bakalan baik-baik aja, okay?"

"Nggak ada yang baik-baik aja kalau keadaannya seperti ini."

Dengan langkah kaki ku yang mantap, aku pun segera mendekati Dokter yang terlihat sedang bingung tersebut.

"Dok, Kevin baik-baik aja kan? Dia bakalan sembuh kan?

"DOK JAWAB!" teriakku di akhir kalimat.

Akhirnya yang di tunggu-tunggu terjadi, Dokter paru baya itu mengangkat kepalanya kemudian memberi pernyataan yang sama sekali tidak kita inginkan.

"Maaf, Kevin sudah menghembuskan napas terakhirnya."

Aku tercengang bukan main, lututku lemas seketika bagaikan tak ada tulang, mungkin kalau ada angin sedikit saja, aku sudah terhuyung jatuh.

Apa-apaan ini? Apa aku tak salah dengar??

TOLONG BILANG SEMUA INI HANYA MIMPI!!!!

Tangisan ku tak terbendung lagi, air mataku sudah membasahi seluruh wajahku yang tak siap menampungnya. Isakan demi isakan menggaum di ruang tunggu yang kita tempati.

"Dok!! Bil.. Lang.. Ini cu... Ma... Bo.. Oongan!!" kataku menarik jas dokter yang menghembuskan napas berat tersebut.

"Dia bohong! Dokter ini bohong! Kevin itu kuat! Dia nggak mungkin.." suara lantang yang penuh keyakinan Meysa berujung lemah.

"Kami sudah melakukan yang terbaik, nak," jawab Dokter tersebut dengan pasrah.

"Sahabat gua.." suara tangis tertahan Rian mulai terdengar. Terlihat Rian sedang duduk di bangku tunggu sambil menutupi wajahnya diiringi getaran cepat di bahu nya menandakan ia sedang menangis.

"Dok, tolong lakukan lagi yang terbaik! Dia sahabat saya satu-satunya! Nggak ada yang mengerti saya lebih dari dia! nggak ada yang nyambung sama saya lebih dari dia!

"Saya bakalan kesepian tanpa Kevin, Dok!"

Emosi Rian yang meluap-luap keluar seketika, menyentakkan kita yang sedang berduka.

Terlihat, Rian sangat rapuh dibanding biasanya. Rian yang suka membuat onar, Rian yang suka menggombal, Rian yang suka mengguyon, terlihat berbeda dari yang biasanya.

Mungkin benar, orang yang selalu ceria di luarnya, biasanya orang yang sangat rapuh di dalamnya.

"Dok, tolong! Dia an.. Anak saya satu.. Satunya!" kini giliran Papa Kevin yang bicara setelah ia meninju dinding untuk meluapkan emosinya.

IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang