Chapter 46 - Curiga

2.8K 147 5
                                    

Nikmatilah kesakitan mu sekarang, karena kesakitan itu adalah awal dari kebahagiaan.

*****

"Enak nih buat mainan malem ini," ucap salah satu penjahat ini sambil tersenyum miring.

Aku menggeleng kuat, tidak! Aku tidak ingin seperti itu!

Siapa saja tolong aku!

Buggg!!!

"LEPASIN DIA!!"

Suara bariton dan pukulan telak yang tiba-tiba datang dari arah lain membuat kami mengalihkan pandangan ke arahnya.

Air mataku menetes melihat orang itu, aku tidak menyangka ia datang di waktu yang tepat seperti ini.

"Denger nggak gue ngomong apa? Budek?" Laki-laki yang datang membelaku mendongakkan dagunya menantang.

"Diem aja lu anak kecil!" Tinjuan datang ke arah tulang pipi lelaki itu.

"DAVA!!!!" Teriakku melihat Dava yang nampaknya terluka.

Bugggg!!!!

Tinjuan dari Dava melayang lagi di tulang pipi si penjahat, dan mulai lah aksi saling tinju dari mereka. Aku hampir tidak kuat melihat Dava yang nampak terluka tapi ia berusaha sekuat tenaga untuk menghadangnya.

Aku jadi tidak tega melihatnya seperti itu demi menyelamatkan diriku.

Sampai saatnya, tinjuan terakhir dari Dava kepada orang yang dari tadi menahanku membuat penjahat itu terhuyung dan tergelak di tanah.

"Dava!!!" Teriakku seraya mendekatinya.

Dava memelukku dengan erat kemudian mengusap punggungku yang bergetar karena takut atas semua kejadian ini, sungguh aku sangat terpukul melihat Dava yang sudah mengorbankan dirinya hanya karenaku.

"Maaf Dav," lirihku sambil memeluknya, kalau tidak karena keegoisan ku untuk menolong Kevin pasti aku tidak akan diincar penjahat seperti ini.

"Kamu nggak papa kan?" Bisik Dava di telingaku.

Aku menggeleng mendengarnya.

"Bagus kalau gitu," ujar Dava kemudian melepaskan pelukan kami dan tersenyum dengan lembut.

"Maafin aku Dav," rengekku, semua ini memang salahku.

"Udah nggak papa," Dava masih tersenyum sambil mengusap air mataku pelan.

"Pulang yuk," ajak Dava seraya mengulurkan tangannya, dan dengan senang hati aku menerimanya tanpa ragu.

Sungguh, aku sangat berhutang budi dengannya.

*****
Di koridor entah mengapa Dava merangkul ku dengan erat, sebenarnya aku agak risih jika menunjukkan kedekatan ku dengan Dava di depan umum, aku takut omongan-omongan orang makin jahat kepadaku. Tapi mau sekeras apapun aku berusaha agar menjauh dari Dava, pasti ia tetap saja merangkul diriku seperti ini.

"Dav, jangan kayak gini," kataku risih seraya berusaha menyingkirkan tangan Dava dari pundakku.

"Emang kenapa, hm?" Dava menaikkan alisnya.

"Nggak enak," ucapku melirik ke arah orang-orang yang mulai menatap kami aneh.

Dava tertawa mendengarnya, "kamu kan pacar aku, kenapa nggak enak?"

Aku menggelengkan kepalaku, mengapa Dava ini tidak bisa mengerti?

Di sela-sela perbincangan kami, tiba-tiba saja bahuku terasa diadu dengan bahu lainnya, sungguh itu membuatku merasakan rasa sakit dan perih yang bersamaan di bagian tersebut.

IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang