Aku tersenyum-senyum sendiri tanpa alasan saat Kevin mengeluarkan kata-kata rayuannya tadi. Jantungku saja sudah bergerak dengan cepat, belum lagi tubuh ku terasa lemas seperti tidak ada tumpuan lagi untuk berjalan. Dan sekarang aku seperti melayang dan merasakan bahagia yang sulit untuk dijelaskan.
Setelah aku menyingkirkan lamunan gila tadi, aku mengadahkan kepala ku, untuk melihat keatas dan merasakan setetes air-air yang berjatuhan membasahi tubuh. Dengan sigap pun aku beranjak masuk ke dalam rumah. Daripada aku mati membeku disini karena kedingin berkat hujan kecil ini.
Setelah membuka pagar dengan susahnya, aku pun masuk kedalam rumah ku. Sehabis membuka pintu rumah, aku menghela nafas berat. benar saja, rumah ku nampak sepi seperti tidak berpenghuni. Entah tugas berat apa yang menimpa orang tua ku sampai-sampai mereka sering pulang larut malam seperti ini.
Memang kejadian ini tidak terjadi sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali. Bahkan hampir setiap malam mereka pulang sangat larut, padahal aku disini dan Bang Revo sangat menunggu-nunggu kebersamaan dan kehangatan keluarga tiap harinya. Tetapi apa daya jika sudah seperti ini.
Dengan langkah gontai, aku berjalan menaiki tangga untuk menuju kamar ku. Aku melirik kesetiap sudut rumah, lalu mengerutkan kening. Tidak ada tanda-tanda Bang Revo hidup di rumah ini. Biasanya setiap malam pasti dia sedang santai-santainya memakan cemilan di kulkas sambil menonton bola kegemarannya, kenapa sekarang sunyi sekali.
Ckleekk
Ketika aku membuka pintu kamar milikku. Aku membulatkan mataku, hampir saja aku mengumpat sejadi-jadinya karena saking terkejut. Aku melihat sesosok yang tidak diundang sedang bertengger dan tersenyum dengan santainya seraya mengemil keripik kesukaannya di sofa.
Sosok itu pun melambaikan tangan kepadaku. "Hallo Shasa!"
Aku mengelus-ngelus dadaku supaya bisa lebih tenang dan bisa mengontrol nafas ku yang sudah tersengal-sengal karena terkejutan tadi. Untung saja aku tidak punya riwayat penyakit asma. Kalau saja aku punya, pasti aku sudah pingsan duluan disini.
"Bella! Ngagetin aja!" aku memarahi orang dihadapanku ini yang tengah tersenyum-senyum tanpa dosa.
Bukannya ia meminta maaf, Bella malah tertawa, entah apa yang ditertawakan, aku tidak tahu.
"Ih biasa aja dong, emang gue apaan? Hantu? Sampe muka lu merah gitu?" Bella terkekeh sambil melemparkan keripik yang ia pegang kedalam mulutnya sendiri.
Aku menggeram seraya mengumpat, ada-ada saja ulah yang dilakukan perempuan ini.
"Kamu ngapain Bell di kamar aku? Bang Revo mana?" tanyaku kepada perempuan usil satu ini.
"Oh ya, tadi sih emang gue ada niat buat mampir ke rumah lu. Nah, waktu gue ngetuk-ngetuk pintu, yang buka pintunya Bang Revo." Bella menjelaskan.
"Terus? Terus?" sambungku tidak sabaran.
"Terus tanpa gue ngomong satu patah atau dua patah kata pun, abang lu langsung pergi buru-buru, dan tanpa minta persetujuan gue, abang lu langsung ngasih kunci rumah nih ke gue." Bella memamerkan kunci rumah yang sedang ia pegang.
"Kenapa dia pergi buru-buru?" aku mengernyit bingung.
"Mana gue tau," Bella mengedikkan bahu.
Karena aku mencoba tidak peduli lagi apa yang mau diucapkan perempuan satu ini, aku pun berlalu ke kamar mandi. Untuk membasuh badan yang sudah terasa lengket.
Selesai mengeringkan badan yang basah karena mandi tadi, aku pun mengeringkan rambut yang sudah aku keramaskan.
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, tadi aku lihat Bella duduk tepat di sofa pink milikku, sekarang ia sudah entah dimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...