Ada yang tahu, kenapa tubuhku bereaksi dengan panas dan gelisah ketika melihat dia sedang dekat dengan perempuan lain?
*****
"Oke! Ini saatnya!" ucapku mantap.
Perlahan-lahan aku memajukan wajah ku ke arah wajah Kevin, membuang jarak diantara kami sampai menipis dan hilang.
Ketika sekitar dua sentimeter lagi jarak diantara kami, aku memejamkan mata agar tubuhku tetap tenang dan rileks.
Hanya 5 detik kok. Singkat.
Lama kelamaan wajahku kian maju dan maju, hingga akhirnya...
Cup!
"Sha, lu ngapain?"
Mataku membelalak dengan besar, jantungku mulai berpacu cepat, keringatku menjuluri tubuhku sampai ia menjadi dingin, mungkin lama-lama akan membeku. Semua itu terjadi karena suara bariton yang tiba-tiba terdengar di ruangan. Entahlah, memang sebenarnya aku ingin dan rindu sekali mendengar suaranya. Tapi kalau sekarang waktunya belum tepat!
Tentang kecupan itu, itu tidak bisa dinamai kecupan, karena hal tersebut hanya berlangsung kurang dari satu detik. Benar kan(?)
Aku merapalkan doa dalam hati, semoga Kevin tidak merasakan dan menanyakan apa yang terjadi sebelumnya. Semoga hal itu tak akan terjadi! Semoga!
"Gua..."
Kevin melihatku dengan hati-hati, apa dia ingin menanyakannya!? Oh tidak!
Aku menggigit bibir sebelahku, seraya meremas tanganku kuat-kuat seolah tanganku itu adalah masalah dari semuanya.
"Gua... Dimana?"
"Alhamdulillah," ujarku spontan, ternyata Kevin tidak menanyakan hal yang aku takuti.
Kevin memandang ku aneh, dan aku segera menormalkan wajahku lagi.
"Sha, dimana?"
Aku meneguk salivaku berusaha membasahi tenggorokan ku yang terasa kering.
"Di rumah sakit."
"Kok?"
Sepertinya Kevin lupa dengan kejadian sebelumnya, tepatnya tiga hari yang lalu. Kejadian yang hampir saja merenggut nyawanya untuk selama-lamanya.
"Sha, lu nggak kenapa-napa kan?" raut wajah Kevin berubah cemas, aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya.
"Kok nanyain aku? Kan kamu yang lagi sakit!" kataku bingung.
"Lu nggak kena.. tembakan kan?" kata Kevin takut-takut.
Aku menatap Kevin sedih, mengapa Kevin masih saja mengkhawatirkan diriku? Padahal kan dia harus mengkhawatirkan dirinya sendiri. Aku kembali duduk di sebelah Kevin kemudian tanganku menjulur spontan memegang tangan Kevin, lalu menatap Kevin sendu.
"Kevin, aku nggak papa kok." aku menggelengkan kepalaku pelan.
"Sha, lu masih inget kalau lu obat bagi gua?" tanya Kevin entah kemana.
Aku masih ingat saat itu. Saat dimana Kevin mengirimkan pesan singkatnya kepadaku. Memang saat itu aku tidak mengerti apa yang diutarakan Kevin.
Aku menundukkan kepala dengan lemah karena masih mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...