Ingat, yang berat itu rindu. Bukan aku!
*****
Aku mengerutkan keningku membaca pesan yang baru masuk ke ponselku, apakah aku tidak salah lihat? Sebuah pesan singkat dari wali kelasku membuatku tak bisa berkutik. Apalagi isinya yang terlihat serius dan menambah kesan menyeramkan.
From : Bu Dewi.
To : you.Marsha, besok temui kepala sekolah saat jam pelajaran ke 3 ya.
Hembusan napas berat keluar dari hidungku, kemudian tanganku memijat pelipisku yang nampak letih. Apakah aku akan mendapatkan hukuman? Entahlah, aku sendiri saja bingung apa kesalahan yang aku perbuat.
Oh atau jangan-jangan kejadian waktu di kantin kemarin? Saat kak Luna menindasku? Sebenarnya hal itu tak usah di besar-besarkan, aku tidak mau masalahnya melebar kemana-mana karena aku takut mereka akan membalasnya dengan lebih besar lagi. Tapi jika seperti ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Aku tercenung seketika melihat ponselku yang tiba-tiba bergetar dan menampakkan sebuah kontak yang berusaha menelponku. Mataku membelalak melihat Dava menelponku, ada apa lagi ini?
Tapi daripada aku ambil pusing, aku mencoba mengangkatnya. Sepertinya penting.
"Hallo Sha?"
"Kenapa Dav?" Tanyaku.
"Bener kamu dibully Luna waktu di kantin tadi?" Suara Dava nampak panik.
Aku mematung di tempat, ingatanku berputar lagi ketika Kak Luna mengataiku dan menindasku di depan umum, sangat memalukan. Aku jadi tidak ingin mengingatnya lagi, aku sudah cukup trauma tentang hal tersebut.
"Sha?" Panggil Dava di telponnya.
"Apa Dav?"
"Bener?"
"Iya Dav," jawabku jujur.
Terdengar Dava menghembuskan napas lelah, kemudian ia mulai bicara lagi.
"Jangan khawatir Sha, besok gue bakalan kasih pelajaran ke Luna. Enak aja dia nindas lu gitu di depan orang-orang." Dava mengomel sendiri.
"Jangan Dav! Nggak usah! Aku nggak papa kok," aku tak mau kasus ini menjadi panjang.
"Dia nggak bakal berhenti Sha sebelum dia dapet pelajaran!"
"Jangan Dav, tolong ya, jangan bales ke kak Luna!" Rengekku.
Dava menghembuskan napas berat.
"Mana gue nggak ada disitu, pasti nggak ada yang nolongin lu ya?"
Aku terdiam sesaat, mengingat seseorang penyelamat yang telah menyelamatkanku tadi di kantin. Aku jadi senang mengingat dia bersikap manis seperti tadi.
"Ada kok, Kevin belain aku!" Seru ku lantang sekaligus senang, tapi sedetik kemudian..
Astaga! Aku keceplosan!
"Oh."
Aku terdiam sesaat, bingung harus berbuat apa dan berkata apa. Situasi ini sangat canggung.
"Dav?" Panggilku.
Dava masih terdiam.
"Dava?" Panggilku lagi.
"Maaf Sha," entah mengapa suara Dava berubah lirih.
"Maaf kenapa?" Aku jadi bingung.
"Gue nggak ada disamping lu waktu itu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...