Kamu tahu kepura-puraan apa yang paling menyakitkan? Berpura-pura menjadi orang asing kepada orang yang kita sayangi selama ini.
****
Aku menatap pantulan cermin di hadapanku, menampakkan diriku yang tampak lesu dan tak bersemangat di pagi ini. Tidak seperti hari-hari yang lalu, biasanya aku sangat bersemangat untuk ke sekolah. Tapi kali ini berbeda, suatu hal yang aku nanti-nantikan setiap hari, tiba-tiba menjauh dariku.
Simpulan dasiku akhirnya jadi, kemudian aku merapihkan kembali seragam yang tampak kusut ini, lalu menarik napas dan membuangnya agar aku kuat menjalani hari.
Setelah selesai bercengkerama dengan cermin di hadapanku, aku pun menggelayutkan tas di punggungku, kemudian melangkah keluar kamar untuk sarapan di bawah bersama keluarga kecilku.
"Eh bidadarinya udah dateng, tuh!" baru saja turun dari tangga terakhir, sudah mendapat sambutan saja dari abangku ini, dasar!
Aku melihat di depanku, kemudian memicingkan mata karena merasa ada yang mengganjal. Tapi, beberapa detik setelahnya, wajahku yang sedang tidak enak, menjadi lebih tidak enak.
"Kok kesini lagi?" tanyaku bernada enak tak enak.
"Shasa, nggak boleh kayak gitu dong sama Dava, dia udah capek-capek lho kesini buat jemput kamu," tegur mama.
Aku menghembuskan napas bosan, kemudian membuangnya. Masalah apa lagi ini?
Langkah kakiku membawaku ke meja makan tempat orang berkumpul, aku menatap nasi goreng yang sudah disiapkan Mama kemudian memakannya dengan hikmat, karena tak bisa kupungkiri apa saja masakan Mama akan terasa enak.
"Sha," panggil Mama.
Aku tetap memasukkan nasi goreng ke mulutku, tak sempat melihat ke arah Mama, "hm?"
"Mama kok udah lama ya nggak liat Kevin, dia kemana?"
"Uhuk.. Uhuk..."
Aku pun tersedak mendengar pertanyaan yang keluar dari Mama--ralat! Mendengar nama yang keluar dari Mama.
Bagaimana tidak? Sudah tiga hari aku didiamkannya, tak bicara, tak berbuat apa-apa kepadaku. Memang dia tetap duduk disampingku saat di sekolah, tapi dia tak menghiraukan diriku sama sekali.
Untuk kalian, jangan berpikir kalau aku diam juga untuk itu, sudah berulang kali aku menegurnya karena dia selalu diam seperti batu, tapi hasilnya hanyalah sebuah jawaban singkat, seperti "iya." "hm." atau "nggak." kadang kadang juga dia hanya menggelengkan kepala. Aku jadi frustasi dibuatnya!
"Hey, Sha! Ngelamun mulu!"
Aku menggeleng sebentar kemudian terlonjak, oh ya ampun ternyata aku sedang memikirkannya sampai ngelamun seperti ini.
"Mikirin siapa sih tuh?" tanya Mama seperti menggoda.
"Mikirin Kevin ya? Ya kan? Ya kan? Jangan boong, Sha. Dosa!"
Aku memelototi abangku yang seenaknya bicara itu. Apa dia tidak tahu situasi? Disini ada Mama dan Papa.
"Apaansih Bang? Nggak jelas deh!" sanggahku agar tak memperpanjang.
"Noh kan merah-merah pipinya! Ngaku lo!" goda Bang Revo, sementara Dava tertawa geli.
Aku berani bersumpah pipiku tak merah! Sungguh! Percayalah padaku!
"Mah, Bang Revo ngeselin!" rengekku kepada Mama yang menggelengkan kepalanya.
"Revo, jangan usilin adek kamu terus!" sahut Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...