Kok hujan malam ini dingin banget ya? Ini hujan atau mantan, sih?
*****
Aku menghentakkan kakiku keras-keras diatas lantai koridor sekolah ini, sembari menyampirkan rambutku yang berkibas, otakku juga berkerja keras untuk memikirkan hapalan rumus matematika yang akan diadakan nanti.
Sungguh otakku akan mati rasa jika rumus kimia dan matematika digabungkan di hari senin seperti ini. Apa para guru tidak memikirkan bagaimana dampak jika pelajaran matematika dan kimia digabung? Pastinya akan membuat pusing kepala.
Jika ditanya kimia aku bisa saja menghapal rumusnya, tetapi entah mengapa mengingat rumus matematika itu sangatlah rumit dan butuh fokus yang luar biasa.
"Aihss rumus trigonometri yang mana tadi? Lupa kan," desisku sendiri sambil menghentakkan kaki di lantai dengan perasaan kesal.
Sedari tadi aku sudah kerasan untuk mempelajari semua rumus matematika, tapi tetap saja tidak bisa mengingatnya. Bagaimana ulangan nanti? Untung saja pelajaran matematika di jam ke dua.
Sampai akhirnya suara bariton yang tiba-tiba terdengar membuyarkan fokus ku seketika.
"Rumus itu nggak usah diinget!"
Aku melirik kesampingku yang menampakkan seorang laki-laki sedang berjalan santai seraya menggendong tas coklatnya di sebelah bahunya.
"Terus diapain?" Tanyaku kesal sendiri. Perkataannya sebelumnya sungguh membuatku semakin stress. Bagaimana bisa mengerjakan soal matematika tanpa mengingat rumusnya? Sungguh tidak masuk akal.
"Ya dipahamin aja dong," jawab Kevin dengan santainya. Pasti ia tidak tahu aku sangat lemah di bidang matematika ini sampai-sampai ia mengatakan hal itu dengan mudah.
"Kalo aku nggak paham juga gimana?" Tantangku sekaligus mencari solusi yang terbaik mengenai kelemahan ku ini.
Tepat setelah aku menanyakan itu, tiba-tiba Kevin terdiam sebentar kemudian menggaruk kepalanya dan menerawang sesuatu yang ada di kepalanya seperti sedang berpikir. Sungguh lucu sekali melihatnya yang sedang sok serius seperti ini.
"Nggak usah belajar aja gimana, Sha?"
Plakk!
Tanganku spontan menabok Kevin lengan Kevin dengan mulusnya, aku berujar serius untuk meminta saran ia malah menjawabnya dengan bercanda. Belum lagi ekspresinya yang sangat menjengkelkan ketika mengatakan itu.
Matematika tidak sebercanda itu, bung!
"Serius, Ferguso!" Kesalku seraya memanggilnya dengan panggilan yang sedang trend saat ini.
Kevin tertawa saja seraya memberikan dua jarinya kepadaku tanda menyerah.
"Udah, udah! Nggak usah dipikirin! Mending pikirin aja minggu depan kita olimpiade fisika!" Ujar Kevin sambil menetralisir tawaannya.
Aku menepuk jidatku, "ah iya! Capek banget ya Allah belajar."
Aku berdecak lelah, jika otakku terus menerus dikasih asupan rumus-rumus angka seperti ini, rasanya otakku ini akan meledak secepatnya.
"Lebih capek lagi jadi orang bodoh, Sha!" Kevin menggeleng-gelengkan kepalanya seperti orang yang bijaksana.
"Awkarin ke bank, iyain aja deh bang!"
Kevin tertawa kecil mendengar pantunku, "bisa aja mbakku ini!"
"Heh! kok mbak?" Kesalku tidak terima dengan panggilannya, itu sangat membuatku terlihat tua.
![](https://img.wattpad.com/cover/113943531-288-k502735.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Roman pour AdolescentsBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...