Chapter 8 - Dari Matamu

5.2K 292 13
                                    

Kalau kau ingin melihat ketulusan cinta seseorang, maka lihatlah matanya. Karena mata adalah jendela hati yang tak akan pernah dusta.

*****

Aku menatap ke arah jam dinding yang jarum pendeknya sudah berganti dari tempat semula. Aku mendesah berat, ternyata butuh waktu lama untuk mengajari Kevin. Sudah dua jam aku menceramahinya dengan siraman fisika, tetap saja dia belum mengerti sampai sekarang.

"Kamu harus ngerti dong! Yang kayak beginian aja nggak ngerti! Anak SMP yang masih ingusan aja udah paham, masa kamu yang udah SMA nggak tau!?" gerutuku kesal seraya menggaruk atas kepalaku dengan ganas.

"Ingat! Cowok itu nggak suka dibanding-bandingkan!" mata Kevin nyalang dengan sok keriusannya.

"Kamu mau belajar nggak sih? Serius dong! Kalau bercanda mulu kapan masuk ke otaknya?" aku membentaknya dengan penuh kekesalan.

"Jangan serius-serius say, nanti baper," Kevin menyengir lebar tanpa ada dosa atas perbuatannya.

Aku mendesah berat, dan menaruh buku fisika yang aku genggam sejak tadi ke atas meja. Tidak tahu harus melakukan apa lagi.

"Yaudah deh, belajar besok-besok lagi, aku udah capek," Aku menghembuskan nafas lelah seraya membanting tubuhku keras di sofa tamunya.

Aku menutup mata ku sebentar untuk mengistirahatkan otak ku yang seolah-olah hampir pecah ini, kemudian aku membuka mata ku lagi secara perlahan karena aku rasa sudah lega. Tetapi tiba-tiba aku terlonjak, aku mendapati Kevin sedang melihat ku seraya mengembangkan senyumannya, entah apa maksudnya, aku tidak tahu.

"Kamu ngapain ngeliatin aku?" aku masih syok, seolah-olah sedang melihat hantu.

"Yeu, lu kira gue hantu apa? Sampai kaget kayak gitu?" Kevin memanyunkan bibirnya.

"Lebih dari itu," aku menatap Kevin dengan pandangan penuh keyakinan.

"Apa yang lebih? Lu anggep gue pangeran?" Kevin mengedipkan sebelah matanya membuatku jijik seketika.

"Ogah!"

Drrrttt.... Drrrtttt.... Drrrrtttt...

"Ada telpon tuh, angkat gih," aku memalingkan mata ku ke arah handphone Kevin yang terletak di atas meja.

Kevin menatap handphone miliknya, ia pun mengambil benda pipih itu kemudian menatapnya nyalang, setelah itu tanpa aba-aba lagi, Kevin langsung menutup panggilan tersebut.

"Kok nggak diangkat?" aku menaikkan sebelah alisku.

"Tadi yang nelfon si Tari. Padahal gua bilangnya kalau mau telfon malem aja, dia malah nelfon sore. Yaudah gue matiin," Kevin berujar dengan santai.

"Lho kok gitu? Siapa tau penting," aku memandang Kevin dengan pandangan bertanya.

"Ah, palingan gue harus dengerin ocehan dia doang, sama suara false nyanyian dia. Nggak penting!" mata Kevin nampak sebal.

Setelah mendengar penjelasan Kevin, aku sudah paham. Ternyata Tari yang dimaksud Kevin ini adalah salah satu korban harapan palsu Kevin.

IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang