Gua yang deketin, lu yang macarin yhaaaaa
- Kevin Fernando Alinskie
******
"Jadi gimana Sha?"
Suara Dava berkumandang kembali, aku tersentak sebentar, bingung harus membuat dan melakukan apa, rasanya ingin sekali melewati suasana canggung ini.
Aku melirik ke arah Bella yang sedang menunjukkan ekspresi kagetnya juga, terlihat ia juga khawatir, karena dia tahu aku mencintai orang lain. Dan orang itu bukanlah Dava.
"Gimana Bell?" Bisikku ke arah Bella.
Bella menggaruk tengkuknya, ia juga bingung.
"Lo ada rasa sama Dava?" Tanya Bella juga berbisik, tak mau orang lain ikut mendengar.
Aku menggeleng pelan, karena aku menganggap Dava hanya sebagai teman, tak lebih.
Bella menghembuskan napas berat.
"Yaudah lu tolak aja Dava dengan halus."
Aku meringis sebentar, merasa sangat gelisah.
"Aku nggak mau Dava malu!"
Selain takut Dava malu, pasti ia akan sakit hati. Dan kemungkinan besar ia tidak mau berteman denganku lagi.
"Sha," panggil Dava lagi.
Aku mengedarkan pandangan ke depan, menatap Dava yang tengah menatapku penuh harap.
"Dav, nggak usah kayak gini," pintaku dengan isyarat mulut.
Dava masih menatapku, tetapi setelah itu ia langsung turun dari panggung mininya dan tiba-tiba saja bersimpuh di hadapanku.
"Sha, gue rasa ini waktunya untuk ngasih tahu tentang perasaan gue selama ini, jadi Sha, please jangan kecewain gue."
"Dava, please jangan gini!" Jawabku seraya mengambil tangan Dava untuk membantunya berdiri.
"Nggak mau Sha!" Dava keras kepala.
Aku menggaruk kepalaku, merasa frustasi dengan keadaan ini.
Aku melirik ke arah Bang Revo, ia nampak tersenyum santai sambil mengangkat kedua jempolnya ke arahku. Pasti ia sangat senang sekarang, karena Bang Revo pasti berpikir kalau Dava baik untukku.
Aku melihat ke arah teman-temanku, mereka juga bingung karena mereka tidak tahu situasinya, sampai pandanganku berhenti ke satu titik. Ke arah Meysa yang sedang menatapku sendu, entahlah ada apa dengan Meysa. Tetapi karena tatapan Meysa tersebut, aku jadi mengingat dan merindukan sosok Kevin disini.
"Sha," panggil Dava lagi masih dengan memegang tanganku dengan erat, seakan aku akan hilang jika tidak dipegangnya.
"Dava, berdiri.." Perintahku lirih dengan mohon semohon-mohonnya.
"Gue nggak bakalan berdiri sampai lu jawab 'iya'! " Keukeuh Dava membuatku membulatkan mata dengan sempurna, apa maksud Dava ini? Iya memaksaku untuk menjawab iya?
"Kamu ngomong apa sih, Dav," rengekku tak tahan lagi.
Dava menghembuskan napas kemudian melepaskan tanganku, "emang ya gue nggak pantes buat dicintai."
Aku menggeleng, tak setuju dengan kata-kata Dava. "Nggak Dava, maksud aku nggak kayak gitu!"
"Terus apa Sha? Lu mau nolak gue kan? Karena gue emang nggak pantes buat dicintai, iya kan? Jawab aja Sha!" Dava tersenyum sinis, seperti mengatai dirinya sendiri, aku jadi kasihan melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...