Chapter 60 - Persetujuan

2.8K 192 108
                                    

Selamat tahun baru, kesayanganku😋

*****

Mengapa peluru itu tidak terlihat keluar?

Oh! Astaga!

Dava dan Om Vano nampak saling berpandangan dan mendadak kaku, sampai akhirnya mereka melihat cairan merah seperti darah segar mengalir di tangan mereka masing-masing.

Aku menangis menjerit melihat darah merah kental di tangan mereka.

Siapa yang tertembak!?

"Ada apa arrrrrggghhhh!!!" Sekretaris yang baru saja memasuki ruangan Om Vano nampak terkejut, sepertinya ia melihat banyak sekali darah yang ada di tangan Om Vano.

Aku menatap mereka lekat-lekat, Dava dan Om Vano masih menegang melihat darah di tangannya.

Sampai tiba-tiba..

"DAVAAAAAA!!!!!!!!!!"

Teriakan Om Vano diakhiri dengan tumbangnya tubuh Dava, membuat kami menahan napas seketika.

Dava terlihat masih membuka matanya lebar-lebar, seraya menutupi darah yang terus keluar dari perutnya di atas lantai itu.

"Dava!!! Kamu nggak papa?" Tanya Om Vano dengan panik setelah ia bersimpuh menatap Dava.

Dava terlihat masih bernapas walaupun tersendat-sendat, sampai akhirnya ia mengeluarkan kata-kata dengan sangat lemah.

"Walaupun gue mati, gu-gue nggak ma-mau nye-rahin jan-jantung gue ke Ke-Kevin sialan itu!"

Kami semua membuka mulut lebar-lebar, mengapa Dava yang ingin sekarat itu masih saja memikirkan hal itu? Bukankah itu sangat kejam?

Seraya memeluk Papaku isakan demi isakan tercipta dari bibirku yang nampak pucat menatap Dava sudah terbaring tidak berdaya dengan darah di sekujur tubuhnya.

"Panggil ambulan secepatnya! Dan bawa Dava ke rumah sakit!" Perintah telak Om Vano kembali menyadarkan sekretarisnya yang baru masuk tadi, sampai akhirnya sekretaris itu mengangguk dan melenggang keluar untuk menelpon ambulan.

*****
"Pa! Gimana? Dava gimana!!?????" Suara isakan demi isakan keluar dari istri Om Vano yang mulai menggerayangi lengan Om Vano yang terlihat letih.

Sementara aku yang sedang duduk di ruang tunggu ini hanya memperhatikan mereka. Aku tidak mengerti apa yang aku lakukan sekarang, semuanya seperti mendadak terjadi.

"Heh, Shasa? Om Vano? Kok disini?"

Aku menatap kearah Meysa, Bella, dan Rian yang tiba-tiba saja muncul. Karena rumah sakit ini sama dengan rumah sakit Kevin, sepertinya mereka habis menjenguk Kevin di ruangannya.

"Dava, Mey," jawabku lirih kepada Meysa.

Sontak setelah mendengarnya mereka ikut terkejut kemudian langsung buru-buru mendekati diriku.

"Dava kenapa!?" Bella terpekik dengan cepat.

"Dia ketembak," aku menghembuskan napas berat seraya menundukkan kepalaku, entah mengapa agak berat mengatakannya.

"Kok bisa!?" Rian sekarang ikut terkejut.

"Ini semua gara-gara kamu, Marsha! Coba aja kamu nggak ada di hidup anak saya! Pasti semua ini nggak akan terjadi!" Aku menatap ke arah istri Om Vano yang terlihat kalap. Sungguh, aku bingung harus menjawab apa jika kondisinya seperti ini.

"Bu, tenangin diri dulu," ujar Papa yang berusaha menenangkan keadaan.

"Tenang!? Anda bilang tenang!? Anak saya sekarang antara hidup dan mati! Kalau sampai Dava meninggal, saya nggak akan memaafkan kamu, Marsha!" Istri Om Vano nampak menggertakkan giginya melihatku.

IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang