Brukkkk!
Mataku melebar, jantungku mencolos hebat ketika sebuah tangan memukul meja yang aku tempati dengan kencang.
Terlihat segerombolan perempuan yang memandangku dengan angkuh, seperti mengejekku.
Aku memicingkan mata melihat perempuan yang berada di tengah dan sedikit maju ke depan, sepertinya aku pernah melihatnya.
Ah! Itu kak Luna!
Mau apa dia?
"BISA NGGAK SIH LO NGGAK USAH JADI BENALU DI HIDUP GUE!???" Tanya Kak Luna sadis.
Aku bergidik ngeri mendengarnya, sepertinya akan ada masalah saat ini.
Oh Tuhan tolonglah aku!
"Berdiri lo!" Kak Luna menaruh tangannya di pinggang, seakan menantangku.
Badanku gemetaran sendiri ketika berdiri dari bangku milikku, mataku memandang sekitar, ternyata semua orang tengah menonton tanpa ada yang berniat membantu. Sepertinya mereka juga ikut takut kepada kak Luna.
Aku berdiri dengan jantung yang masih berdetak lebih cepat, rasanya aku ingin menumpahkan air mataku, jika keadaannya terus seperti ini.
"Nama lo siapa? Gue lupa," Kak Luna nampak berpikir keras.
"Marsha, Lun," jawab salah satu perempuan yang berdiri tepat di sebelah kirinya.
"Oh ya Marsha! Marsha Si Benalu!" Setelah mendengar namaku yang dibuat kak Luna untukku, sontak semua perempuan yang di sekelilingnya tertawa terbahak-bahak.
"Eh bukan! Tapi Marsha Si Sampah!" Ralat kak Luna, membuat semua teman-temannya semakin tertawa.
"Sa-salah aku a-apa?" Jawabku dengan keberanian yang masih menyala di hatiku, bagaimanapun aku tak terima jika aku dihina seperti itu.
"SALAH LO APA!? LO BERANI JAWAB GUE!??" Kak Luna berteriak dengan nada menantang, ia tampak tak suka.
"Jawab nggak nih, gais?" Tanya Kak Luna meminta persetujuan kepada teman-temannya.
"Jawab Lun!" Jawab teman-temannya.
"Lo Marsha!" Kak Luna menjentikkan jarinya tepat di depan wajahku.
"Bisa nggak sih lo nggak usah jadi benalu di hidup gua!? Kemaren lo ngerebut Kevin, dan gue diem aja karena Kevin emang nyatanya lebih milih lo! Tapi sekarang, Dava? Lo rebut juga? Asal lo tahu, gue lagi deket sama Dava! Dan lo seenaknya ngambil Dava dan jadiin dia pacarnya! Fuck!" Ujar Kak Luna dengan nada kasar dan tak ada sopan-sopannya.
Aku menundukkan kepalaku, berusaha untuk menahan air mataku agar tidak jatuh, rasanya sangat sakit dipermalukan satu sekolahan seperti ini.
"Nggak usah nunduk! Gue depan lo, bitch!" Seru Kak Luna dengan nada semakin menjadi-jadi.
"Takut dia, Lun!" Teman-teman kak Luna tertawa meremehkan, membuat Kak Luna tertawa juga.
"Lo takut sama gue? Baguslah! Emang harusnya gitu! Biar lo nggak seenaknya! Adek kelas aja belagu!"
Aku mengepalkan tanganku, berusaha untuk tetap kuat mendengar caci maki dari kakak kelasku ini.
"Emang sok kecantikan banget sih nih anak!" Seru salah satu teman kak Luna.
Aku menghembuskan napas lemah, daripada harus tahan dengan hinaan kakak kelasku ini, aku pun berniat melangkah pergi meninggalkan kak Luna dan teman-temannya.
Tetapi ketika aku selangkah lagi menjauhi geng Kak Luna, Kak Luna menarik tanganku dan membawaku ke depannya, sehingga aku dengan jelas melihat wajah kak Luna yang nampak mulus dan terawat, tetapi tidak dengan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...