Maukah kau berbohong demi diriku?
Tolong katakan sekali saja kalau kau mencintaiku.*****
Mataku perlahan membuka dan menutup kembali untuk beradaptasi pada penerangan lampu yang langsung terkena mataku. Hidungku sedari tadi menyium bau-bau obat yang lekat pada ruangan ini. Aku sudah menyangka, pasti aku sedang berada di rumah sakit.
"Udah bangun, Sha?"
Suara serak nan bariton itu masuk ke dalam gendang telingaku. Ternyata orang tersebut sedang ada di sampingku.
"Abang..," lirihku, akhirnya Bang Revo berada di sampingku. Aku sangat membutuhkannya di kondisi seperti ini.
"Iya, abang disini," jawab Bang Revo seraya menggemgam tanganku.
"Ssshhh.." aku mendesis memegang kepalaku yang diperban, sesuatu yang perih dan memusingkan tiba-tiba terasa di bagian kepalaku.
Seakan merasakannya, Bang Revo meringis juga melihatnya, "masih sakit, Sha?"
Aku mengangguk mengiyakan, "iya, bang."
Aku mengalihkan rasa sakitku kemudian menatap sekitarku, tidak ada siapapun di dekat Bang Revo. Dimana dia?
Merasa diriku mencari sesuatu, tiba-tiba Bang Revo bertanya, "nyari siapa?"
"Dimana Ke.."
"Sebentar abang panggilin dulu," potong Bang Revo menjawabku lebih dulu.
Aku mengernyitkan dahi ketika Bang Revo berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari kamarku, sepertinya ia ingin memanggil orang. Apa itu Kevin? Huh, ternyata Bang Revo sudah mengetahui hal yang sebenarnya. Aku sangat lega jadinya.
Tetapi, ketika aku sibuk membayangkan bagaimana aku bisa menanyakan satu persatu kepada Kevin tentang hubungannya dengan Dava, seketika bayanganku buyar ketika melihat seseorang yang sangat aku benci dan hindari masuk bersama dengan Bang Revo.
"Ngapain dia kesini bang!?" Gertakku tak suka.
Sungguh, setelah kejadian kemarin aku sangat takut kepada Dava. Bagiku dia adalah monster yang gila harta dan dihatinya penuh dengan kebencian. Aku sangat muak melihatnya.
Bang Revo malah menatapku bingung, kemudian mendekati diriku.
"Kamu kenapa, Sha? Dava ada disini, kamu nggak suka?" tunjuk Bang Revo dengan dagunya ke arah Dava yang menatapku dengan tatapan kosong.
Aku menggeleng kuat-kuat lalu duduk secepat mungkin.
"AKU NGGAK MAU BANG!!! BAWA DIA KELUAR DARI SINI!! AKU NGGAK SUDI NGELIAT DIA LAGI!" aku teriak seraya mundur ke arah brankarku, Dava terlalu menakutkan saat ini.
Bang Revo tampak sangat bingung melihatku, sementara Dava masih mematung di tempat. Aku tidak tahu jalan pikirannya, mengapa dia masih berani menampakkan wajahnya di depanku setelah perbuatan jahat yang telah sudah ia lakukan? Sungguh Dava tidak tahu diri.
"POKOKNYA AKU NGGAK MAU!" aku melepaskan paksa infus ditanganku, sungguh rasanya perih sekali ketika darah muncrat dari punggung tanganku.
"Kamu apa-apaan sih, Sha? Jangan bertindak kayak anak kecil!" Bang Revo mulai menunjukkan ketegesannya setelah melihat tindakanku yang berani tadi.
Aku membulatkan mata kepada Bang Revo, "abang yang buat aku jadi anak kecil! Aku tahu bang mana yang benar mana yang nggak, jadi abang nggak usah ngurusin aku lagi!"
Bang Revo nampak melotot tidak terima melihatku, demi kebaikan bersama, sepertinya aku harus berkata seperti ini agar Bang Revo dapat mengerti.
"Bang, aku mau Kevin disini! Bukannya brengsek itu!" Aku sengaja menekankan kata brengsek lalu melihat tepat ke arah Dava.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...