Perihal nyaman itu abu-abu. Sulit dijelaskan, tak mampu diungkapkan, tetapi, hanya bisa dirasakan dan membuat kebahagiaan.
*****
"Mau sama siapa Kevin?"
"Shasa," tunjuk Kevin kearahku dengan senyuman menyebalkannya.
Aku tercenung lama, masih syok dengan keputusan Kevin yang sangat aneh dan sulit dipercaya. Tetapi, setelah itu aku berusaha menolak.
"Kok aku? Kenapa nggak yang lain?" kataku masih tidak bisa menghilangkan rasa terkejut ku.
"Bebas kan Pa?" Kevin malah tersenyum miring dan mengadukannya kepada Pa Pardi yang ikut terkejut juga.
"Kamu yakin pilih Shasa, Vin?" Pa Pardi menimbang-nimbang keputusan Kevin.
"Shasa bisa kok main bulutangkis, ya kan Sha?" Kevin tersenyum lagi kearahku.
"Ta... Tapi,"
"Nggak usah tapi-tapian! Durasi nih!" aku tahu dia pura-pura menghiraukan waktu untuk tidak mendengar penolakan ku lagi.
Saat aku menolak lagi, aku mendengar percakapan samar-samar disamping, yang aku tahu mereka adalah para cewek-cewek genit disekolahku.
"Selera Kevin rendah banget sih? Masa milih lawan cewek yang keliatan kampung gitu?"
"Yailah, masih mending gue yang pantes jadi lawan Kevin. Bukan cewek kecentilan itu!"
"Ih ceweknya pasti seneng tuh dipilih sama pangeran SMA Athalia Angelic."
"Udah positive thingking aja, Kevin tuh milih cewek alay itu paling pengen buat malu tuh cewek. Kan udah pasti nanti Kevin yang menang lah!"
"Oh iya ya, nanti deh, gue yang paling keras ketawanya waktu dia kalah telak sama pemenang badminton tahun lalu!"
Dan masih banyak lagi bisik-bisik suara menganggu yang berasal dari perempuan-perempuan tersebut, aku sebenarnya ingin sekali menjambak-jambak rambut orang-orang sok cantik dan kegenitan itu. Tetapi aku masih bisa menahan kesabaranku dan pintar mengelus dada, jadi aku senyumin saja mereka dengan senyuman manisku.
Lihat saja, aku pastikan aku bakalan menang dari laki-laki sok kegantengan ini. Walaupun aku tidak jago bermain bulutangkis, setidaknya aku bisa.
"Baik, permainan akan dimulai. Permainan dibagi dalam 3 babak, pemain yang menang dalam dua babak sekaligus, ialah pemenangnya. Tidak lupa, kita memakai scor tertinggi, yaitu 21." jelas Pa Pardi lantang memberi tahu rule of game.
Kevin mengangguk paham yang dikatakan Pa Pardi dengan santai, sementara aku, mengangguk dengan terpaksa. Bagaimana tidak? Daritadi otakku pusing memikirkan permainan yang sebentar lagi diadakan. Aku takut aku akan kalah, dan derajatku bisa turun drastis. Walaupun sudah dipastikan aku akan kalah sih.
Priitt..
Suara lantang peluit membuatku meneguk ludah kesekian kalinya, aku menatap ke arah Kevin yang siap-siap untuk service. Aku lihat dia sedang tersenyum miring yang menyabalkan kearahku.
"Dasar laki-laki menyebalkan!" umpatku dalam hati.
Syutt..
Bola kok akhirnya dipantulkan oleh raket Kevin, aku melihat kok itu mendekati dan dengan sigap lalu mengangkat raketku keatas, dan aku siap-siap untuk melompat.
"Woooo!"
Suara teriakan itu membuatku semakin geram saja, iya benar, bola kok itu tidak berhasil aku tangkap, bola kok itu malah terjatuh di belakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...