Jika kepergianku adalah jalan yang terbaik, aku memilih untuk bertahan.
*****
"Maaf!"
Seorang suster yang sejak tadi memberitahu kami tiba-tiba lari dengan panik keluar ruangan.
Sontak setelah itu, kami pun berdiri dan memandang suster ikut panik.
"Maaf, tranplantasi jantung tidak bisa dilakukan, karena calon pendonor tidak memiliki ukuran jantung yang sesuai dengan pasien yang menerima jantung itu."
Aku menganga lebar mendengarnya, hal buruk itu benar terjadi? Hal yang aku takuti itu terjadi? Bagaimana ini!?
"APA? BAGAIMANA BISA!?"
Kami menatap ke arah Istri Om Vano yang nampak sangat terkejut mendengar pernyataan dari Suster itu.
"Seorang pendonor jantung harus memiliki kecocokan golongan darah, antibodi, dan ukuran jantung yang sama. Tetapi ketika kita mengecek ukuran jantung pendonor, ternyata tidak ada kecocokan diantara mereka."
Istri Om Vano itu menggelengkan kepalanya cepat, seperti tidak percaya hal itu akan terjadi.
"Nggak! Kenapa bisa!?"
Om Vano nampak menghembuskan napasnya, sepertinya ia sama-sama kecewa dengan kita.
"Terus gimana, Sus!?" Tanyaku lebih lanjut, aku tidak ingin semua itu menyudutkan kepada kondisi Kevin.
"Kami akan berusaha untuk membuat jantung Kevin berdenyut kembali, dan jenazah Dava akan kami siapkan untuk diantar ke rumah."
Aku terduduk dengan tatapan kosong, rasanya tubuhku ini lemah tidak berdaya, bagaimana jika Kevin benar meninggalkan kami? Apa aku harus bersedih untuk selamanya?
"Vano, pokoknya kamu harus kasih 70% harta kamu itu buat aku, kamu udah janji, kan!?"
Sontak setelah ucapan istri Om Vano yang sangat aneh itu membuat kami menatapnya dengan tidak suka, maksudnya apa?
"Mau apa kamu sama harta itu!?" Ketus Om Vano yang sepertinya terpancing.
"Pokoknya aku mau harta itu! Kamu udah ngambil Dava dengan nembak dia kan? Masa aku nggak dapat apa-apa dari semua kesalahan kamu itu!?" Istri Om Vano nampak keukeuh.
"Tante, tante ngomong apa sih!? Tante masih mau harta walaupun anak tante udah meninggal dan sekarat kayak gini!? Tante nggak punya hati ya?" Sinis Meysa dengan mengeluarkan kejudesannya.
"Kamu anak kecil tahu apa, sih!?" Garang istri Om Vano semakin kesal.
Sementara Om Vano terlihat menatap istrinya itu dengan tatapan tidak percaya.
Sungguh, istri Om Vano ini memang tidak punya hati.
"Ma, harusnya kamu ngedukung aku untuk bangkit atas anak-anak kita yang sedang dipertaruhkan nyawanya, bukan malah mikirin harta nggak penting itu? Emang kamu mau aku gantiin Dava dengan uang aku?" Vano menatap istrinya dengan tatapan sangat tajam.
"Papa udah janji kan bakalan ngasih harta itu 70% buat aku untuk Dava?"
Om Vano menggelengkan kepalanya, "benar kata Kevin, ternyata kamu hanyalah seorang perempuan yang gila harta!"
"Vano..." Lirih perempuan yang disebut istrinya itu. Sepertinya dia baru menyadari omongannya.
"Mulai sekarang, jangan ada di hidup saya lagi!" Dan setelah itu, Om Vano langsung meninggalkan istrinya itu dengan wajah yang masih acak-acakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Ficção AdolescenteBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...