Kenapa setiap perlakuan ia kepadaku mampu membuatku memunculkan perasaan yang sulit dijelaskan? Ada apa ini sebenarnya?
*****
Aku melebarkan mulutku kaget melihat Kevin yang sudah merebahkan tubuhnya di lapangan. Aku tidak menyangka mengapa dia pingsan secara tiba-tiba? Aku saja yang sebagai perempuan tidak merasa kecakpean ataupun pusing sekalipun, dasar cowok lemah!
Setelah aku tersadar dari keterkejutanku aku segera menghampirinya dan berteriak meminta pertolongan, masa iya aku menggedongnya sampai ke UKS? Yang benar saja.
"TOLONG! KEVIN TIDURAN! EH SALAH, MAKSUDNYA PINGSAN! TOLONG SIAPA SAJA!" teriakku dengan ada kesalah sedikit di kata-kataku, maklumi saja, aku terlalu panik.
Tidak lama setelah aku berteriak sangat kencang sampai-sampai tenggorokanku ini seperti ingin lepas, datanglah seorang pahlawan kesiangan menghampiriku yang berwujud sebagai Satpam sekolah untuk membantuku menggendong Kevin ke UKS.
"Pak, tolong Kevin pak! Bawa ke UKS!" ujar ku panik.
Pak Satpam itu mengangguk kemudian menggotong Kevin ala bridal style menuju UKS, aku pun juga ikut mengekori untuk melihat Kevin.
Setelah Pak Satpam berhasil menidurkan Kevin di tempat yang selayaknya, aku pun bernapas lega dan melenggang keluar.
"Hey, kamu mau kemana?" suara Pak Satpam tersebut menghentikan niatku untuk membuka pintu UKS.
"Saya mau lari lagi Pa, saya kan dapet hukuman tadi," jawabku seadanya.
"Nanti aja larinya, sekarang kamu jagain teman kamu dulu. Bapak nanti manggilin siswa PMR dulu," ucapan Pak Satpam itu membuatku menghela nafas berat, sejujurnya aku lebih memilih melanjutkan hukuman lariku lagi daripada harus menemani laki-laki menyebalkan ini walaupun sebentar.
Belum saja aku ingin berniat menolaknya, Pak Satpam sudah berjalan keluar UKS, pupus sudah harapanku untuk bebas dari Kevin lagi.
Daripada aku tidak ada kerjaan disini, aku pun mengolesi minyak kayu putih didekat hidungnya, agar ia cepat-cepat sadar dan tak merepotkanku lagi.
Di kediaman tersebut, aku melihat lekuk wajahnya yang tegas, sebenarnya kalau aku boleh jujur dia tampan sih, agak pinter, dan kalau dia senyum itu manis juga. Tapi sayang, semua kelebihan yang ia miliki lenyap begitu saja, karena ia mempunya sifat yang tak layak yaitu suka mainin perasaan perempuan.
Sebentar, apa yang kupikirkan tadi? Apakah aku sudah gila? Mengapa aku memikirkannya seakan-akan aku mengaguminya? Ah... Aku sangat menyesal.
"Lo ngapain?" suara bariton itu cukup membuatku tersentak kaget. Dan membuatku melihat wajahnya.
"Kamu udah sadar? Bagus deh," aku pun tersenyum dan dengan entengnya berbalik untuk keluar.
Tetapi lagi-lagi niatku untuk pergi keluar tertahan oleh sambutan tangan yang memegang lengannya, dan parahnya lagi, tangan itu adalah milik Kevin.
Sebenarnya aku tidak tahu ada apa dengan perasaanku, tetapi mengapa jantung ini berdetak lebih cepat tidak seperti biasanya saat itu? Oh tuhan... Ada apa ini?
Aku menaikkan satu alisku mengisyaratkan mengapa dia memegang tanganku, tetapi dia malah menatapku dengan tatapan datar.
"Lu mau ngapain?" tanyanya yang masih memasang wajah datarnya.
"Keluar lah, mau ngapain lagi? Dikit lagi juga anak PMR kesini," aku mengerlingkan bola mata malas menjawabnya.
"Ih jangan tinggalin gue!" rengeknya seperti anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...