Do you see how much I need you right now?
****
Mataku mulai membuka perlahan, kemudian mengerjap sesekali untuk menetralisir cahaya lampu yang langsung menyudutkan mataku. Hal yang pertama kali ku lihat adalah abangku, Revo.
Bang Revo tampak menghela napas lega, kemudian ia menaruh minyak kayu putih yang sedari tadi ada di genggamannya. Lalu ia duduk di samping kasurku.
Aku melihatnya dengan tatapan sendu, terlihat jelas raut cemas yang ditunjukkan Bang Revo. Matanya menyiratkan tanda khawatir, rambutnya sangat berantakan, kondisinya juga tidak rapi, ia basah dan lepek. Terbukti dari kaos biru tuanya yang basah.
"Abang cemas banget," ucap Bang Revo seraya mengusap rambutku.
Aku melihat Bang Revo kemudian posisiku langsung duduk disamping Bang Revo.
Sekelabatan ingatan mulai menghampiri otakku, tentang kejadian di rumah Kevin. Sangat menyakitkan dan membuat hatiku hancur seketika.
Aku memicingkan mata, tidak mengerti apa yang terjadi. "Kok Abang..?"
Bang Revo tersenyum, "tadi kamu pingsan."
Mendengar pernyataan dari Bang Revo, aku terkejut sebentar kemudian menundukkan wajahku. Sebuah ingatan mulai getir di otakku. Menciptakan sensasi perih dan sakit di relung hati.
"Udah, nggak usah nangis lagi, hm?" Bang Revo nampak menguatkan ku dengan senyumannya yang sehangat jingga.
Mataku menatap Bang Revo yang nampak letih, sepertinya dia banyak masalah. Aku tahu tugas kampusnya sangatlah banyak, pasti repot mengurusi ku juga.
Aku semakin sedih mengingat semuanya, ternyata kehilangan itu sangatlah menyakitkan. Apalagi alasan kehilangan tersebut hanya sebatas salah paham.
Air mataku terjatuh satu per satu, dan mau tak mau aku harus menangkup wajahku agar tak terlihat oleh Bamg Revo.
Tapi tiba-tiba saja sebuah pelukan hangat menyelimuti ku. Tangan besar dari si pemeluk menyapu rambutku. Menimbulkan kesan aman dan hangat di sekujur tubuhku.
Aku mendongak, melihat wajah Bang Revo hanya beberapa senti dari wajahku.
"Jangan nangis, Sha," lirih Bang Revo sambil mengusap punggungku.
Setelah beberapa saat aku pun melepaskan pelukan Bang Revo kemudian menatapnya dan bertanya yang sedari tadi ada di hatiku.
"Abang tau aku kenapa?" Tanyaku takut-takut.
Bang Revo mengusap wajahnya dengan tangan besarnya, "tau."
"Apa?"
"Tapi, kamu nggak perlu tau."
Keningku berkerut, mungkin Bang Revo tidak mau membuatku sedih lagi dengan memberikan ingatan tentang Kevin lagi.
"Kamu istirahat aja ya, besok sekolah!" Perintah Bang Revo terdengar lembut.
Aku mengangguk lemah, setidaknya aku harus mengistirahatkan otak dan hatiku untuk semalam saja.
Setelah aku menutup mata untuk berusaha tertidur, Bang Revo mulai bangkit dari kasurku kemudian melangkah ke pintu kamar.
Aku bergerak gelisah, ke kanan maupun ke kiri, tetapi tetap saja tak bisa mendapatkan posisi yang nyaman.
"Kamu kenapa?" Tanya Bang Revo yang menyadari pergerakan gelisahku.
"Nggak bisa tidur Bang, Bang Revo disini aja tidurnya," bibirku mengerucut, sepertinya aku merindukan sosok Papa yang dulunya suka menemaniku tertidur.
![](https://img.wattpad.com/cover/113943531-288-k502735.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...