Percayalah, ucapan selamat ulang tahun darimu adalah hal yang aku tunggu-tunggu.
*****
Sama seperti malam-malam lainnya, aku terbiasa membereskan buku-buku pelajaran yang akan di pelajari besok, dan tak lupa aku mengecek apa ada pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Memang sebenarnya di kurikulum tiga belas ini guru tidak boleh memberikan PR kepada siswanya, tapi masih saja ada guru yang melakukan itu. Padahal para siswa sudah bersekolah dari matahari terbit sampai matahari terbenam, tetapi nenurut guru, itu belum cukup juga menambahkan ilmu.
Hidup memang seberat itu, gais.
"Shasa! Hayu main yuk!"
Jantungku mencolos hebat, ketika suara cempreng dan gedoran pintu yang dipukul cukup keras tiba-tiba berbunyi di ruangan kamarku.
"Masuk aja!"
Mataku memutar bola mata malas, ketika seorang perempuan dengan makanan kesukannya, yaitu keripik singkong berjalan dan duduk di kasurku tanpa dosa.
"Ada apa Bell?" Tanyaku kepada sahabat kecilku ini.
Setelah mendengar pertanyaanku, Bella malah menggelengkan kepalanya kemudian mengangkat bahunya, lalu menjalankan kegiatan memakan kripik singkongnya lagi.
"Bella! Kenapa sih!?" Tanyaku agak keras daripada sebelumnya.
Bella melihatku, kemudian tertawa geli.
"Aku sumpahin kamu keselek!"
Ketika mendengar sumpah serapahku, Bella langsung menghentikan tawa gelinya.
"Serem amat mbaknya!" Bella bergidik ngeri.
"Biarin."
Daripada melihat kelakuan Bella yang aneh ini, aku menjalankan kegiatan membereskan buku ku yang hampir selesai saja.
Setelah beberapa menit, akhirnya kegiatanku selesai.
Aku menghadap lagi ke arah Bella yang sedang masih setia mengacak-ngacak isi keripiknya, mungkin keripiknya tinggal remahan-remahan kecil.
"Bell," panggilku.
"Kenapa Sha?" Bella menengok.
"Kamu tahu kejadian kemaren nggak?" Kataku takut-takut sambil mengingat-ingat kejadian kemarin, yang tepatnya Kevin menghina dan mengusirku.
Aku menggigit bibirku dan duduk di samping Bella ketika melihat Bella terlihat sedang menerawang ke masa lalu.
"Oh itu! Gua tau, Lu masih sakit sampe sekarang?" Tanya Bella seraya menempelkan punggung tangannya di keningku.
Aku menggeleng pelan, kemudian Bella menurunkan tangannya kembali.
"Gua tahu dari Rian, katanya lu pingsan di depan pintu rumah Kevin!" Seru Bella seperti mencoba mengingat.
"Iya? Terus gimana?" Mataku membulat, ternyata aku pingsan di tempat itu.
"Gua nggak tahu secara detail banget Sha, Rian kayak males-malesan ngomong gitu kalo gue nanya lu," Bella berdecak kesal.
"Kevin, gimana?" Tanyaku pelan, dan sangat lirih.
"Gimana apanya?"
"Dia nggak... Ngapa-ngapain gitu?" Ucapku gelisah dengan perkataan ku sendiri.
"Nggak kayaknya! Soalnya Rian nggak ngomong sepatah apapun tentang Kevin, gue nanya Kevin pun dia kayak nggak mau jawab gitu."
Aku menghembuskan napas berat, ternyata Kevin memang sudah benar-benar tidak perduli lagi denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...