Jika saja rindu itu racun, mungkin aku sudah mati detik ini juga.
*****
1 minggu kemudian...
Kaki ku melangkah dengan gusar di koridor sekolah yang sepi di pagi hari. Bukan tanpa alasan aku berjalan tidak seperti hari sebelumnya yang selalu ceria dan semangat. Perasaan tidak enak ini menjalar karena hari ini adalah lomba menyanyi Kevin untuk mewakilkan sekolah, dan otomatis ia tidak akan masuk sekolah sekarang. Dan dampaknya aku akan duduk sendirian seharian ini, pasti membosankan.
Belum sampai langkahku menginjak kelas, tiba-tiba datang seorang lelaki menghadangku di depan kelas sambil melipat tangannya di depan dada sambil tersenyum dengan angkuhnya.
Tapi, tunggu dulu! Wajahnya sepertinya familiar. Tapi aku bingung, dia ini siapa ya? Dan sebelumnya aku pernah bertemu dimana?
"Hey!" serunya kepadaku dan masih tetap mempertahankan senyum angkuhnya.
Dahiku melipat lebih dalam karena bingung dengan lelaki di depanku yang terkesan sok kenal sok dekat ini.
"Kok diem? Lu masih inget gua nggak?" katanya lagi.
Oh, are you kidding me?
Ini masih pagi! Kenapa lelaki di hadapanku ini sudah membuatku berpikir keras saja?Aku menyipitkan mata melihatnya, mau tak mau aku harus memikirkan wajahnya, daripada aku mati kebingungan.
Setelah sekian lama, aku mendesah berat karena dia pun tak mau mengaku juga.
"Oke, aku nyerah. Kamu siapa? Kita pernah bertemu sebelumnya?" kataku menyerah.
Setelah mendengar kata menyerahku, lelaki ini kemudian tertawa sangat geli
Aku akui, ia lebih tampan tertawa daripada sok cool seperti tadi.
Hey! Apa yang ku pikirkan!?
"Dasar pikun!" katanya mengataiku, dasar seenaknya saja mengatai orang!
"Oke kita kenalan lagi!" lelaki itu kemudian menjulurkan tangan besarnya ke arahku.
"Nama gue Dava, orang paling ganteng se-Athalia Angelic, dan ya, salah satu the most wanted boy selain Kevin Fernando Alinskie!" katanya angkuh dan mengatakan tiga kata terakhir dengan nada bosan.
Aku ragu-ragu membalasnya. Aku masih bingung siapa dia.
Dava mengerlingkan bola matanya malas ketika menyadari aku masih bingung.
"Gue Dava itu lho, yang waktu itu ketemu sama lu pas lu lagi olahraga bulutangkis sama Kevin," kata Dava gemas.
Setelah mendengar rentetan penjalasan darinya, aku membelalakan mata. Ternyata dugaanku hampir benar! Dia Dava waktu itu.
"Gua nggak bakalan lepasin Shasa gitu aja! Camkan itu Kevin!"
Aku samar-samar mengingat perkataannya saat pertemuan pertama kami, oh, First impression ku dengan dia sangat buruk, apa mungkin dia akan melakukan hal yang buruk lagi?
"Kenapa lu kayak ngehindar gitu ngeliat gua?" Dava bingung karena langkahku yang spontan mundur.
Aku hanya menggelengkan kepalaku, kemudian menunduk. Entahlah, aku merasakan tidak bisa melihat matanya secara langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...