Kamu bisa saja mencintaiku. Karena kau mempunyai hak untuk itu. Tetapi, aku juga bisa tidak membalas cintamu itu, karena, aku juga punya hak untuk itu.
-- Kevin Fernando Alisnkie
*****
"Mau gue nyanyiin sekarang?" Kevin menyunggingkan senyuman khas yang manis yang ia punya untuk kesekian kalinya.
Aku rasa aku akan mati karena terkena penyakit diabetes jika Kevin menyunggingkan senyumnya lagi secara terus-menerus.
"Nggak usah," aku menggeleng pelan kemudian membalas senyumannya yang memabukan.
"Kenapa?" Kevin menaikkan alisnya seperti bingung dengan jawaban apa yang baru saja aku ucapkan.
"Kamu ingin orang yang akan bersamamu nanti kan yang akan kamu nyanyikan lagu Marry your daughter itu?" Kevin mengangguk mantap dengan pertanyaan ku.
"Bagus, jadi kamu harus nyanyikan lagu itu ke masa depanmu saja. Jangan aku," aku tersenyum mantap kepada Kevin.
"Tapi aku maunya kamu," Kevin memberikanku tatapan yang susah untuk diartikan.
Pandangan kami saling mengunci satu sama lain, berusaha menerobos apa arti dari tatapan masing-masing. Entah ada apa di dalam mata Kevin, aku seperti merasakan ada hal yang menarikku untuk masuk ke dalamnya. Sama hal-nya dengan Kevin, ia melihatku lamat-lamat. Seperti mencoba tetap menjaga mataku agar melihat kedalam matanya lebih dalam lagi.
"Astaga! Kalian ngapain liat-liatan begitu!? Inget, kalian belum mukhrim adik-adikku yang manis," tiba-tiba saja suara sang pengganggu datang dengan mencoba meleraikan pandangan kami.
Aku menyudahi tatapan kami, kemudian bergerak gelisah menyadari apa yang aku lakukan barusan, intinya aku bingung harus berbuat apa, ada firasat tidak enak karena terus memandangi Kevin, tetapi disana juga ada perasaan senang yang menggeliat.
"Nih Vin, gue bawain obat buat berhenti BAB. Diminum ya, jangan sampai nggak!" suruh Bang Revo diiringi menjulurkan obat yang baru saja ia beli diluar.
"Beli kah?" Kevin menyunggingkan senyum miringnya mencoba menggoda Bang Revo.
"Nggak. Mulung gue! Ya beli lah!" Bang Revo mengumpat dalam hati.
"Yaudah sih, ngegas aja," Kevin dan aku tertawa bersamaan.
"Ketawa aja terus sampe kalian pacaran!" sontak aku dan Kevin berhenti untuk tertawa, dinggantikan dengan Bang Revo yang tertawa dengan heboh.
"Eh, kalian udah ngapain aja tadi?" Bang Revo memicingkan matanya seolah polisi yang sedang mengintrogasi tersangkanya.
"Masya Allah bang! Kita nggak ngelakuin macem-macem kok sumpah dah! Kalau nggak percaya, tanya aja deh sama saksi-saksi!" Kevin mengacungkan jari tengah dan telunjuknya diiringi mukanya yang serius. Dan tentunya sama seperti aku yang mengangguk-nganggukkan kepala mengiyakan ucapan Kevin.
"Saksi? Saksi siapa?" Bang Revo terheran-heran.
"Meja, kursi, tv, lampu, trus apa lagi ya.. Oh ya baju," Kevin seolah berpikir kemudian cengengesan sendiri.
Bang Revo mencemberutkan wajahnya tidak puas dengan jawaban Kevin yang garing kriuk kress tersebut. Aku saja sampai kehabisan kata-kata dengan lelucon Kevin yang receh tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Teen FictionBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...