"Kamu tahu? Bahkan jikalau aku ingin melihat matamu saja, aku harus menguatkan diri beribu-ribu kali dahulu.
Karena mata adalah tempat berkembangnya cinta. Dan aku tidak mau membuat kesalahan sedikitpun disana."Aku mengayunkan kaki jenjangku di anak tangga rumah untuk ke arah kamar yang sudah menungguku untuk berbaring sekaligus menghilangkan penat setelah padatnya waktu untuk bersekolah. Seperti biasanya, rumahku sepi seperti tidak berpenghuni, Papa dan Mama pastinya sedang kerja, sementara Bang Revo pasti sibuk berkuliah.
Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, aku mengernyit sebentar, aku mengira kalau sekarang masih jam lima sore, ternyata tidak. Dan tidak butuh waktu lama lagi, aku pun buru-buru untuk membersihkan badanku yang sudah terasa lengket ini.
Setelah selesai bercengkrama dari air dingin yang mengguyurku barusan, aku pun keluar dengan handuk yang meliliti badanku dan handuk satu lagi dililit di atas kepala. Sehabis memilih-milih baju yang bagus untuk aku kenakan, aku pun memakai baju lengan pendek bewarna pink muda, serta celana santai sepaha. Selesai bercengkrama dengan baju serta celana, aku pun duduk di meja rias kemudian bercermin, seraya menyisir rambut dan memakai lip-tint sedikit untuk melembapkan.
"Yo wes ben duwe bojo sing galak yo wes ben sing omongane sengak
seneng nggawe aku susah
Nangging aku wegah pisah"Jantungku hampir saja menyelos mendengar suara sumbang yang tiba-tiba terdengar di pendengaran ku, setelah mengontrol detak jantungku lagi, aku langsung membayangkan wajah orang yang bernyanyi tadi, rasanya aku ingin mencakarnya karena sudah mengagetkanku. Coba saja dia bukan abangku, mungkin dia sudah habis aku seruduki.
"BERISIK WOYY!!!" Aku menjerit sekuat-kuatnya untuk menghentikan suara sumbang Bang Revo yang memekakan telinga itu.
"APAAN SIH? KALO SUKA BILANG AJA DEH!" aku membulatkan mata lebar-lebar ketika mendengar suara kepedean dari Bang Revo.
"NAJIS!"
"KAYAK BISA NYANYI AJA LU!"
"AKU MAH EMANG BISA NYANYI!"
"COBA NYANYI!" Bang Revo menantang.
"BAYAR!" Aku medelikkan mataku lelah untuk berteriak. Dikira rumah ini hutan, bisa sembarangan berteriak.
Aku melihat penampilanku di depan cermin, kemudian sentuhan terakhir, aku mengikat rambut ku menjadi satu seperti kuda. Aku tersenyum, kurasa ini sudah cukup, sekarang waktunya untuk kebawah dan menonton kartun dari kaset Bang Revo.
Setelah sampai didepan televisi, aku pun mencari-cari kaset kartun yang menceritakan sponge kuning yang terkadang ada otaknya, terkadang tidak ada sama sekali. Aku berdecih kesal, kenapa kartun kesukaanku itu tidak terlihat disini.
"Nyari apa?" Bang Revo mengagetkanku dengan suara baritonnya yang tiba-tiba.
"Nyari jodoh!" selakku.
"Oh, kirain nyari pokemon," ujar Bang Revo santai sekaligus sok serius.
"Aku nyari kaset, dimana kartun bintang laut merah mudanya!?" decakku tidak tahan lagi dengan abang idiot ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusion
Fiksi RemajaBagiku ilusi adalah hal yang tak bisa kumiliki, dan bagian dari ilusi itu adalah harapan dan kamu. - Marsha Agnessia Aurellia. Maafkan aku yang tak bisa menjadi orang yang kamu mau, tetapi, sekarang aku telah percaya kalau penyesalan selalu datang t...