Prolog

182K 9.8K 553
                                    

Zaman yang kalian sebut sebagai "masa depan" itu telah lama berlalu dan kini telah disebut sebagai "masa lalu" yang hanya bisa dikenang oleh kami seperti orang-orang "masa depan" yang mengenang kalian.

Teknologi semakin menggila. Ilmu pengetahuan berkembang pesat, membuatku sempat memikirkan bumi akan memasuki zaman "kehancuran dunia".

Semua berawal dari ayahku yang memasukkanku ke sekolah yang khusus melatih para muridnya untuk menjadi seorang agent. Awalnya aku hanya mengiyakan permintaan Ayahku karena tidak merasa keberatan dengan hal itu.

Lalu ... Mimpi burukku akan pembayangan 'zaman kehancuran' itu perlahan menjadi nyata. Aku tidak tahu, siapa orang yang mengabulkan prediksi konyol yang tercipta di pikiran liarku saat itu.

Tapi ini sungguh gila.

Kebetulan sekali, aku telah sedikit terlatih saat itu. Setelah dipikir-pikir, menjalani latihan keras di akademi ini membuatku  cukup siap menghadapi kerasnya dunia dan hal-hal buruk yang menunggu di depan sana.

Maksudku, hei, kiamat ini terjadi tepat ketika aku telah menjalani berbagai pelatihan keras ala dunia kemiliteran.

Apa ini kebetulan?

Apa Ayahku juga sempat berpikir akan kehancuran itu sehingga sengaja memasukkanku di akademi ini?

Masalah semakin bertambah rumit begitu aku mengetahui siapa penyebab zaman "Kehancuran Dunia" itu bermula. Bumi tidak dihancurkan sekaligus disaat bersamaan.

Semuanya dihancurkan secara pelan-pelan, satu persatu bagian dari bumi kena sampai membuat semua orang berpikir tidak ada tempat yang benar-benar utuh saat itu.

Semua ini dimulai dari...,

***

"Kau sudah lulus sekolah menengah pertama. Sudah memilih akan lanjut di mana?" Pertanyaan Ayah memecah keheningan di antara kami.

"Entahlah. Aku tidak tahu. Urusan sekolah terserah Ayah saja," jawabku tidak terlalu peduli sambil memotong steak-ku.

Ayahku seorang tentara, dan pastinya selalu tegas dan disiplin. Bersinggungan denganku yang... aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Tak jarang ia memberiku latihan dadakan layaknya seorang prajurit seolah ia ingin aku merasakan apa yang ia alami selama memasuki dunia militer.

Sebagai seorang Ibu (yang pengertian pada anaknya yang payah ini), tentu saja Ibuku tidak senang dengan tekanan yang Ayah berikan padaku. Aku ini perempuan, tentunya lebih identik ke hal-hal yang berhubungan dengan dapur (walau aku pernah nyaris membakar meja bar) alih-alih militer.

Tapi aku memaklumi jiwa tentara Ayahku itu, lagipula aku sudah biasa.

"Bagaimana dengan Fire Wings Academy?" tawar Ayahku. Tersirat nada seolah berharap aku mengiyakan tawaran itu.

Aku pernah mendengar tentang sekolah itu, tapi tidak tahu persis bagaimana. Entah kenapa dulu banyak temanku yang mau masuk di sana. Aku selalu berpikir jika yang menarik hanya namanya saja.

"Fire Wings?" 

"Itu akademi yang melatih para muridnya untuk menjadi seorang agent," jelas Ayahku membuatku meringis dalam hati mendengar kata 'melatih' dalam ucapannya. Sepertinya Ayah berambisi sekali menjadikanku seperti dirinya.

"Agent? Aku... tidak mengerti," ujarku sambil mengambil gelas lalu meminumnya berharap gesturku tampak tidak tertarik dengan pembahasan ini.

"Kau akan dilatih secara militer disana."

Sontak aku tersedak mendengarnya. Ugh, militer lagi.


















**TBC**

Ini baru prolog, awal dari cerita ini hehe.. Keep reading okay? Dan jangan lupa Vote dan Comment kalian.

Salam

Sabina Rachelia

Little AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang