Out of Blue *28

24K 2.9K 141
                                        

Aaron menyeringai kecil. Di tangannya terdapat sebuah belati dengan lumuran darah begitupula jaket dan sarung tangannya. Jujur, dia membuatku semakin takut.

"Aku merindukanmu. Kau tidak merindukanku? Ayo sini beri aku pelukan." Aaron berjalan mendekat sambil merentangkan tangannya.

"Jangan mendekat!" aku menatapnya tajam sambil menarik anak panahku di busur agak lebih kencang. Sial, di mana Stella dan Zi?! Apa mereka masih belum bertemu dengan hantu?!

"Oke, oke. Sepertinya hanya aku yang merindukanmu." Aaron berhenti sambil mengangkat tangannya tanda menyerah. Aku menautkan alis dan semakin waswas.

"Jatuhkan senjatamu," ujarku dingin. Aaron menatapku datar kemudian melempar belatinya ke samping. Bagus. Aku sedikit menegakkan punggung dan mulai menurunkan busur dan anak panahku perlahan.

"Ada apa?" tanyaku masih menatapnya tajam.

"Antivirus. Di mana benda itu?" tanya Aaron dengan nada tenang sementara aku menegang kemudian menelan saliva gugup. Sudah kuduga ia akan menyinggung hal ini.

"Antivirus? Apa yang kau bicarakan?" aku mengerutkan dahi berpura-pura tidak mengerti. Rasanya jantungku akan meledak karena kembali melihat lelaki ini. Entahlah, aku kenal betul dengan Aaron.

Perasaanku tidak enak. Aku... merasa tidak akan keluar dari sini dengan aman. Tidak peduli berapa banyak senjata yang ada di tanganku, Aaron tahu jika aku tidak akan berani mencobanya pada manusia.

Tapi kalau ia mengincar Antivirus sekarang, aku tidak perlu khawatir sepenuhnya karena kalung yang aku pakai sekarang hanyalah replika yang dicetak oleh Mrs. Anne sebelum keluar markas tadi pagi. Yang asli aku simpan di kamarku, dan hanya Claire dan aku yang tahu letaknya.

"Vale, Vale, Vale..." Aaron menggelengkan kepalanya prihatin sambil berjalan mengelilingiku perlahan. Aku terus berputar menghadapnya sambil mengarahkan ujung anak panahku padanya.

Kalau aku tidak kembali ke markas hari ini, aku hanya ingin mengucapkan selamat kepada Stella dan Zi yang mungkin sudah menemukan hantu di toilet lantai tiga. Oke, itu konyol.

"Jangan mengira aku bodoh. Pengumuman itu sudah cukup jelas. Aku yakin, benda itu sekarang ada di tanganmu."

Cih, kalau aku tahu akan begini, pasti aku sudah meminta untuk merahasiakan identitasku dan keluargaku saat pengumuman Antivirus. Pengumuman ini pasti bukan hanya di markas saja, tapi di kamp perlindungan atau lebih parahnya berita TV.

Jelas aku tidak bisa menipu Aaron sekarang.

"Aku tidak membawanya," jawabku pelan. Tanganku terasa gatal untuk segera melepaskan anak panahku.

Aaron berhenti mengelilingiku kemudian menoleh menatapku sambil menaikkan sebelah alisnya seolah berkata oh-ya?

"Ayolah Vale. Aku membutuhkan benda itu sekarang juga," ucapnya penuh penekanan di bagian akhir. Aaron mendekatiku perlahan walau aku sudah memperingatinya. Panik, aku segera mengganti senjataku dengan pistol dengan cepat.

Langkahnya terhenti kemudian ia berdengus geli dan terkekeh. "Panah, pistol... tidak ada bedanya," gumamnya.

"Keluar!" teriak Aaron membuatku tersentak sekaligus bingung. Aku refleks berbalik ke dan panik bukan main saat melihat ada sekitar sepuluh orang asing berpakaian hitam dan tertutup sudah masuk ke tok ini. Berdiri tepat di belakangku.

Sial! Aku tidak akan aman!

Aku berbalik cepat ke arah Aaron, tanpa pikir panjang dan mengunci lehernya dari belakang kuat-kuat. Tanganku yang memegang pistol bergetar kemudian menempelkan ujungnya di kepala Aaron. Tapi jariku sama sekali tidak menempel pada pelatuknya.

Little AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang