The Truth *33

21.7K 2.7K 57
                                        

Kami berempat turun dalam keadaan mabuk darat akibat Mia terpaksa mempercepat perjalanan. Huft, dia pasti akan jadi pembalap kelas dunia di masa depan. Serius, aku bahkan tidak sempat bingung sejak kapan dia bisa mengemudi saking paniknya tadi. Kau tidak akan mengerti bagaimana hebohnya Ashley selama perjalanan.

Dia terus mengumpat dalam keadaan pusing, membuat kami yang mendengar hanya akan bertambah parah.

Aku langsung terduduk lemas di sofa ruang tamu sambil mengatur napas sebaik mungkin. Kulirik Dash yang sama sekali tidak tertarik menyapa atau sekedar bertanya apa yang terjadi dengan kami. Seperti kata Ashley: dia hanya mau makan PS.

Seketika kebingunganku akan ketidakhadiran Dash di mobil tadi menghilang. Aku melirik heran ke arah tangan Dash yang memegang stik baru (lagi) dengan model yang berbeda. Rasanya tidak cocok dibilang stik karena lebih mirip sarung tangan hitam dengan berbagai tombol tipis kecil di sisi bagian jari telunjuknya. Di bagian ujung jari juga terdapat tombol yang menyala-nyala, membuat tangan Dash seperti tangan Terminator.

Aku pernah bertanya kenapa ia tidak menggunakan VR ketika bermain. Katanya, "Aku hanya akan menggunakannya jika bermain dengan Ashley atau orang lain. Pokoknya jika tidak sedang bermain sendiri."

"Hhh... Fire Wings... Haah, berhutang padaku," gumam Xander sambil membuka mantelnya dan menjatuhkan badannya ke sofa panjang di seberangku. Badannya tidak bergerak kecuali akibat napasnya karena terlalu lelah. Xander bukan orang yang sangat aktif, tapi melihatnya selelah ini adalah pemandangan yang jarang. Maksudku... untuk ukuran orang malas-semi-rajin alias sedang sepertinya, sulitnya melihatnya bekerja keras dan terkadang Xander terlalu sering bercanda.

"Yah... Fire Wings berhutang padamu. Karena itu... kau secara terhormat diundang kembali ke sana," balasku masih kesulitan bernapas. Rasanya di setiap tarikan napasku terasa berat.

"Huh, hadiah balas budi yang tidak menarik," gumamnya sambil menutup wajahnya dengan mantel.

"Itu lumayan, lagipula ada Claire di sana." Baiklah, maafkan aku Claire terlalu sering membawa-bawa namamu.

"Itu yang Light ucapkan padaku tadi. Yang lain juga banyak yang memintaku untuk kembali ke Fire Wings," sahut Xander dengan pandangan nyaris tertutup ke arah TV yang kini sedang dijajah Dash karena bermain PS. Ucapannya barusan membuatku berpikir jika banyak orang yang sudah tahu jika Xander menyukai Claire. Dan... memangnya Claire tidak tahu?

"Kau keluar hanya karena lelah," cibirku sambil melepas mantel dan menyembunyikan submachine gun yang belum kupakai di dalamnya.

"Setidaknya aku keluar saat misiku sudah selesai. Lagipula alasanku tidak seringan itu." Xander melirik Mia yang sedang mengambil kotak P3K, lalu melirik Ashley yang masih mengumpat sambil berjalan ke dapur. Kemudian Dash yang sulit keluar dari dunianya sendiri, lalu foto keluarganya.

Sebagai anak laki-laki yang tertua, ia pasti merasa bertanggung jawab untuk menjaga keluarganya. Apalagi Paman--Ayah mereka--terkadang tidak selalu berada di rumah. Ditambah lagi si kembar kadang kurang terkendali dan membuat bibi kerepotan mengurus keduanya.

Aku berusaha tidak tersenyum kecut, mengetahui diriku sendiri adalah anak tunggal dan tidak mempunyai saudara yang benar-benar berasal dari kedua orangtuaku.

"Apa yang kau pikirkan? Sudah kubilang kau bagian dari keluarga ini. Aku juga menganggapmu adikku." Ucapan Xander membuatku terbangun dan menarik diri ke dunia nyata.
"Aku tahu, aku tahu. Aku juga menganggapmu kakak, karena itu lain kali bayar cinnamon roll-ku tanpa imbalan," balasku mencairkan suasana. Tanpa sebab, Xander tiba-tiba berganti posisi menjadi duduk dan mengambil ponselnya secepat kilat.

Little AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang