Setelah dibujuk oleh ayah untuk kembali ke akademi, akhirnya dengan berat hati aku menurut. Baiklah, tiga hari memang sudah cukup bagiku. Lagipula aku tidak terbiasa bolos.
"Kalau ada perlu sesuatu, datang saja ke mari." bibi tersenyum padaku sambil mengelus puncak kepalaku dengan lembut. Aku mengangguk pelan lalu menatap ke luar pintu kamar.
"Aku ingin bertemu dengan yang lain sebelum ayah sampai," ujarku dan dibalas anggukan oleh bibi. Aku keluar kamar dengan pakaian Mia beserta ransel hitam yang berisi buku harian ibu, dan beberapa barang pribadiku yang lain. Rencananya aku ingin kembali ke rumah terlebih dahulu untuk mengambil data tentang Antivirus di ruang bawah tanah. Entah itu milik ibu atau milik bibi.
Sepertinya aku memerlukan semuanya.
Begitu aku turun dari tangga, Xander, Mia, Ashley dan Dash sudah ada di ruang keluarga tampak berbincang sambil memakan cemilan. Mereka berempat menoleh ke arahku bahkan sebelum aku menyapa mereka.
"Hei, Vale!" sapa Mia membuatku melangkah mendekat ke arahnya.
"Sudah mau pergi?" tanya Xander.
"Ya, sebentar lagi," jawabku sambil mengedikkan bahu dan melihat penampilanku sendiri. Baju lengan panjang berwarna putih dan rok di atas lutut berwarna merah hati. Tidak ada yang lain, isi lemari Mia rok semua. Sebenarnya aku sendiri tidak suka pakai rok, tapi apa daya, yang penting ada sesuatu yang aku pakai.
"Mau aku antar? Ayah pergi ke luar, tapi dia tidak pakai mobil hari ini," tanya Xander lagi.
"Tidak perlu, ayahku sendiri yang akan menjemputku," jawabku cepat. Sudah cukup aku merepotkan keluarga ini sampai tiga hari. Keempat bersaudara itu mengangguk dan aku meletakkan ranselku--ralat, sebenarnya ini ransel Xander--di sofa.
Kalau kau mengerti betul kepribadian mereka semua, akan sangat kentara jika ransel ini milik Xander. Mia yang feminin, tidak mungkin memiliki ransel hitam seperti ini. Ashley hampir selalu merusak barangnya sendiri, jadi tidak mungkin ransel ini miliknya karena keadaannya masih sangat baik. Dash? Dia malas menjaga barang, jadi jika ini miliknya sudah pasti akan berdebu.
"Hei, mana Pin keberuntunganku?" tanya Mia sambil memperhatikan kerah seragamku.
"Huh?" aku mengernyit tak mengerti. Tiba-tiba terdengar suara kikikan halus dari Ashley membuat kami sontak menatapnya datar. Pasti ulahnya.
"Ash!" sahut Mia geram.
"Maaf," ujarnya sambil tertawa keras. Aku tidak tahu apa yang ia lakukan pada Pin Mia, yang jelas itu pasti sudah tidak utuh.
"Kau bisa ambil punyaku. Ada di kamar," ucap Xander santai sambil tetap menonton acara kartun siang hari.
Mia memasang wajah masam yang tidak dibuat-buat. "Aku tidak mungkin masuk ke kamarmu," ucapnya sambil duduk bersandar di sebelahku. Saking femininnya, ia malas masuk ke kamar Xander atau Dash yang bahkan saudaranya sendiri. Ngomong-ngomong, mereka memang punya Pin 'keberuntungan'. Sebenarnya itu lebih pantas disebut Pin keluarga karena sengaja dibuat mirip, dan Pin mereka sangat cantik dan elegan. Aku ragu punya Ashley dan Dash masih baik-baik saja.
Aku juga punya Pin keluarga seperti itu, hanya aku, ibu dan ayah yang punya. Tapi sudah lama hilang, saat ibu menyarankan untuk membuat Pin dengan model baru, ayah menolak dan mengatakan: "Yang penting itu kalian. Bukan Pinnya." Fakta bahwa aku masih mengingat ucapan ayah membuatku merasa lucu.
Xander berdecak lalu bangkit dari duduknya.
"Langsung berikan pada Vale saja!" ucapnya membuatku sontak menatapnya horror.
"Tentu saja, kau kan sudah bagian dari keluarga ini," tambah Mia seolah membaca pikiranku. Ucapannya sejujurnya membuatku terharu.
"Sini." Xander menatapku sambil mengedikkan dagu ke arah kamarnya. Aku mengikutinya dari belakang tanpa ragu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Little Agent
Bilim KurguBerawal dari ayahku yang memasukkan ku ke sekolah khusus yang mengajarkan murid nya untuk menjadi seorang agent. Mendapatkan misi pertamaku yang tergolong ringan. Sampai suatu saat krisis melanda karena sebuah organisasi gelap melancarkan aksi Biot...