Kadang ... aku selalu bertanya-tanya.
Sebenarnya berapa persen tingkat kebodohanku?
Aku berpura-pura batuk dan langsung berjalan mundur perlahan dari elevator paling kiri di sini saat seseorang melihatku dengan tatapan aneh. Mataku langsung mengarah ke arah lain, menatap lantai-lantai atas yang strukturnya sangat futuristik. Mansion ini seperti tabung yang tinggi, di bagian jembatan penghubung tengah ruangan di setiap lantai, seseorang bisa melihat ruangan atas dan bawah dengan jelas.
Err, tunggu. Ini bukan waktunya mengagumi bentuk mansion ini.
"Untuk apa kau masuk ke sana? Sudah tidak berfungsi." Lelaki itu bertanya heran, terlihat ia tidak langsung memasuki elevator paling tengah di bagian sana karena terlanjur melihatku.
"Uh? A-aku?" Aku segera berdeham pelan mendapati cara bicaraku yang kentara sedang gugup. "Aku tidak berencana masuk ke sana, aku hanya memeriksanya karena tadi ada sesuatu seperti tikus yang masuk." Mataku melirik ke dalam elevator yang sama sekali tidak ada apa-apa di sana, benar-benar bersih malah. Sudah kubilang, kemampuan berbohong dan aktingku sangat buruk.
Lelaki tersebut menatapku datar seolah membaca kebohonganku dengan jelas kemudian mengedikan kepalanya ke arah elevator di depannya. Kau memintaku masuk? Ugh, tapi itu di luar rencana. Baiklah, Ethan. Maaf karena telah merusak rencana dan membuat usahamu memperbaiki elevator rusak di sini jadi tidak berguna.
Tapi bukan itu tujuan utamanya, jadi pasti tidak masalah. Yang penting aku bisa menyelamatkan murid yang diculik, mencuri Antivirus, dan menemuinya di pintu darurat lantai dasar.
Aku segera masuk ke elevator bagian tengah dengan gerakan kikuk karena sepatu hak tinggi ini kemudian lelaki tersebut menyusul masuk ke dalam. Ada bau tanda-tanda bahaya di sini. Ini bahaya ... dan kenapa aku baru menyesal sekarang?
"Kau mau ke lantai mana?" tanyanya begitu layar hologram muncul di hadapannya, di posisi nyamannya untuk menekan semua tombol di sana.
"Aku mau ke lantai 50." Ini sedikit aksen Inggris, sudah sejak tadi kugunakan.
"Aksenmu berbeda dan juga aku tidak pernah melihatmu," katanya sambil menekan tombol 50 dan menatapku agak mengimintidasi. Aku meneguk saliva dan memain-mainkan salah satu tabung bius di belakang tubuhku tanpa alasan. Elevator mulai naik dan aku sempat terkesiap beberapa detik menatap ke bagian luar, lantai-lantai di mansion ini.
"Aku eksekutor baru," jawabku masih dalam aksen Inggris yang buruk. Tanganku mulai memilih memainkan pistol di tangan berusaha santai agar gaya ala pembunuh bayaran lebih menjanjikan.
"Eksekutor baru?" Keningnya berkerut samar. "Siapa namamu? Kapan kau direkrut?"
Memangnya kau harus tahu?
"Claire, sekitar ... satu minggu yang lalu." Claire aku pinjam namamu, ya? Hanya nama Claire yang menurutku cocok untuk penampilanku sekarang. Aku sudah membilas daerah bagian kulitku yang terbuka tadi dan rambutku langsung kuikat tinggi dengan menggunakan segel tabung bius yang terbuat dari karet. "Dulunya aku pembunuh bayaran," sambungku, kali ini dengan gaya pongah sambil melempar pistol dan memutarnya sok keren. Pembunuh bayaran apanya? Nonton serial psychological thriller saja sudah merasa diteror dari dalam.
Trak!
Malah jatuh ... Itu di luar ekspetasi. Aku segera memungutnya cepat-cepat dan dapat kudengar dengusan yang sangat jelas dari lelaki di depanku ini. Iya, aku tahu aku payah. Tidak perlu berkomentar jika itu niatnya.
"Kenapa kau ke lantai 50?" tanyanya sementara elevator masih berada di sekitaran lantai 30 saat ini. Lambat, ini sungguh membuang waktuku. Siapa yang mengatur kecepatan elevator ini sebenarnya? Elevator ini lebih cocok untuk dinaiki lansia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Little Agent
Fiksi IlmiahBerawal dari ayahku yang memasukkan ku ke sekolah khusus yang mengajarkan murid nya untuk menjadi seorang agent. Mendapatkan misi pertamaku yang tergolong ringan. Sampai suatu saat krisis melanda karena sebuah organisasi gelap melancarkan aksi Biot...