Kedekatan

6K 439 50
                                    

Tubuh Wei berangsur-angsur lemas, meredupkan penglihatannya. Bibir pucatnya terbuka mengeluarkan kata-kata.

"Kakak ini salahku..."

Azusa menatap Wei khawatir.

"Akibat kecemburuan dan kesombonganku, bahkan kakak menerima imbasnya," nafas Wei kian tercekat.

Azusa mengangkat tangan dan membelai rambut Wei lembut. "Wei, ini semua sudah berlalu jadi tenangkan dirimu. Jika kau sudah menyadarinya...kau hanya perlu merubah sikapmu."

Wei mengangguk, menorehkan sedikit senyum di bibirnya. "Kakak aku akan mengubah sikapku, bahkan aku berpikir ini semua adalah sebuah takdir, jika saja saat itu putri Yui tidak mengajariku mungkin aku akan tetap seperti dulu."

Mata Azusa terbuka lebar.

"Untuk beberapa alasan, aku banyak mengucapkan terima kasih padamu Yui," batinnya.

¤¤¤☆¤¤¤

Yui tidak memperdulikan perkataan Ruki dan langsung berjalan kembali memasuki rumah.

"Yu'e, yha nama yang bagus," gumam Ruki.

Matahari mulai terbit, bunga-bunga mulai mekar. 9 tubuh kecil mulai terbangun dari mimpi.

"Emhhh, pagi ini begitu dingin," ucap Akyo.

"Benar, tidak seperti biasanya," ucap Seiji.

"Apa mungkin...."

Seluruh mata tertuju ke arah Xiu, Xiu mendengus kesal.

"Kenapa jika keadaan menjadi dingin kalian menyalahkanku!"

Semua tertawa.

"Tidak Xiu, kami hanya bercanda," ucap Jia.

Pipi Xiu mengembung dan wajahnya merah seperti tomat, ia lalu berdiri dan berlari sembari berkata.

"Yang mandi terakhir akan mendapat roti gosong," ucap Xiu disela-sela larinya.

Mendengar itu semuanya langsung berdiri, mengambil kain lalu bergegas mengejar Xiu.

"Tak kusangka Xiu sudah semakin curang," ucap Hao.

"Sudahlah, ayo cepat aku tidak mau mendapat roti gosong," ucap Shu.

Kaki-kaki mungil mereka mulia berlari semakin cepat.

Di sisi lain...

"Sebaiknya aku mandi sekarang," ucap Ruki sembari membawa kain.

"Tuan, apakah anda akan memakai pakaian itu lagi?"

Ruki menoleh ke arah sumber suara, sedikit terkejut melihat Yui sedang menjahit.

"Emhh itu.."

"Pakai ini saja, aku akan mencuci pakaian yang anda pakai."

Ruki mengangguk, dan menerima kimono sederhana dengan jahitan rapi disetiap sisi.

"Jahitan anda sangat rapi dan indah nona."

Sudut bibir Yui terangkat, menunjukkan sedikit senyum yang terlihat manis.

"Entah kenapa, meski kau memakai cadar senyummu membuatku teringat dengan orang yang sangat kucintai 'Yui'," batin Ruki.

"Sebaiknya anda segera mandi, sebelum anak-anak bangun dan menguasai tempat untuk mandi."

"Ah baiklah, sekali lagi terima kasih untuk pakaiannya nona Yu'e."

Mata Yui terbuka lebar, dan menatap punggung Ruki yang semakin menjauh.

"Ruki, aku begitu merindukan saat-saat dimana kalian memanggil namaku."

Di tempat mandi...

"Aku setelah Xiu!", teriak Rui.

"Ah..Rui kau curang," ucap Shu.

Kini semua telah berbaris menunggu giliran mereka untuk mandi, dibaris paling akhir wajah Jia penuh dengan emosi.

"Sabar saja," ucap Shi.

"Benar Jia...."

Jia menoleh ke arah Seiji.

"Jiaaahahahahahahahahahahahahaha," ucap Seiji melanjutkan perkataannya.

Semua tertawa terbahak-bahak. Wajah Jia semakin menggelap.

Di sisi lain

Ruki terkejut melihat pemandangan barisan di depan tempat mandi.

"Jadi ini yang dikatakan Yu'e, 'sebaiknya anda segera mandi, sebelum anak-anak bangun dan menguasai tempat mandi'." Ruki tertawa.

Anak-anak Yui langsung menoleh ke arah Ruki.

"Ah, maafkan paman mengganggu kalian," ucap Ruki.

Keadaan hening beberapa detik.

Jia berlari ke arah Ruki.

"Terima kasih ayah, berkat ayah aku tidak jadi makan roti gosong," ucap Jia gembira.

Deg!

"Ayah..?"

"Bukankah kami bilang kemarin, anggap kami sebagai anak jadi kami memanggil paman 'ayah'."

"Baiklah, tapi ayah belum tau maksud dari 'roti gosong'?"

"Begini ayah, kami punya peraturan disini jika yang terakhir mandi akan makan roti gosong untuk makan pagi," jelas Akyo.

"Ayah bukan yang terakhir."

"Tapi ayah kan berada di baris paling akhir."

Ruki tertawa beberapa saat sebelum menunjuk subaru yang baru saja datang. "Masih ada dia."

Subaru tertegun ketika jari Ruki menunjuknya. "Ada apa?"

Semua saling berpandangan, lalu menahan tawa Ruki mendekati Subaru dan menepuk-nepuk pundaknya. "Subaru kuharap kau tabah memakan roti gosong."

"hn..?", Subaru masih belum menyadari keadaannya. Seiji berjalan dengan tenang mendekati Subaru dan mengatakan. "Ayah, terkadang hidup itu sulit jadi ayah harus kuat."

"Ayah kami punya peraturan disini, siapa yang mandi terakhir akan makan roti gosong untuk sarapan," ucap Shu.

Subaru diam sejenak masih mencerna perkataan Shu, sebelum ia melebarkan mata.

"Hah!"

Semua tertawa terbahak-bahak.

¤¤¤☆¤¤¤

Keadaan sunyi di ruangan, meja bundar berada di tengah-tengah.

"Ekhm."

Semua tersentak.

"Apakah kita akan terus seperti ini?"
.


.
.
.
Maaf...telat update kemarin..😱dan sekarang malah update sedikit😢mungkin kalian agak kecewa...jadi mohon maaf yha..lain kali gak bakal telat lagi ok😆

Xiao Yui Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang