Siapa Namamu Ning?(2)

7K 306 10
                                    

"Abah memberitahuku ketika kamu ke rumah saat mau mondok dulu."


"Iyakah? Aku kok nggak lihat kamu ya Ning?"

"Kamu aja yang pelupa!" jawabnya singkat.

Rasa seganku semakin sirna.

"Mungkin kamu saja yang terlalu cerdas Ning, mengingat setiap apa yang kamu lihat."

"Sebenarnya aku pelupa juga. Tapi karena kamu melakukan kesalahan, aku tidak bisa melupakanmu begitu saja."

"Apa kesalahanku??" tanyaku penasaran.

"Kamu tak merasa bersalah?" jawabnya.

"Bukan begitu Ning. Justru karena banyaknya kesalahanku, makanya aku tidak bisa mengingatnya satu- persatu," sahutku sambil menggenjot pedal. Tiba-tiba ada suara klakson dari belakang yang menyentak kami. Rupanya kami terlalu jauh larut dalam berbicara. Laju sepedaku melambat karena sebentar-sebentar aku menoleh ke belakang untuk mendengarkan ucapan ning itu. Dan berjejal-jejal motor di belakang yang memburu waktu itu tak sabar menunggu jalan kami.

"Baiklah, kesalahanmu adalah menghabiskan jajan kesukaanku," timpal gadis itu setelah agak lama terdiam.

"Jajan yang mana?" aku kembali bertanya dengan rasa malu yang datang tiba-tiba. Aku memang benar-benar lupa. Sudah berkali-kali aku datang ke rumahnya. Tentu saja tidak semua jajan yang kumakan bisa kuingat.

"Kamu memang pelupa!"

"Kamu belum menjawab pertanyaanku!"

"Apa kamu mau mengganti jajan itu jika aku mengingatkannya?" sahutnya lantang. Aku sedikit tersentak mendengar pertanyaan itu.

"Mengapa tidak?" jawabku setengah hati. Aku tak tahu kue apa saja yang harus kuganti. Mungkin harganya mahal, padahal uang saku yang diberikan orang tuaku tidak banyak. Tapi aku terlanjur menantangnya. Pantang bagiku menjilat ludahku sendiri.

Bukannya menjawab pertanyaanku, gadis itu malah terkial. Tawanya membuatku bingung dan sekaligus tersinggung. Namun jawaban-jawaban ketusnya telah menggodaku. Dan tawanya itu membuatku semakin penasaran. Seperti apa sebenarnya kepribadian putri guruku ini?

"Sudahlah. Tidak usah kamu pikirkan. Anggap saja aku numpang sepedamu ini sebagai penggantinya," sahutnya, seperti mengerti apa yang sedang aku pikirkan. Aku terdiam. Tidak tahu harus bilang apa.

''Kok diam? Sudah, lupakan saja jajan itu! Nanti kamu malah nabrak pohon kalau nggak konsentrasi!''

''Iya Ning!"

Aku kembali salah tingkah. Kami diam. Deru kendaraan yang beradu terdengar nyaring di telingaku.

"Ngomong-ngomong kamu siapa namanya Ning?"

''Kasih tau nggak ya?"

''Siapa namamu, Ning? Kamu sudah tahu namaku bukan?" tanyaku polos.

"Emangnya apa perlunya kamu tau namaku?" teriaknya.

"Bagaimana aku harus memanggil namamu misalnya nanti aku mau menawari ojekan gratis lagi?" tanyaku menggoda.

"Siapa juga yang mau ngojek kamu lagi?" jawabnya semakin ketus.

"Yakin nggak mau ngojek lagi?"

"Iyaaa!!"

"Nanti nggak berubah pikiran?"

''Haduuuh, maksa banget sih. Cari tahu sendiri aja sana. Kepo banget nih anak!" teriakannya semakin kenceng.

''Kok kapok Sih?'' gumamku bingung.

Bukannya menjawab pertanyaanku dia malah terpingkal-pingkal. Entah apa yang lucu dari ucapanku. Aku sedikit tersinggung.

''Sudah berapa tahun nggak bersihin kuping? Aku tadi ngomong kepo. Kamu nangkepnya malah kapok. Haduuuh,'' dia kembali terkekeh.

''Oo. Itu bahasa apa sih Ning?''

''Udah ah. Kuper banget kamu ini. Jangan tanya aku. Browsing aja di internet.''

''Kenapa harus browsing segala?''

''Ih!! Maksa terus dari tadi. Nggak usah, nanti kamu jadi naksir aku!!''

Gadis yang tak mau diketahui namanya itu tertawa lagi, membuatku merasa salah tingkah. Aku segera sadar diri bahwa ia adalah putri guruku. Dia orang yang harus kuhormati. Bukan tempatnya jika aku menggodanya.

Tak berapa lama kemudian kami sudah sampai di sekolah. Beberapa detik setelahnya bel tanda masuk berdering nyaring. Suara bel itu membuat kami ketakutan, apalagi bagi mereka yang belum memasuki gerbang sekolah. Sejumlah satpam telah siap mengamankan siapa saja yang datang terlambat. Dan untungnya gerbang keramat itu telah kami lewati. Sekilas aku menatap geli melihat beberapa siswa yang didamprat satpam.

Aku berhenti di dekat tempat parkir. Gadis itu turun.

''Kapan-kapan aku bareng lagi ya Cak. Berangkat sekolah bareng sampean ternyata asyik juga. He...hee," gadis itu kemudian berlalu meninggalkanku.

Aku sedang menatapnya ketika tiba-tiba ia menoleh ke arahku lagi. Belum aku sempat membalas ucapannya, dan dia sudah bersuara lagi, ''Eh Cak. Terima kasih ojekan gratisnya ya!!" katanya setengah berteriak. Kemudian gadis itu berlari menuju gerombolan teman-temannya.

Beberapa kejap kemudian gadis itu telah menghilang dari pandanganku. Tiba-tiba kulihat bayangnya saat kumenatap langit. Bahkan kulihat senyumnya di benakku saat kupejamkan mata. Namanya tetap menjadi misteri tak terungkap yang membuat perasaanku semakin penasaran. Siapa namamu Ning?


🤸🤸🤸

Bersambung

Silahkan komen🙇

Romantika Alfiyah Ibnu MalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang