Lupakanlah Aku(1)

5.1K 247 21
                                    


"Kamu suka padaku sejak pandangan pertama?" godaku. Pipi istriku memerah dengan senyum yang malu-malu. Tapi bukan istriku namanya kalau tak bisa mengelak tuduhanku.

"Pinter banget Mas memutar balikkan fakta ya! Yang ngirim surat pertama kali siapa hayo??" balasnya disertai deraian tawa.

Aku mencoba mengingat hari-hariku setelah peristiwa pagi hari dimana aku berangkat sekolah bersamanya, kala itu.

* * *

Rasa bersalah karena dituduh menghabiskan kue itu membuatku bekerja keras mencari informasi tentang Ning Fiya, iya, ternyata itulah panggilannya. Namanya kuketahui dari Cak Agus yang merupakan abdi ndalem beberapa hari kemudian.

Sebenarnya ketika pertama kali aku bertemu Cak Agus dia sudah bercerita sedikit tentang Ning Fiya, tapi dulu dia menceritakannya dengan nama Alfiyah. Dan ternyata mengetahui namanya saja belum cukup, yang lebih penting lagi dari itu adalah aku harus tahu juga makanan apa yang disukainya agar bisa mengganti makanan yang katanya kuhabiskan itu. Setelah berusaha keras macam wartawan; bertanya ke sana kemari, akhirnya aku mendapatkan info itu. Ketika kiriman uang dari orang tua datang aku membelikan sebungkus besar chocolatos, makanan kesukaan Ning Fiya. Dalam bungkusan itu aku selipkan secarik kertas.

Jika Chocolatos ini yang membuatmu mengingatku, sekarang sudah kukembalikan.
Kumohon lupakan aku, lupakanlah kesalahanku!

Aku memberikan makanan itu sepulang sekolah ketika kulihat dia dijemput Mbak Reni. Gadis itu memberiku ucapan terima kasih diiringi dengan senyum yang berhasil menggetarkan hatiku. Namun obrolan kami harus terhenti karena aku diusir Mbak Reni -santriwati penjemput Ning Fiya yang sekaligus jadi bodyguard-nya.

Merasa hutangku telah terlunasi bukannya membuatku tenang, hatiku malah semakin kusut. Sesuai dengan suratku, mungkin dia telah melupakan kesalahanku -atau bahkan telah melupakan namaku. Dan di sini, nama itu telah menyesaki kepalaku. Tidak saja merenggut uang sakuku, dia juga telah merenggut pikiranku.

Suatu saat aku sedang ngobrol bersama teman-teman sekamar. Rutinitas kami sehabis ngaji di Madrasah diniyah sore. Ngobrol tentang apa saja sekedar mengisi waktu menjelang petang datang. Ikhsan sedang bercerita tentang pesona pantai di kampung halamannya ketika tiba-tiba seorang anak kecil datang menghentikan obrolan kami. Dia adalah Gus Fariq putra bungsu Kyai Mursyid.

''Ayo Gus, sini bermain sama saya,'' suara Aldan membujuk Gus kecil itu untuk mendekat padanya.

''Nggak mau. Saya mau nyari Cak Malik,'' jawab Gus Fariq dengan nada manjanya.

''Ada apa mencari saya Gus?" tanyaku sambil beranjak untuk menggapai tubuh mungilnya. Aku segera mengalihkan perhatianku pada anak kecil itu.

''Iya. Cak Malik dapet uang dari Mbak Fiya,'' anak kecil itu sudah berada di gendonganku.

''Terus ini uang apaan Gus? Masak saya dikasih uang?'' gus kecil itu memberikan sebuah amplop kepadaku kemudian berlari. Dia meninggalkan kami tanpa menghiraukan pertanyaanku lagi.

''Ayo Lik segera dibuka isinya. Nanti traktiran yo?'' suara teman-teman menggodaku. Mereka tidak tahu kalau aku telah mengirimkan chocolatos kepada Ning Fiya.

Aku segera menyingkir dari mereka untuk membuka apa gerangan isi amplop itu. Mungkinkah itu uang? pikirku. Rasa senang dan penasaran menggenang di otakku. Tak butuh waktu lama buatku untuk membukanya.

Romantika Alfiyah Ibnu MalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang