"Wah enak nih, mau liburan. Sama siapa aja La?" tanyaku. Mataku melirik istriku yang masih membuang muka. Bibirnya nampak maju beberapa senti.
"Sama temen-temen kantor Lik. Itung-itung mumpung masih single. Entar kalau udah nikah mana bisa kemana-mana bebas kayak gini?" Mala menjawab pertanyaanku disertai tawa hambar.
"Bener La," timpalku. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang kabar pernikahannya, tapi pertanyaanku itu tercekat di tenggorokan.
"Doakan ya Lik, Ning, bulan depan insyaallah kami akan nikah," ucap Mala kemudian, seolah dia tahu isi hatiku. Dan ucapannya itu membuatku terkejut sekaligus merasa senang. Istriku juga kelihatan terkejut. Sedari tadi ia memalingkan muka, namun kini ia menatap Mala dengan tatapan terkejut.
Kami terdiam beberapa saat.
"Semoga samawa ya La," ucapku kemudian, bersamaan dengan Fiya secara tak sengaja. Aku kemudian bersitatap dengan Fiya.
"Hmm. Jadi nikah dengan siapa La?" tanyaku memberanikan diri.
"Dengan Mas Asrof Lik. Kakak sepupuku yang di Banyuwangi. Setelah kupikir-pikir ada baiknya aku menikahinya. Selama ini aku sudah terlalu kotor. Mungkin hidup dengannya akan mengajariku jadi lebih baik. Mungkin hidup dengannya akan memberiku hal-hal yang lebih bermakna," Mala berkata pelan. Aku menangkap raut kepasrahan dari sorot matanya.
"Iya La. Aku mendukung keputusanmu itu. Semoga kalian bahagia nanti ya," aku kembali berucap, bersungguh-sungguh.
"Amiiin. Eh, maaf ya. Jadi ganggu kalian ini. Saya pamit dulu, ntar dicari temen-temen,,"
"Buru-buru amat sih La?" kata Fiya.
"Ditunggu temen soalnya Ning," jawab Mala.
Gadis itu kemudian memberikan sesungging senyum yang kelihatan dipaksakan. Dia terus melangkahkan kaki meninggalkan kami. Langkah cepatnya segera membawanya hilang ditelan ramainya orang yang lalu-lalang. Dia kelihatan terburu-buru sekali. Wajah suramnya membuatku berpikir macam-macam.
Setelah kepergian Mala kami terdiam. Tangan kananku menggenggam tangan kiri istriku. Dan kemudian tangan kiriku mengambil koran yang ditinggalkan Mala di tempat duduknya tadi. Berpikir mungkin Mala belum membaca koran itu aku bermaksud meneriakinya. Akan tetapi aku mengurungkan niatku itu menyadari dia sudah jauh meninggalkan kami. Lagi pula teriakanku tak mungkin menang melawan suara riuh calon penumpang yang ramainya minta ampun. Aku iseng membaca koran itu.
Aku tersentak bukan main ketika membaca kolom peristiwa yang terpampang di koran itu. Dalam koran itu tertulis, Seorang Wanita Pecandu Narkoba Tewas Karena Sakaw Saat Menjalani Teraphi Di Pondok Pesantren ''Rehabilitasi Narkoba'' Bahrul Maghfiroh. Di dalam koran itu kemudian dijelaskan korban narkoba itu adalah Saina Mayasa! Wajahku serasa tertampar dengan sangat kasar. Aku termenung sesaat untuk memahami keadaan. Kemudian aku memeluk istriku erat sekali, sampai seakan terasa sesak. Seperti takut akan kehilangan dirinya. Dia merasa heran melihat tingkah anehku.
"Kenapa Mas?" tanya Fiya, sepertinya dia menangkap kegelisahanku. Pertanyaan itu kemudian kujawab dengan suara yang bergetar.
''Aku mencintaimu.''
''Aku juga sangat mencintaimu, Mas.''
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantika Alfiyah Ibnu Malik
RomanceBagian ke 1 dari sequel Romantika Alfiyah Ibnu Malik Alfiyah Ibnu Malik adalah sebuah kitab kaidah bahasa Arab berbentuk bait-bait syair yang sangat legendaris di dunia pesantren. Setiap santri yang ingin menguasai ilmu agama harus menguasai dan men...