Part 8

3K 141 0
                                        

"Papa...!"

Pak Andi menengok kearah suara yang sangat ia kenal memanggilnya. Senyumnya melengkung saat mengetahui Via telah datang keruangannya, membawakan pesanannya lebih awal dari perkiraannya.

"Papa yang bener aja dong kalau nyuruh. Mendadak banget! Gk tau apa Via udah mau telat kerja!?" Ucap Via sambil melangkah masuk kedalam ruangan Pak Andi dengan ekspresi yang cukup kesal dan terengah-engah.

"Kamu cepet banget datengnya? Sepertinya kamu cocok kalau buka usaha jasa antar barang. Pasti pelangganmu akan puas sekali haha.."

Mendengar itu wajah Via semakin kesal, namun tampak ia tahan dengan sekuat tenaga. Diletakkannya berkas milik papanya yang tertinggal dirumah itu diatas meja.

"Terserah papa mau ngomong apa. Ini berkasnya sudah sampai dengan selamat. Mana ongkos kirimnya." Via menadahkan tangannya di depan Pak Andi yang sedang duduk di balik meja kerjanya.

Pak Andi yang melihat itu terasa ingin tertawa. Namun mencoba menahan sementara.

"Gimana kalau ongkos kirimnya papa ganti jadi traktir kamu makan siang? Ada restoran steak enak di daerah sini. Mm..?"

"Gak jadi deh. Lain kali aja. Traktir Via di restoran mahal. Dan makan sepuasnya."

"Ngapain lain kali sayang? Sekarang aja yuk.. kamu pilih deh restorannya. papa udah lapar banget nih."

"Ah papa... Via mau kerja paa.. yaudah deh Via tinggal dulu. Awas ya kalau papa gak bayar ongkos kirimnya. Bye pa.."

Via segera bergegas meninggalkan ruangan pak Andi dan mengejar waktu menuju ke bioskop tempat ia bekerja agar tak terlambat terlalu lama.

Pak Andi hanya tersenyum lebar melihat tingkah putri semata wayangnya itu.

***

"Rencana kita sudah matang, dan tinggal menunggu persetujuan dari pemegang saham. Setelah itu kita bisa langsung memulai rencana akuisisi kita."

"Betul. Dari pihak mereka sepertinya juga sedang menunggu keputusan dari kita. Jadi kita harus bergerak lebih cepat agar tidak didahului perusahaan lain yang mengincar kebangkrutan mereka."

"Tapi kita tidak bisa bertindak gegabah. Akuisisi ini melibatkan nominal yang cukup besar. Kita tidak boleh menghamburkan uang investor hanya untuk rencana akuisisi pada perusahaan yang belum kita tau pasti detail latar belakangnya."

"Resume mereka baru akan keluar akhir pekan ini. Sudah tak ada waktu lagi membicarakannya berlarut-larut. Lagi pula kita mengenal cukup baik CEO mereka. Saya rasa itu sudah cukup sebagai pandangan keseluruhan."

"Tapi tetap saja tidak bisa demikian.. harus ada informasi yang jelas dan tertulis. Saya harap kita tidak bertindak gegabah."

"Sudah sudah.. bapak-bapak jangan hanya membicarakan hal yang berputar-putar seperti ini. Saya jadi pusing mendengarnya." Ucap Pak Andi yang sudah tidak tahan dengan perdebatan para menejernya.

"Untuk sementara kita kesampingkan apapun hasil resume mereka nanti. Kita akan bahas kembali setelah hasil resume nya keluar. Sekarang saya ingin mendengarkan bagaimana rencana pengembangan setelah kita jadi mengakuisi perusahaan mereka." Tambah Pak Andi yang segera disambut oleh menejer oprasional dan menejer marketing.

Kedua orang itu memaparkan rencana mereka secara general agar mudah dimengerti dan lebih singkat. Semua anggota rapat sepertinya sudah menangkap rencana pengembangan yang mereka buat.

"Sepertinya rencana kalian cukup bagus. Saya ingin tau detailnya. Setelah ini kirim salinan berkas detailnya ke ruangan saya. Cukup sekian rapat kita hari ini. Kita bertemu lagi akhir pekan. Selamat siang." Tutup Pak Andi yang segera meninggalkan ruangan diikuti sekretarisnya.

Peserta rapat yang lain pun juga beranjak meninggalkan ruang rapat setelah Pak Andi terlebih dahulu keluar ruangan.

"Mas Adit, tolong salin berkas yang tadi di minta Pak Andi, dan tolong antar ke ruangannya ya."

Adit mengangguk dan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh menejer marketing kepadanya.

***

"Selamat sore, silahkan mau nonton yang mana?"

"Black Panther, 4 kursi ya mbak. E7 - E10."

"Baik. Totalnya 200 ribu. Silahkan tiketnya. Terimakasih."

Sedikit demi sedikit antrean pengunjung bioskop mulai memendek. Hari ini memang bertepatan dengan gala premier film Hollywood yang cukup terkenal berjudul Black Panther. Dan cukup banyak peminatnya. Hal itu membuat bioskop cukup ramai dan padat.

Beberapa jam telah berlalu. Kaki Via terasa pegal karena terus berdiri cukup lama dan melayani antrean yang cukup panjang. Saat waktu istirahat tiba, ia luruskan kakinya di lantai untuk memijatnya sejenak. Begitu pula dengan beberapa rekannya di posisi yang sama. Semua mengalami pegal kaki yang cukup menyiksa. Namun harus tetap mereka lakukan demi pekerjaan.

"Kalian gak pengen nonton film ini juga? Aku penasaran banget nih gimana ceritanya.." ucap Via kepada beberapa rekannya yang saat itu sama-sama sedang berada di ruang istirahat crew bioskop.

"Aku lusa mungkin baru nonton. Soalnya pacarku baru bisa nonton hari itu."

"Iya sama. Tunanganku baru pulang dinas besok. Mungkin lusa aku baru nonton."

"Suamiku ngajak Minggu depan.."

"Oow.." ucap singkat Via yang merasa ia satu-satunya pecundang di tempat itu.

"Kamu rencana nonton kapan Via?" Tanya salah satu rekannya.

"Ah, aku sepertinya nanti nonton dirumah aja deh. Nunggu film nya keluar di internet. Lagi males nonton di bioskop. Tiap hari juga udah di bioskop kan. Haha.." Ucap Via sambil sedikit memalingkan wajahnya karena malu.

****


-------------------------------

Terimakasih sudah membaca hingga part ini. Selamat membaca...

Kritik sarannya jangan lupa ya...

Dear Boss's DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang