Part 53

2.1K 91 1
                                    

Adit membuka matanya saat tersadar bahwa ruangan kamar telah terang terisi cahaya matahari yang menembus kelambu jendela. Kedua matanya masih terasa cukup berat untuk dibuka. Beberapa kali ia mencoba menahannya terbuka, namun kembali tertutup dengan sendirinya. Merasa ia bangun kesiangan, Adit berusaha bangkit. Dilihatnya Via masih terlelap dalam pelukannya sejak semalam. Suhu badan kekasihnya itu sudah berangsur normal, hanya sedikit terasa hangat di leher.

Dengan perlahan Adit melepaskan lengan Via yang menyilang di perutnya, dan menahan tubuh Via agar tak membangunkan perempuan yang masih setia mengenakan jubah mandi itu dari kemarin. Setelah melihat tidur Via tak terganggu dengan kepergiannya, Adit beranjak menuju jendela dan membuka sedikit kelambunya agar ada cahaya yang masuk.

Dilihatnya jam di ponsel sudah menunjukan pukul 08.15 wib. Pandangan Adit menyebar keluar jendela melihat garis pantai yang cukup indah dengan deburan ombak yang silih berganti menghempas pasir berwarna kecoklatan.

Setelah tenang dengan keadaan Via yang sudah ada disisinya, pikiran Adit kembali tersita oleh progres pekerjaannya di Palembang. Lekas ia mencari nomor Shinta dan meneleponnya untuk meminta perkembangan terkini dari pekerjaannya disana.

Tubuh Via terlihat bergerak-gerak seiring dengan matanya yang mulai terbuka. Ia terbangun karena mendengar Adit tengah berbicara di telepon. Ia lihat Adit sedang berdiri di samping jendela dengan pandangan yang melihat keluar. Via tersenyum mendapati Adit masih berada disana, dan mimpi buruknya kemarin telah berakhir dengan indah pagi ini.

Via bangkit dari ranjang dan berjalan menghampiri Adit. Kedua tangannya mengikat tali jubah handuk yang mungkin terlepas saat ia tidur semalam. Dipeluknya tubuh Adit dari belakang. Adit sedikit terkejut saat tau ternyata Via sudah bangun. Adit tak begitu menghiraukan tingkah Via dan terus melanjutkan percakapannya di telepon.

"Telepon siapa sih pagi-pagi.. hm.." Ucap Via dengan sedikit cemberut sembari pipinya masih menempel di pundak Adit

Adit yang merasa pembicaraannya di telepon yang serius mulai terganggu, kemudian mengakhirinya.

"Kamu sudah baikan? Kita pulang hari ini ya.. aku harus segera kembali ke Palembang."

"Aduhh, aku kok tiba-tiba pusing ya.. sepertinya aku mau pingsan.. aku masih gak kuat jalan.."

Wajah Adit seketika terlihat malas mendengar alasan Via yang mengada-ngada itu. Perempuan itu sebenarnya sudah cukup kuat untuk melakukan penerbangan kembali ke Malang.

"Sayang.. aku harus segera kembali ke Palembang.. kerajaanku masih banyak disana.."

"Terus kalau kamu disini, siapa yang handel kerjaanmu disana.."

"Aku minta tolong rekanku untuk mengerjakannya untuku buat sementara waktu."

"Yasudah, suruh dia bertahan satu hari lagi. Beres kan."

Adit mengangkat wajahnya keatas dan memejamkan matanya sembari menahan stress nya karena Via yang sangat manja kepadanya saat itu.

Adit membalikan tubuhnya menghadap Via yang memeluknya dari belakang.

"Apa kamu gak khawatir sama mama kamu? Dia pasti khawatir denganmu sekarang.."

Kini giliran Via yang tampak malas. Pelukannya dilepas dan kedua tangannya menyilang di perut.

"Kalau mama khawatir, seharusnya aku gak dipaksa ikut mas Mike kesini."

Adit diam dan memandang wajah Via yang terlihat kesal.

"Memangnya sekarang Mike dimana? Bukannya kalian kesini bersama?"

"Gak tau. Terserah dia mau kemana. Mau keseret ombak ke tengah laut juga terserah. Aku sudah gak peduli sama sekali."

Dear Boss's DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang