Part 2

5.7K 226 3
                                        

Aroma harum masakan mulai tercium dari arah dapur. Sensor penciuman Adit memaksanya beranjak dari sofa dan berjalan kearah sumber aroma yang akan membuatnya kenyang itu.

"Widih.. tumis kangkung.." ucap Adit saat ia sudah berdiri di samping bibinya yang sedang menyelesaikan salah satu makanan kesukaan Adit itu.

"Bibi memang paling tau kesukaan ku.. top deh.."

Mendengar itu, bibi Maya hanya tersenyum sembari tetap meneruskan kegiatan memasaknya.

"Makanya.. kamu cari istri biar ada yang masakin tiap hari.."

Wajah berseri Adit seketika berubah masam mendengar ucapan Bibinya itu. Ia beranjak menjauh dan duduk di kursi meja makan di depan kitchen set. Tangannya meraba beberapa toples tempat makanan ringan yang tersaji di sudut meja.

"Mamamu kemarin telpon bibi. Dia nanyain, kapan kamu bisa pulang ke Banyuwangi."

"Kok gk langsung telpon ke aku aja." Tanya Adit.

"Telponmu kemarin gk bisa dihubungi katanya."

Adit menghembuskan nafas berat sambil tangannya menyuapkan camilan ke mulutnya.

"Iya ntar aku bisa pulang kalau dapet libur agak lama. Kalau libur cuma sehari bisa capek dijalan.."

"Kamu usaha dong Dit.. gak kasian apa sama mamamu.. dia sudah ngarep kamu bisa pulang bawa calon. Masa setiap pulang sendirian terus.."

"Ya mau gimana dong Bi, belum ditemuin sama jodohnya.." ucap Adit sambil ekspresinya terlihat semakin malas."

"Belum ditemuin atau kamunya yang malas cari??" Ucap Bibi Maya sambil datang membawakan piring kaca berisikan tumis kangkung yang telah siap disantap, lengkap dengan beberapa piring berisikan lauk pauk.

"Ya ntar aku cari.." ucap malas Adit.

"Eh, mau bibi kenalin sama anak temannya bibi gak?" Ucap Bibi Maya dengan tatapan bersemangat dan penuh pengharapan.

"Haish..."

Ekspresi Adit semakin malas dibuatnya. Diambilnya sebuah tempe dari tumpukan beraneka ragam lauk gorengan yang tersaji di meja makan, lalu beranjak pergi kembali ke kamarnya meninggalkan bibinya dengan ekspresi sedikit kesal melihat penolakan mentah-mentah keponakannya itu.

Bibi dan ibunya telah beberapa kali menawarkan perjodohan kepada Adit, namun selalu mendapat jawaban yang sama dari Adit. Adit selalu mengatakan akan berusaha sendiri untuk menemukan belahan hatinya. Namun hingga saat ini hasilnya masih nihil. Bahkan terlihat dekat dengan seorang perempuan pun tidak.

Ia masih merasa nyaman dengan kesendiriannya. Dan masih tak mau memikirkan ribetnya memiliki ikatan dengan seorang perempuan. Ia rasa hidupnya sejauh ini masih baik-baik saja tanpa kehadiran seseorang yang ingin disebut sebagai pacar, bahkan istri.

***

Tok.. tok.. tok..

"Dit, bibi pulang dulu."

Tak ada jawaban dari dalam kamar Adit. Mengetahui itu, Bibi Maya membuka pintu kamar Adit perlahan. Terlihat Adit sedang berbaring dengan selimut membungkus seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Bibi Maya melangkah masuk perlahan dan duduk di tepi ranjang Adit. Keponakannya itu masih tak bergeming di balik selimut tebal berwarna abu-abu.

Suasana hening sesaat. Bibi Maya menyebarkan pandangannya ke semua sudut kamar Adit. Kamar yang cukup luas dengan dominan warna abu-abu dan putih. Foto-foto hiasan dinding bergantungan di beberapa sisi ruangan. Koleksi buku milik Adit tertata rapi di rak stainles di sudut ruangan. Foto-foto dirinya berbaris di sisi kanan dan kiri televisi yang berada diatas meja diseberang ranjang.

Bibi Maya terlihat sedikit lesu saat itu. Tak terlihat ia akan melakukan sesuatu. Bibi Maya hanya diam disamping tubuh keponakannya yang masih betah dalam kepompong tebalnya.

"Kemarin bibi ngobrol cukup lama dengan Ibumu. Dia cerita kalau baru mendapat arisan yang nominalnya cukup besar. Dan dia bilang kalau akan membelikan bibi baju, kemudian dikirim ke rumah." Ucap Bibi Maya memecah keheningan.

"Dari dulu Ibu kamu bukan orang yang pelit akan harta. Dia sangat suka berbagi bila sedang mendapat rejeki lebih. Siapa saudara kita yang belum pernah dibelikan sesuatu oleh Ibu kamu.. bahkan anaknya Anggi sepupu kamu yang baru berumur 8 bulan saja sudah dibelikan satu setel pakaian hangat dan sepatu.."

"Ayah dan Ibumu sebentar lagi akan memasuki masa purna. Kamu pasti tau usia aktif bagi PNS hanya sampai 60 tahun. Ayahmu 2 tahun lagi akan pensiun, Ibumu tinggal kurang dari 10 tahun lagi..."

"Ibumu pernah cerita ke Bibi. Dia sangat ingin sekali memberikan banyak hal kepada cucunya kelak selama dia masih belum pensiun. Dia sampai bilang kalau tidak akan memperdulikan berapapun harganya. Asalkan cucunya senang, dia akan berusaha mewujudkannya."

"Kamu pasti mengerti keinginan terbesar Ayah dan Ibumu saat mereka merasa kewajiban mereka kepadamu dan adikmu sudah selesai. Jadi cobalah untuk mewujudkan keinginan yang mungkin menjadi keinginan terakhir di masa senja mereka.."

Bibi Maya sedikit menghembuskan nafas beratnya, dan melihat Adit yang masih tak bergerak di balik selimutnya. Disentuhnya kepala Adit dari atas selimut. Ibu jari tangannya bergerak perlahan menyisir kepala berambut tebal itu.

"Kamu sudah cukup dewasa untuk memahami maksud ucapan Bibi. Jangan lupa sayurnya di angetin sebelum kamu makan. Bibi pamit dulu. Bibi tunggu pilihan kamu, dan lekas kabari bibi.."

Suasana kembali hening setelah terdengar suara pintu depan tertutup.

Dari celah selimut di samping, terlihat tatapan mata Adit kosong. Ia masih mencoba memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah mendengar perkataan bibinya tadi. Ia merasa bersalah tak menyadari hal itu sejak lama, dan hanya asik dengan kehidupannya sendiri. Perlahan kedua matanya mulai menutup, dan beberapa saat kemudian ia telah terlelap kembali dalam tidurnya. Dari sudut matanya terlihat sesuatu yang berkilau keluar perlahan hingga menetes ke permukaan bantal.


------------------------------------

Halo, semoga berkenan dengan kelanjutan part ini... Terimakasih sudah membaca hingga kini..

Kritik dan sarannya di tunggu ya..

Dear Boss's DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang