Part 9

2.9K 141 0
                                    

"Via belum pulang ma? Udah jam 8 malam gini."

"Seperti biasa pa. Dia pasti pulang malam lalu ngolesin kakinya pakai balsem atau ditempel pake koyo."

Bu Tari datang menghampiri pak Andi dengan membawa dua cangkir teh di atas nampan.

"Pa, kamu gak kasian sama anak kamu itu? Dia sampai kerja keras seperti itu.. masa kamu gak bisa bantu dia sesuatu gitu.. kalau gak mau membelikan, paling gk pinjami dia mobil atau minimal motor lah.. biar dia sampai rumahnya cepet dan gk terlalu capek di jalan.."

"Kamu tau sendiri dia maunya apa..." Jawab Pak Andi singkat sambil tetap membaca koran di tangannya.

"Ya tapi masa kamu tega sih pa.. mama kepikiran terus nih tiap malam.."

"Ya mau gimana lagi ma kalau dianya gak mau kita perlakukan sebagai tuan putri. Biarkan saja lah dia mau hidup seperti apa dulu. Hitung-hitung buat pengalaman dia bekerja keras."

Bu Tari terlihat cukup khawatir dengan keputusan yang diambil oleh suaminya itu. Terlihat dari raut wajahnya, bahwa Bu Tari benar-benar tak tega terhadap putrinya. Namun ia tak bisa apa-apa bila suaminya sudah bertitah demikian.

"Pa, apa gak sebaiknya Via kita jodohkan aja ya? Minimal biar dia ada yang antar jemput gitu.."

"Kamu itu masa gak paham pemikiran anak jaman sekarang.. perjodohan itu sudah gk musim ma. Mungkin dia sudah punya pilihannya sendiri. Tapi masih dirahasiakan dari kita. Lebih baik kita tunggu saja dia bicara sendiri. Jangan terlalu dipaksakan."

"Mau sampai kapan kita nunggu pa?? Sudah jelas-jelas dia gak punya pandangan ke arah sana. Lagian kamu sebentar lagi sudah waktunya pensiun.."

Mendengar itu pak Andi menghentikan kegiatan membacanya, dan memandang Bu Tari dari sudut atas kacamatanya.

"Kamu yakin dia belum punya calon?"

"Yakin pa. Aku sudah tanya kemarin. Dan dia malah sewot. Sudah jelas kan kalau dia belum punya."

Pak Andi dan Bu Tari terlihat berfikir sejenak.

"Apa kamu gak punya pandangan pria yang cocok buat dia pa? Mungkin bisa kita tawarkan dulu ke Via.."

"Mmhh.." pak Andi hanya mendaham sambil kembali melanjutkan kegiatan membacanya.

"Pa..! Mama jangan dicuekin dong.. kita lagi ngobrol soal masa depan Via pa.. kamu mau Via terus-terusan punya masa depan gak jelas gitu??"

Pak Andi kemudian melipat koran di tangannya dan menyeruput teh hangat yang dibawakan istrinya.

"Kamu mau aku Carikan Via calon, gitu maksudnya?"

"Ya kalau kamu gak ada pandangan, biar mama yang Carikan." Jawab Bu Tari cuek.

Pak Andi yang melihat ekspresi istrinya, terlihat mulai risih sendiri.

"Yasudah kalau itu mau mama. Nanti coba kita bicarakan dengan Via. Kita lihat rencana dia bagaimana. Kalau memungkinkan kita bantu, pasti nanti papa carikan solusi. Kamu jangan terlalu khawatir gitu lah. Via juga masih 25 tahun.."

"Papa ih ngomongnya enteng banget..! Temen mama anaknya juga umur 25 tapi udah punya cucu pa. Yasudah terserah papa deh gimana. Cuci sendiri gelasnya. Mama mau tidur."

Ekspresi pak Andi berubah sedikit heran dan bingung harus berbuat apa mengetahui reaksi istrinya itu. Dia hanya geleng-geleng pelan dan melanjutkan meminum teh hangat di tangannya.

***

Waktu menunjukan hampir tengah malam. Rasa kantuk dan lelahnya tak bisa ia sembunyikan. Matanya terlihat cukup sayu untuk menyetir di malam itu. Untung saja kondisi jalan cukup sepi. Sehingga ia bisa lebih santai dalam berkendara. Namun rasa kantuknya tetap tak bisa ia kalahkan.

Dear Boss's DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang