"Apa betul anak saya Via berpacaran dengan pak Adit?"
"Papah, cukup pah.." Teriak Via. ia tak sanggup melihat ekspresi Adit yang terlihat sangat tertekan.
"Kamu diam dulu Via. Papa ingin tau jawaban Pak Adit mengenai hal ini."
"Bukan dia orangnya pa..!" Ucap Via menyela dengan suara sedikit mengeras.
Pak Andi menengok kearah Via dengan cepat.
"Apa? Bukan dia? kalau begitu kamu panggil dia kesini sekarang."
"Nggak mau."
"Kamu sudah bosan jadi putri papa?"
Via dan Adit terkejut mendengar ucapan Pak Andi. Mereka tak menyangka Pak Andi akan berkata demikian kepada anaknya sendiri.
"Betul pak. Saya orangnya." Ucap Adit menyela pertengkaran Via dan Pak Andi.
Pak Andi kembali menatap Adit dengan cepat saat mendengar perkataan Adit.
"Bapak betul sekali. Saya memang berpacaran dengan Via putri bapak." Tambah Adit.
"Mas..!"
"Oh jadi begitu.. Sejak kapan?" Tanya Pak Andi.
"Sudah dua bulan pak."
"Dua bulan?" Ucap Pak Andi tak percaya.
Pak Andi kembali terdiam. Pria itu tampak berfikir. Dan Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja. Via memejamkan kedua matanya erat-erat. Tak terbayang dalam pikirannya apa yang akan terjadi setelah ini. Adit pun demikian. Dalam pikirannya pasti ia akan segera kehilangan pekerjaannya.
"Kamu yakin bisa membahagiakan putri saya?" Ucap Pak Andi setelah beberapa saat terdiam.
Tak ada jawaban dari Adit. Ia masih tampak berfikir keras untuk keluar dari situasi itu. Ada dua hal yang berada di pikirannya. Ia akan tetap memperjuangkan hubungannya dan Via dengan resiko kehilangan pekerjaan, atau menghentikannya sekarang juga dengan harapan ia tak akan dipecat.
"Orang tuamu bekerja sebagai apa?"
Adit masih bungkam dan mencoba untuk segera mengambil keputusan yang cukup sulit dalam hidupnya.
Melihat Adit masih tak dapat menjawab. Pak Andi berdiri dari kursinya dan menghampiri Adit. Via yang melihat papanya berdiri, juga ikut berdiri dari tempat ia duduk serta memandang mereka berdua yang sudah berdiri saling berhadapan.
Pak Andi telah berdiri tepat di depan Adit. Ia melihat Adit masih bungkam dengan kepalanya sedikti tertunduk serta bola matanya bergerak-gerak.
"Kamu mendengar apa yang saya katakan?" Ucap Pak Andi.
"Papa sudah pa.. jangan begini, kasihan mas Adit pa.." Ucap Via sambil menghampiri papanya untuk menahan agar papanya tak terlalu dekat dengan Adit.
"Ini salah Via pa, Via yang menginginkan kami berpacaran.. Mas Adit tak melakukan apapun. Via yang memaksanya."
Pak Andi memandang wajah Via yang sudah memerah dan kedua matanya berkaca-kaca.
"Orang tua saya hanya PNS biasa pak. Mereka tinggal di Banyuwangi."
Adit berkata dengan tetap menundukan kepalanya. Via dan Pak Andi lekas memandang Adit yang mulai membuka mulutnya untuk berbicara.
"Saya berasal dari keluarga sederhana dengan hidup di sebuah rumah sederhana di pinggiran kabupaten."
"Mas Adit cukup. Jangan diteruskan mas." Ucap Via.
Adit menegakan kembali kepalanya yang tertunduk dan memandang Via yang air matanya sudah hampir menetes.
"Orang tua saya tak memiliki aset yang banyak. Hanya sepetak sawah dari warisan kakek saya. Penghasilan kedua orang tua saya juga tak seberapa. Ayah saya sebentar lagi akan memasuki masa purna tugasnya sebagai seorang PNS. Kemudian disusul ibu saya 10 tahun lagi."
Pak Andi tak menyela perkataan Adit. Ia membiarkan Adit mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya dihadapan Via.
"Meskipun orang tua saya tak memiliki harta berlebih. Tapi mereka sama sekali tak mau menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Bahkan kepada anaknya sendiri. Saya harus memaksa ibu saya bila ingin membelikannya sepotong pakaian dari hasil keringat saya. Saya juga harus bertengkar dengan ayah saya bila saya ingin mengirimkan sejumlah uang untuk mereka. Dan.."
"Cukup.." sela Pak Andi.
"Saya tak bermaksud menyinggung kondisi perekonomian keluarga Pak Adit. Pak Adit pasti tau kalau Via adalah anak semata wayang saya. Saya hanya ingin agar dia bahagia dengan pilihannya."
Via cukup terkejut dengan ucapan Papanya kepada Adit. Raut wajahnya yang semula terlihat ketakutan, kini sedikit lebih tenang.Namun Adit masih tampak tertegun.
"Papa nggak marah?"
"Kenapa papa harus marah? Kamu sudah dewasa."
"Jadi... Papa setuju dengan hubungan kami?"
Adit menunggu tanggapan Pak Andi dengan serius.
"Papa masih belum bisa bilang setuju atau tidak. Adit dan Mike harus sama-sama membuktikan bahwa dirinya layak terlebih dahulu." Ucap Pak Andi sembari menatap Adit yang juga tengah menatap Pak Andi.
"Saya harus berhati-hati dalam memilih pasangan yang tepat untuk anak saya. Kamu ingat baik-baik." Ucap Pak Andi kepada Adit.
Via sedikit melengkungkan senyumnya, kemudian beralih menatap Adit yang sudah jauh lebih tenang dibandingkan dengan tadi.
"Terimakasih Pak atas kesempatannya. Saya akan mengingat itu dengan baik mulai sekarang."
"Jangan senang dulu nak Adit. Mulai sekarang mungkin akan cukup berat buatmu. Jika kamu gagal, relakan Via untuk Mike. Dan jangan pernah menghubunginya lagi." tegas Pak Andi.
"Dan kamu Via. Jangan sering menggangu Adit saat jam kerja. Papa sering melihatmu kesini diam-diam untuk menemuinya."
"Jangan sampai para staff hotel curiga akan hubungan kalian."
"Beres papaku sayang.." Via sedikit melompat untuk memeluk Pak Andi. Senyumnya pun semakin melebar.
Adit pun sedikit bahagia mendengar itu sekaligus beban yang cukup berat. Ia tak sepenuhnya yakin bahwa dirinya pantas untuk disandingkan dengan Mike yang lebih segala-galanya dari dirinya.
Via menatap Adit dengan ekspresi bahagia sembari tetap menggantung ke leher papanya. Adit pun sedikit melempar senyumnya kepada Via. Tanpa mereka sadari Pak Andi tengah mengawasi mereka berdua.
--------------------
Adit memang pria sejati ya teman-teman..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Boss's Daughter
RomanceCerita ini disusun dengan alur yang ringan-ringan saja. Tak ada melow yang berlebihan. Dan endingnya pun bisa ditebak layaknya cerita romance pada umumnya. Selama on going, part diupload random saja selama saya ada waktu ditengah kesibukan silaturah...