prolog

19K 550 8
                                    

"Le..o.." rintihan pelan terdengar dari bibir pucat seorang wanita yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit.
Mendengar namanya disebut, seorang laki-laki berparas tampan yang sedang bersender di sofa dalam ruangan putih itu perlahan membuka matanya. Sesaat dia mengerjapkan kedua matanya yang memerah. Setelah berorientasi dengan sekitarnya dan menyadari ada yang memanggil namanya, tatapannya terarah kepada wanita yang berbaring di seberangnya.
"Le..o.. Le..o.."

"Vina..vin..vina... Kau sadar Vin... Syukurlah.." kata laki-laki itu sambil mendekati wanita itu dengan tergesa dan memegang jemari wanitanya yang terulur lemah.

"Vin... Apa yang kamu rasakan vin? Bagaimana perasaanmu? Oh.. syukurlah akhirnya kamu sadar. Aku menunggu beberapa hari ini takut dan khawatir."

Leo mengucapkan kata-katanya dengan antusias. Kebahagiaan tertulis diwajahnya, melihat kekasih hatinya terbangun dari tidur panjangnya.

"Aku akan memanggilkan dokter Vin.. tunggu seben.."

"Ti..dak... Le..o... Ku..mohon.. Deng..ar..kan... Aku.. Le..o"

Vina memotong kata-kata Leo dengan terbata-bata. Ada rasa sulit saat dia mengeluarkan kata-katanya dengan lancar. Kondisinya yang tidak mengijinkannya berbicara sebagaimana mestinya. Vina menarik nafas panjang, namun sulit untuk dilakukan. Dengan terengah-engah, dia berusaha mengucapkan beberapa kata kepada Leo.

"Vin..tunggu..Vin.. aku akan panggilkan dokter. Kamu pingsan sudah 3 hari. Dokter menyuruhku memanggilnya kapan saja saat kamu sadar Vin.. tunggu Vin.. jangan banyak bicara dulu.." kata Leo cemas melihat kondisi Vina yang terlihat menyakitkan.

"Ti..dak.. Le..o.. ku..mo..hon.. deng..ar..kan... Aku.. wak..tu..ku... Ta..k.. ban..nyak.." dengan kesulitan Vina berusaha mencegah tindakan Leo yang akan memanggil dokter.

"Tidak Vin.. kamu tidak akan kemana-mana. Tetaplah disini, sebentar..hanya sebentar aku panggilkan dokter dulu. " Leo semakin cemas mendengar rintihan Vina. Dia takut..takut sesuatu akan terjadi jika dia hanya diam saja menunggui Vina.

"Le..o.. ku..mo..hon... Te..tap..laahh... Di..si..niiih.. a..aak..uu... Ing..inh.. me..nga...ta..kaannn... Ssee..suu..aa..tuuuh..."

Melihat kesungguhan Vina, Leo sama sekali tidak bisa beranjak kemana pun. Dia merasa sakit melihat kondisi wanita tercintanya terbaring lemah tak berdaya walaupun hanya untuk sepatah kata. Leo pun mengalah dan menuruti keinginan Vina untuk menetap disisinya.

"Baiklah Vin.. apa yang ingin kamu katakan? Katakanlah.. setelah itu aku akan memanggil dokter agar segera mengecek kondisi tubuhmu. Kau harus kuat Vin." Leo menggeser tubuhnya merapat ke arah Vina. Menekan erat jemari wanita dihadapannya.

"Le..o.. deng..ar..kan.. aa..kuu.. ttoo..lloongh.. ja..ga.. A..riinnii... Add..diik..kkuuh... Ku..mo..hon.. jang..an.. meng..atakkkann.. apappuunn... Att..asss... Koonn..di..sikuuh.. aa..kuu..tiidd..daak.. ing..inh.. ddii..aa.. merr..raasaaa.. teerrlaaluu.. beer..sediihh.."

"Kenapa? Kenapa Arini tidak boleh diberitahu? Bukankah sudah menjadi haknya jika ada apa-apa denganmu, dia diberitahu. Kamu saudara satu-satunya Arini Vin.. aku tidak bisa menutupi semuanya dari dia. Aku tidak mau Vin."

Leo menatap nanar ke arah Vina. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu. Vina sebagai saudara satu-satunya Arini, tidak mau jika adiknya mengetahui kondisi kakaknya yang parah.

"Deng..arr..kaannn... Aakk..uuu.. Leee..oo.. Akkuu..tiidd..aaakk.. mmaauu.. Arr..rriiniii.. laarr..rruutt.. daall..aamm kkeee..sseeddiihhh..aannnhh. Biiaarr...laaahh.. diiiaa.. taa..aauu.. jiikk..kaaa akkuuu meeng..aalaammii.. keece..laakkaa..annh."

Vina meraup nafas sebanyak-banyaknya. Dia merasa kehilangan banyak energi hanya untuk mengucapkan beberapa kata saja. Dengan terbata-bata dia meneruskan kata-katanya. Sedangkan Leo hanya bisa menunduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tidak percaya atas segala perkataan Vina.

"Ttooll..oonngg... Jaaanng..ngaann.. peerr..gii.. daa..rrii.. ssiiissii...nyaaahh. aaa..kkuu.. tiittiip..kaann.. diii..aaa.. paadd.. ddaammuu... Lee..oooh.. jjaag..ggaa.. ddiiiiaa.. kuumm..moohoonn.. mmmaaa..aaff..kaann.. aaakk..kuuuhh.. aakkk..uuu... Mmeennn...ciinnn..taaiiimm..uuuhh"

Setelah mengatakan dengan sulit dan susah, Vina menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dia pergi meninggalkan dunia dan pergi dari sisi Leo dengan sejumlah pesan untuk laki-laki itu. Leo menatap jemari Vina yang terkulai lemah. Matanya berubah nyalang menatap kondisi wanita itu yang terdiam setelah mengatakan beberapa kata kepadanya.
"Vina.. Vin.. Vina.. tidak.. Vina.. tidak mungkin.. Vina!!!!!!!"

Leo menjerit meneriakkan nama wanita yang baru saja pergi dari dunia ini. Dia mengguncang-guncang tubuh wanita itu dengan keras. Tangisannya yang menyayat hati terdengar sampai keluar ruangan. Suster dan dokter yang baru saja melintas dan mendengar jeritannya sekonyong-konyong langsung menerobos masuk melihat apa yang terjadi. Dokter segera mengambil pergelangan tangan Vina dan mengecek nadi wanita itu. Melihat jam di pergelangan tangannya, dokter mengucapkan
"waktu kematian pasien pukul 10 lewat 15 menit"
kepada suster di depannya.

"Tidaaakkkkkk!!!! Vinaaa!!!"

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang