21

7.8K 334 1
                                    

Setelah membantu Imelda menyelesaikan beberapa dokumen yang siap di serahkan kepada Leo, Arini menekuk tubuhnya ke belakang. Merasakan lelah karena hampir seharian dia berdiri menyapa dan menemani para undangan.

Para undangan yang datang selain hanya untuk mengucapkan selamat kepada perusahaan, mereka juga melakukan pendekatan secara bisnis kepada perusahaan. Hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan, karena bagi para eksekutif itu waktu adalah uang.

"Kau sudah selesai Arini?" Arini terkejut. Melihat Leo berdiri di pintu ruangannya dan menyenderkan tubuhnya di sana. Arini menatap Leo dan tersenyum kikuk. Terlihat Leo yang sudah mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai. Warna hitam terlihat keren saat dipakainya. Ataukah memang Leo terlihat selalu keren pakai warna apa saja? Entahlah, Arini mendesah pelan, tubuhnya semakin tidak terkontrol setiap kali melihat Leo.

"Ehm... Iya pak... Sebentar lagi. Masih ada yang harus saya selesaikan." Kata Arini gugup. Walaupun sebenarnya semua sudah selesai, tapi dia tidak mau mengakuinya. Entah kenapa..

"Baiklah... Aku akan menunggumu. Kita pulang bersama. Aku akan mengantarmu." Kata Leo sambil tersenyum manis. Arini terkejut, membelalakkan matanya. Tapi kemudian, dia menggelengkan kepalanya.

"Oh..tidak pak. Tidak usah menunggu saya. Saya... Saya... Sudah ada yang menjemput... Te..terima ka..kaasih tawarannya. Lagipula, saya masih agak lama... " Arini gugup setengah mati. Menyibukkan diri dengan melipat dan membuka dokumen yang baru saya di rapikan. Seolah masih ada yang harus dikerjakan. Leo mengerutkan dahinya. Kaget karena baru hari ini dia mendengat Arini ada yang menjemput.

"Kau... Ada yang menjemput? Aku tidak pernah melihatnya dan.. aku tidak tau tentang hal itu.." Leo tertegun.

"Ha-ha.. ten..tentu saja pak. Karena saya selalu pulang malam setelah anda dan saya tidak harus melaporkan pada anda apakah saya pulang sendiri atau dijemput." Kata Arini kemudian. Seketika dia berhenti dari kegiatannya yang pura-pura merapikan mejanya. Tersenyum masam saat mendengar kata-kata Leo.

"Ah..bukan..bukan begitu. Hanya saja... Aku tidak tau kalo kau punya.. seseorang." Leo merasakan kekecewaan dalam hatinya. Menutupi kenyataan bahwa seharusnya dia mendapatkan laporan jika Arini sudah punya kekasih.

"Tentu saja saya punya pak.." Arini menyunggingkan bibirnya sedikit ke kiri. Menampakkan raut wajah bahwa dia sudah memiliki kekasih.

"Tapi... Hari itu kau..." Leo tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena Arini memotongnya, mencegahnya mengatakan hal yang sangat tidak ingin didengarnya.

"Karena hubungan kami bukan sekedar memanfaatkan. Kami memiliki hubungan yang sehat pak. Tidak seperti mereka yang anda kenal. Kami menjaga hubungan kami untuk masa depan." Kata-kata Arini telak menusuk jantung Leo.

"Lalu... Bagaimana kau menjelaskan nanti pada kekasihmu. Jika kau sudah..."

Arini menggelengkan kepalanya keras-keras. Tidak menyangka Leo akan membahas hal pribadinya.

"Itu.urusan.saya. Bukan.urusan.anda. Maaf, sepertinya saya harus melakukan panggilan karena sudah waktunya saya pulang. Dan kekasih saya akan datang menjemput saya." Arini berdiri. Menatap Leo dengan tatapan tajam. Marah. Karena Leo mengingatkannya dengan kejadian itu. Mengambil tasnya dan melangkah keluar melewati Leo yang masih berdiri mematung.

Namun, sebelum Arini berhasil menjauh. Leo mencekal lengannya. Menatapnya dengan lekat dan dekat.

"Tentu saja itu jadi urusanku. Karena kau melakukannya hanya denganku." Leo mendekati wajah Arini. Menyapunya dengan nafas yang menderu. Leo merasa marah saat mengetahui bahwa Arini memiliki laki-laki lain di hatinya.

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang