68

4.4K 245 54
                                    

Bintang merasa marah, sangat marah. Tidak pernah dalam hidupnya dia ditolak seorang wanita atau mereka berani menolaknya. Tidak ada dan tidak akan pernah. Bintang yang selalu merasa terbuang dari hidupnya sendiri, berjanji bahwa tidak akan ada yang akan pernah menolaknya lagi. Dia membuat ketakutan disekitarnya karena dia ingin dihormati dan dicintai. Dia ingin mendapatkan apa yang tidak pernah dia miliki.

Tapi gadis ini, gadis yang saat ini sedang bergetar ketakutan pun masih bisa menolaknya. Bahkan saat dibawah bayang-bayang dewa kematian. Gadis ini berjuang untuk miliknya. Bintang tidak bisa. Dia tidak bisa melakukan hal yang sangat tercela pada gadis ini. Bintang jatuh terlalu dalam dan sangat dalam.

Bahkan saat jiwanya sudah dikungkung oleh naluri kebinatangannya, gadis ini mendobrak masuk ke dalam jiwa murninya. Jiwa murni seorang manusia yang penuh dengan rasa belas kasih dan sayang menyeruak keluar. Menyinari hati yang telah menggelap.

Bintang tak menghentikan tindakannya. Dia merobek paksa pertahanan terakhir Arini. Gaun yang semula dipakainya pun tak tentu lagi bentuknya. Bintang menggila. Gila dengan penolakan Arini yang tak pernah luntur. Bintang ingin memberikan sedikit hukuman pada gadis ini.

Menyusuri paha dalamnya, Bintang menjilatinya penuh gairah. Arini tersentak disetiap sentuhan basah pada tubuhnya. Jemari Bintang membelai dan meremas semua yang bisa dijamahnya. Mencium aroma manis yang menyeruak dari belahan keintimannya. Bintang memejamkan matanya. Sangat manis dan lezat.

Arini memejamkan matanya. Menahan gairah yang memaksa ingin keluar. Memaksanya agar tetap terkungkung didalam jiwanya yang kerdil. Arini menangis memohon ampun dan memohon belas kasihnya. Memekik saat jilatan Bintang berada diantara lipatan intimnya.

Jijik, takut dan gairah menyerangnya. Arini merasa pusing, kepalanya berkunang-kunang. Bintang meniupnya, menyebarkan hawa dingin pada bagian yang terbuka. Arini tersentak, merasa malu dan merasa hina saat melakukannya hanya karena hawa nafsu. Arini menyembunyikan wajah diantara lengannya. Tangisannya tak juga berhenti.

"Jangan ditahan Reyna. Jangan..."

Bintang mengangkat tubuhnya, mendekatkan bibirnya pada telinga Arini.
"Aku tau kau juga menginginkannya. Seperti halnya aku yang gila karenamu." Berbisik disertai nafas yang hangat.

Arini menggelengkan kepalanya lemah. Diantara isak tangisannya, dia mencoba berbicara.
"Tidak..tidak paman. Kau salah. Kau tak mengerti. Aku tak bisa melakukannya. Aku..aku tak menginginkannya."

Bintang menggeram mendengar perkataan Arini.
"Dan akan ku buat kau..."

Merundukkan wajahnya, Bintang mengecup leher Arini yang basah oleh keringat dan airmata. Asin dan lembab. Bintang memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan lidahnya dan jemarinya merajalela. Membelai perutnya yang rata, bawah payudaranya, hingga ke puncak. Arini tersengat, tersentak dan mengerang. Mengangkat kepalanya, menggigit bibirnya hingga berdarah. Menahan desah gairah yang hampir keluar. Nafasnya terengah-engah mengejar gairah.

Menggantikan jemarinya, Bintang menundukkan wajahnya dan menutup puncak payudaranya dengan mulutnya. Menyesapnya dengan keras.
"Aaaahhhhhh!!!!" Arini menjerit. Mengerang dan menggeram. Kepalanya terangkat keatas dan melentingkan tubuhnya.

Bintang tak berhenti, terus menghujani puncaknya dengan jilatan dan kuluman. Arini tak sanggup lagi menahan godaan birahi. Nikmatnya bercinta mengetuk dadanya yang berdentam keras dan jantungnya yang berdetak kencang.

Bintang menikmatinya, seolah bermain dengan permen gulali, mencecap nya, menyesapnya dan menjilatinya. Arini terus mengerang bahkan menjerit menahan hasrat yang hendak meledak. Bintang tak peduli, dipikirannya hanya satu, meraih kenikmatan bersama. Menandainya sehingga Arini takkan bisa pergi kemana-mana.

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang