17

7.9K 354 3
                                    

"Selamat pagi mbak Imelda..." Sapa Arini pada penghuni pertama ruangan mereka. Imelda mendongak dari depan komputer dan melihat kedatangan Arini setelah 5 hari cuti sakit.

"Oh... Hai Arini. Bagaimana kabarmu? Apakah sudah lebih baik? Tolong... jaga kesehatanmu dan bekerjalah. Karena aku kesulitan tanpamu disini. Pekerjaan yang banyak membuatku dan Anggita sedikit kerepotan tanpa ada bantuan tambahan."

"Ya mbak... Maaf sudah merepotkan. Aku akan berusaha lebih baik lagi. Maaf karena meninggalkan kalian agak lama." Arini menyesal telah merepotkan banyak orang karena ke-absen-annya selama 5 hari. Dan tidak mungkin juga dia menceritakan pada Imelda apa yang telah terjadi pada dirinya sehingga tidak masuk kerja se-lama itu.

Melihat sekitar, Arini tidak melihat kehadiran partner-nya yang 1 lagi. Anggita.

"Aku tidak melihat Anggita mbak. Kemana dia? Belum datangkah?"

"Ah..dia.. ku suruh membuatkan kopi untuk pak bos. Kau tau? Setelah sekian lama tidak masuk, tiba-tiba saja tadi beliau datang pagi sekali. Bahkan sebelum OB datang." Imelda membetulkan kacamatanya dan melotot ke arah Arini. Arini membelalakkan matanya. Oh tidak. Dia datang.

"Pak bos datang? Pak.. Leo?"

"Siapa lagi kalau bukan Pak Leo? Apa kita punya bos lainnya lagi? Entah apalagi yang terjadi sekarang. Kenapa bos kita menjadi rajin sekali hari ini. Mungkin sesuatu telah menyadarkan dirinya. Dan aku bersyukur karenanya." Imelda tersenyum. Arini membeku ditempatnya. Detak jantungnya mendadak berdebar cepat. Dia berharap bisa melalui hari ini dengan baik.

"Oh iya, aku minta tolong antarkan dokumen ini dan minta pak bos untuk melihatnya lagi. Agar bisa segera aku siapkan kontrak kerjanya jika sudah disetujui." Imelda menyerahkan map dokumen pada Arini. Arini menerimanya dengan berat hati. Kepalanya mendadak linglung. Dia tadi berharap tidak bertemu Leo, tapi ternyata Imelda malah mengumpankannya. Sial.

"Iya mbak..." Jawab Arini pelan. Dengan enggan menerima setumpuk dokumen, memeluknya dan berkata pada dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja. Semoga.

Tok tok tok.

Arini membuka pintu ruangan Leo perlahan. Berhenti disan dan melihat kedalam. Melihat Leo yang berdiri membelakanginya, entah apa yang sedang dikerjakannya.

"Masuk Imelda.." Leo mengucapkannya tanpa menoleh melihat siapa yang datang. Dia masih terpekur melihat ke bawah - ke atas mejanya. Membolak balik halaman dokumen dan menekuk kakinya lalu bergerak mengambil bolpoin disampingnya, menandatanganinya.

Arini masih berdiri kaku di tempatnya. Melihat pergerakan tubuh Leo kesana kemari, dia bahkan tidak sadar sedang menahan nafasnya. Seperti melihat seorang penari balet yang sedang memainkan tariannya. Terlihat indah. Debaran jantungnya semakin cepat.

Menyadari seseorang yang dia kira Imelda belum juga mendekatinya. Leo mengerutkan dahinya. Mendongak dan menoleh ke belakang melihat siapa yang datang. Matanya terbelalak lebar. Mengetahui bahwa ternyata Arini yang sedang berdiri disana memeluk setumpuk dokumen. Membalikkan tubuhnya perlahan, Leo menatap Arini dari tempatnya berdiri. Keduanya saling menatap seolah waktu berhenti. Karena tak seorangpun yang berbicara. Leo menekuk kakinya dan menyenderkan tubuhnya ke meja dibelakangnya. Bersedekap dan menatap tajam ke arah Arini. Arini hanya bisa menelan ludahnya dengan berat. Seolah ada batu besar yang mengganjal disana.

"Masuklah Arini... " Leo memanggilnya dengan lembut. Merendahkan suaranya yang berat. Arini pun mengangguk pelan. Sengaja tidak menutup pintunya dengan rapat. Karena ketakutan itu masih ada disana. Ketakutan dengan sosok Leo yang seolah seperti singa yang menunggu korbannya datang mendekat. Berdebar dan bergetar, Arini tidak bisa meninggalkan ketakutannya. Semakin mendekat, semakin pelan dia berjalan dan menundukkan kepalanya. Semakin takut dia mendekati Leo. Melihat kondisi Arini, Leo merasa sedih. Dia merasa sangat bersalah dengan keadaan Arini. Tak menunggu Arini mendekatinya, dia pun berjalan mendekati Arini.

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang