2

9.5K 411 10
                                    

Membuka pintu apartemen dan melangkah dengan pelan. Leo mengedarkan pandangannya ke dalam apartemen yang didalamnya banyak sprei warna putih. Sengaja ingin menutupi segala hal yang ada didalamnya. Sofa, flat tv, ranjang, meja rias, guci dan masih banyak lagi bahkan hampir keseluruhan benda di ruangan itu tertutupi kain berwarna putih bersih. Ingin menjaganya agar tidak kotor dan menutupinya dengan baik.
Leo melangkah dengan seksama. Pelan dan berirama. Menyentuh tiap inci tempat itu. Memejamkan matanya, Leo menghirup udara sebanyak-banyaknya. Seolah mengingat dan memutar kembali tiap kejadian yang ada di ruangan itu.
Melangkah mendekati sofa membuka kain putih diatasnya. Sofa berwarna merah maroon, kesukaan tunangannya Ervina. Menutup mata dan mengingat kembali ketika mereka menghabiskan waktu menonton permainan bola, memainkan game bahkan bercumbu di atasnya.

Membuka mata perlahan, kepalanya menoleh ke belakang. Dimana mini bar terletak. Tempat segala macam minuman dibuat, dimana tiap pagi Ervina selalu menyuguhkan juice terenak didunia, sesuai seleranya. Tanpa cela, Ervina terlalu sempurna untuk dirinya yang tak pernah sempurna. Dan tak akan bisa sesempurna gadis tercintanya.
Menghela nafas panjang, kakinya melangkah mendekati dapur, tempat kesukaan Ervina membuatkan segala macam bentuk makanan didunia. Selalu berusaha memberikan dan menyuguhkan makanan terbaik untuk dinikmati Leo. Bahkan, diatas mejanya mereka bercinta.

Jika saja pagi ini ibunya tidak mengingatkan akan statusnya yang kini melajang, Leo bahkan tidak akan teringat akan tempat ini. Penuh rasa bersalah, dia bahkan hampir melupakan tempat yang penuh kenangan ini. Tidak besar, namun cukup luas dihuni kedua orang yang sedang kasmaran. Itu yang dirasakan dan dipercayai Ervina sepanjang hidupnya.
Leo memejamkan matanya. Perasaan bersalah langsung menghinggapi hatinya. Dia merasa sangat berdosa kepada tunangannya. Rasa yang tidak pernah musnah hingga ajal memanggil. Setitik air mata luruh dipipinya. Leo bukan sosok lelaki yang cengeng. Namun, rasa bersalah yang menggerogotinya memaksa air mata itu menetes. Perasaan bersalah yang sangat besar.
Mengusap air mata dan bergegas keluar dari apartemen itu. Menuju ke apartemen di sebelahnya.
Ya.. Leo memiliki 2 apartemen. 1 apartemen ditinggali oleh dirinya dan tunangannya, sementara apartemen yang lain dia tinggali untuk....

---

"Ooohhh... Oohh... Aaahhh"

Hisapan demi hisapan dicecap di puting gelap didepannya. Meraba ke seluruh tubuh wanita molek di bawahnya. Menggigit puting yang menegang sempurna.
Si wanita terus menerus bergeliat mengikuti irama birahi terbaiknya.
Ini bukan pengalaman pertama baginya, namun saat tubuhnya di jamah laki-laki kekar diatasnya, dia merasa kembali seperti seorang gadis yang baru pertama melakukan seks.
"Aahhh... Aahhhh... Teruskan...teruskan sayang.. aahhh!!"

Jari-jari panjang nan lentik itu mengitari punggung lebar laki-laki kekar. Menyentuhnya seolah tak puas. Meraba, mencakar.

"Ooohhh... Leoooo... Kau sungguh menakjubkan..."

Ya.. Leo. Laki-laki itu menikmati tubuh molek dan telanjang partner terbarunya. Sekian lama dia melajang, tidak ingin terikat dengan satupun gadis.
Melampiaskan amarah dan rasa bersalah. Hanya dengan cara seperti ini dia bisa mengalihkan perasaannya yang kalut. Bukankah kata orang, seks adalah jalan keluar di setiap masalah. Dan sekarang Leo sedang berusaha menikmatinya.

Meraba, menjamah dan menikmati tiap jengkal inci tubuh wanita yang sudah tak berdaya itu, Leo melancarkan aksi brutalnya. Memasukkan jari-jarinya ke dalam bagian tubuh yang paling intim, dia memastikan wanita itu merasakan klimaksnya.

Walaupun wanita itu sudah telanjang bulat dihadapannya, namun tak satupun kain yang lepas dari tubuh Leo.

"Aahhh... Leo... Aku..aku hampir sampai...!!"
"Aahhh... Leoooo...!!!"

Leo semakin gencar memasukkan dan mengeluarkan jari jemarinya. Satu...dua..bahkan tiga jari dia masukkan. Tidak ingin pasangan seksnya kecewa, Leo terus melancarkan aksi jari-jarinya.

"Aaahhhh.... Leee..oooo...Aaahhhh!!!"

Menjerit dengan penuh kepuasan, wanita di bawahnya meracau saat sampai pada klimaksnya. Leo tersenyum simpul.
Setelah hasrat tubuhnya tersampaikan, wanita itu mencoba membuka kancing-kancing kemeja Leo. Satu tangan di kemeja, tangan yang lain berada di pangkal paha Leo. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati tak ada yang berubah dari tubuh bagian bawah Leo. Tetap sama, tak berubah sedikitpun.
Wanita itu menghentikan aksinya. Memgerutkan keningnya. Leo hanya menatapnya dengan tegang. Membiarkan wanita itu merabanya, ingin tau apa yang akan terjadi pada tubuhnya. Namun, tak bergeming. Tak bergerak sedikitpun, bagian intim Leo tetap seperti semula. Tak ada ketegangan seperti yang dulu pernah dia rasakan, walopun hanya sekali. Tak ada otot keras yang menonjol dari tubuh bagian bawah.
Leo tersenyum getir. Dia bergerak menjauhi wanitanya. Mengambil beberapa tisu kering dan membersihkan jari-jarinya yang sangat basah dengan bukti kepuasaan  si wanita. Kemudian menuju mini bar menuang segelas minuman beralkohol.

"Le..o.. apa.. maksudnya itu?"
"Bagaimana kamu tidak bisa berdiri ?"

Dengan kondisi yang kacau balau akibat keterampilan jari jemari Leo dan juga tidak ingin membetulkan letak pakaiannya, wanita itu mendekati Leo perlahan dengan penuh tanda tanya. Hasrat panas masih di rasakan dalam tubuhnya dan dia masih belum bisa merasa puas karena belum merasakan kejantanan Leo memasuki dirinya dengan perkasa. Seperti dulu.

Leo menegak cairan bening di tangannya. Dia menegaknya dengan keras. Meletakkan gelas kristalnya dengan kasar. Dia menoleh ke arah wanita itu, Melinda.

"Seperti yang kau lihat Melinda. Bahkan sentuhanmu pun tak bisa membuat diriku terbangun. Bukankah tadi kau sudah kuperingatkan?" Kata Leo tegas. Aura kegelapan melingkupinya. Marah. Marah pada apapun. Pada dirinya, pada sekitarnya.

"Ak..aku kira, kau hanya bercanda Leo. Mengingat dulu kita pernah bercinta. Apakah kau masih ingat malam itu Leo? Malam penuh gairah diantara kita takkan pernah kulupakan sayang." Melinda mencoba mengingatkan Leo, siapa tau laki-laki itu sudah lupa. Mengingat betapa banyak jejak Leo dalam lingkungan wanita. Dan Melinda salah satu dari wanita-wanita itu.

"Aku ingat. Aku ingat semua hal yang kulakukan dulu Melinda. Bahkan tidak bersamamu saja. Bersama wanita lain pun, aku masih ingat rasanya. Gairah, hawa nafsu, kepemilikan. Aku ingat semuanya Melinda!!" Leo menggeram. Dia marah, membanting gelas kristalnya ke dinding dengan keras. Menghancurkannya berkeping-keping. Melinda kaget, berjengit dari tempatnya berdiri. Mendekati Leo dan menyentuh lengan kekar laki-laki tampan itu, dia mencoba meredam amarah Leo.

"Oh.. sayang. Leo ku.. tapi.. bagaimana bisa? Perlu kita coba lagi? Kali ini biarkan aku yang melayanimu. Akan kubangkitkan nafsu terliarmu sayang."
Melinda mendekat, merapatkan dirinya menggesekkan bagian intimnya ke bagian vital Leo. Membelai wajah aristokrat Leo seolah dewa Yunani. Tegas, liar, penuh misteri, membangkitkan gairah terliar para wanita.
Leo menyamping, menyingkir dari hadapan Melinda. Menuju sofa dan menyenderkan punggungnya disana. Menengadahkan kepala dan memejamkan matanya.
"Percuma Melinda. Percuma... Bukan kau wanita satu-satunya yang telah kucoba. Berkali-kali aku mencoba. Namun..tak ada hasilnya."

Melinda tak percaya mendengarkan perkataan laki-laki itu. Seolah mendengarkan sebuah dongeng di malam hari. Sesuatu yang tidak mungkin akan terjadi. Karena dia meyakini Leo adalah laki-laki tertangguh yang pernah bercinta dengannya. Gairahnya yang besar sangat mendominasi aura dirinya. Dan itu dibuktikannya di malam mereka melakukan kerja sama dalam hubungan kerja.
"Pergilah Melinda. Tinggalkan aku sendiri. Pergilah... Aku lelah..."
Menggeleng-gelengkan kepalanya, Melinda merapikan penampilannya dan bergegas mengambil tas mungilnya yang tergeletak diatas meja. Dia meninggalkan Leo yang berkutat dengan segala amarah terpendamnya dengan sejuta pertanyaan. Bagaimana mungkin??

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang