72

4.5K 256 102
                                    

Terima kasih buat semuanyaaa...
Lope..lope ya buat pembaca setia..
Malam ini, special hari ini karena author lagi seneng...
Kasih triple up... Looohh..

***
Arini menggeliatkan tubuhnya, terasa lebih ringan daripada semalam. Dia lelah hati dan pikiran. Ingin memulai hari ini dengan pikiran yang tenang. Masih ada seseorang yang membutuhkan dirinya. Arini sudah bangun namun belum membuka matanya. Saat teringat bahwa semalam dia membantu tubuh Bintang yang sangat panas, jemarinya merayap menyentuh perut telanjang di sampingnya.

Sudah mendingan.

Arini masih menyentuhkan tangannya disana dan membuka matanya, saat matanya terbuka sempurna betapa terkejutnya dia karena saat ini Bintang tengah menatapnya tepat didepan matanya. Dengan pandangan yang sayu, Bintang menatap ke dalam matanya hingga menembus ke dalam jiwanya.

"Pa...man..."

"Selamat pagi Reyna. Aku berharap ini bukan mimpi." Bintang tersenyum tipis padanya. Tersenyum! Arini tertegun dengan senyuman Bintang yang menembus jantungnya. Deg!

Kemudian Arini menyadari bahwa dirinya sedang tidak dalam keadaan yang pantas. Perlahan menundukkan kepalanya dan melihat tubuhnya yang hampir telanjang terlihat dengan jelas. Selimut yang semalam menutupi tubuhnya tak melakukan tugasnya dengan baik. Arini membelalakkan matanya.

"Aaaaa!!!"

Arini dengan cepat menarik selimut yang tak menutupi tubuhnya dengan sempurna dan menyembunyikan tubuh beserta wajahnya.

"Hahahaha!!" Bintang tertawa. Melihat Arini yang menjerit karena malu setengah mati membuat hatinya tergelitik hingga membuat tawa tersembur dari bibirnya.

Arini berusaha mundur dari tempatnya berbaring dengan selimut menutupi tubuh dan kepalanya. Meraba ranjang dan mencoba untuk turun. Tapi, dengan cepat Bintang menariknya dan membawanya terbaring lagi. Dengan gerakan cepat Bintang melangkah ke sisi luar ranjang, sehingga Arini terjebak disisi dalam dan tak bisa turun. Arini membuka sedikit selimutnya dan mengintip Bintang.

"Paman... Aku harus segera pergi sebelum Gita datang dan melihat keadaanku seperti ini. Ini memalukan paman.."

Bintang masih disana dengan tawanya. Bahkan kini dia duduk setengah berbaring.

"Paman...ini tidak lucu sama sekali. Biarkan aku pergi." Arini mengerucutkan bibirnya. Dia beringsut mundur dan menjauhi tubuh pamannya. Menabrak dinding dibelakangnya.

Bagaimana bisa Bintang menertawakannya, sedangkan dirinya merasa malu setengah mati.

"Sebelum kau pergi, katakan padaku. Apakah memang kebiasaanmu tidur tanpa pakaian atau kau sengaja ingin menggodaku?" Tanya Bintang dengan wajah cerah. Tak terlihat pucat lagi dan Arini bersyukur karenanya.

"Paman!! Bisa-bisanya paman menuduhku menggoda. Aku seperti ini karena paman semalam panas sekali. Aku tak tahu harus melakukan apa. Aku hanya ingat bahwa dulu ibu dan kakakku melakukan hal sama jika aku mengalami demam tinggi. Dan semalam... Aku mencobanya padamu. Dan ternyata berhasil! Seharusnya kau berterima kasih padaku." Arini mengerucutkan mulutnya. Raut wajahnya berubah-ubah. Mulai dari kesal, senang dan kesal lagi. Bintang bersandar dikepala ranjang dan tersenyum.

"Heemm... Jadi.. ini karenaku? Dan..kau menyalahkanku karenanya?"

"Bukan. Bukan itu maksudku. Aku tidak menyalahkanmu karena sakit. Tapi, karena kamu menuduhku menggodamu. Aku semalam berfikir akan bangun sebelum paman bangun. Tapi ternyata paman sudah bangun duluan."

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang