23

8.1K 335 3
                                    

Part kali ini panjang dan panas...
Check it out...

Duduk diam dan menatap ke arah Leo yang terlihat kesakitan dengan segala emosi yang dirasakannya, membuat Arini merasa iba. Walau Arini masih belum bisa melupakan apa yang telah dilakukan Leo terhadap dirinya, namun melihat kondisi Leo yang seperti sekarang ini, tak urung membuatnya iba.

Arini mendengarkan semua yang diceritakan Leo dengan mata dan hati terbuka. Melihat kesakitan dan kesedihannya atas kehilangan tunangan tercintanya.

"Bagaimana dia meninggal pak... Tunangan anda maksud saya.." Arini bertanya. Leo menelengkan kepalanya lalu kembali menatap ke langit-langit kamar. Mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan keras.

"Aku menghianatinya... Dia pergi setelah memergoki perbuatan burukku. Pergi dengan cepat dan tak mendengar panggilanku. Berlari tanpa henti. Terus berlari dan pergi membawa mobil dengan kecepatan tinggi..."
"Aku mengejarnya dengan kecepatan yang sama. Aku ingin meminta maaf. Kebodohanku, kesalahanku, membuatnya pergi meninggalkanku. Dan aku menyesal setelahnya. Kejadiannya begitu cepat. Saat berbelok di tikungan, tak sedikitpun dia mengurangi kecepatan dan dari arah berlawanan ada kendaraan besar yang melintas dan semuanya terlambat..."

Leo mulai menitikkan air mata. Arini menatapnya dengan sendu, merasakan kesedihannya. Leo menegakkan duduknya, menundukkan kepalanya dengan dua telapak tangan menutup wajahnya. Arini beranjak mengambil tisu di atas meja dan mengulurkannya kepada Leo. Leo menoleh, menatap ke arah Arini. Menimbang sesaat, menatap ke arah Arini dan mengambilnya.

Merasakan malu karena meneteskan air mata di depan Arini. Menunjukkan dirinya lemah. Tak berapa lama, Leo berdiri mengambil telepon di atas nakas di sebelah ranjang, memesan sesuatu untuk diminum dan dimakan.

Menawarkan pada Arini minuman apa yang diinginkan. Awalnya Arini menolak, tapi karena Leo memintanya tinggal dan menemaninya, akhirnya dia pun mengiyakan.

Menutup telpon dan beranjak menuju ke jendela yang berhadapan dengan balkon diluarnya. Ingin membukanya namun hawanya terlalu dingin, akhirnya Leo pun hanya berdiri menatap ke kegelapan malam yang memperlihatkan kelap kelip cahaya di kejauhan. Menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Semua karena keegoisanku. Kejahatanku membunuhnya. Dan bagaimana mungkin aku bisa hidup dengan baik karenanya. Rasa bersalah ini terus menggerogotiku. Takkan pernah hilang ditelan waktu. Hanya wasiat terakhirnya yang mampu kulakukan. Menjaga titipannya yang mungkin sebenarnya sudah kurusak. Tapi, aku akan menjaganya sampai kapan pun."

Arini beranjak dari duduknya. Berjalan perlahan mendekati Leo. Memeluk tubuhnya yang kedinginan. Dan berdiri di samping Leo menatap ke kejauhan. Pemandangan malam yang cantik.

"Setidaknya ada yang anda lakukan demi menebus kesalahan anda pak."

"Leo... Panggil saja namaku saat kita berdua dan bukan dalam kondisi formal. Dan jangan panggil anda, aku merasa sudah tua.. " Leo menoleh ke arah Arini dan membetulkan panggilan Arini untuk dirinya. Arini hanya tertawa kecil. Usaha Leo untuk mengakrabkan diri, membuat Arini merasa tenang.

"Dengan menjaga wasiat terakhir tunangan anda. Itu sudah membuktikan bahwa anda berusaha menebus dosa anda pada tunangan anda." Arini meneruskan tanpa mengurangi bahasa formalnya. Leo menoleh protes karena masih memanggilnya dengan sebutan anda.

Arini menunduk malu dan tertawa kecil. Leo mendekatinya perlahan. Arini mendongakkan kepalanya saat melihat Leo mendekatinya. Kedua tangannya menyentuh bahu Arini. Menatapnya tepat di mata indah Arini Tatapan teduh Arini membuat Leo ingin berlari ke dalam pelukannya. Leo mengulurkan tangannya dengan ragu. Melihat Arini diam dan tak menghindar, membuat Leo meneruskan kegiatannya.

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang