45

5K 261 8
                                    

Arini memejamkan matanya ketika angka dalam lift menunjukkan bahwa dirinya semakin dekat dengan lantai yang di tuju. Wajahnya yang muram menuliskan betapa kemarahan dan kekecewaan bersarang di hati dan pikirannya. Jantungnya semakin cepat berdetak. Berfikir seharusnya tadi dirinya menyetujui keinginan Katherine untuk menemaninya menemui Leo di kantornya. Tapi sekarang Arini ragu bahwa dia akan baik-baik saja saat bertemu dengan laki-laki itu. Tapi tekad membuyarkan ketakutannya, takut akan hatinya yang selalu tak sejalan dengan pikirannya.

Ting

Tanda lift telah sampai pada lantai yang dia tuju. Membuka matanya perlahan dan menguatkan pikirannya bahwa dia mampu menangani hatinya yang terdengar sedang bersorak sorai karena akan bertemu dengan laki-laki itu. Arini melangkah dengan pasti. Terlihat Imelda yang sedang menoleh ke arahnya dan tercengang melihat kedatangannya.

Arini melangkah mendekati pintu ruangan Leo. Imelda yang telah diberi pesan oleh Leo bahwa akan ada seorang gadis yang akan datang menemuinya tak menyangka bahwa gadis itu adalah Arini. Arini menoleh ke arah Imelda mengangguk pelan dan tersenyum kecil. Melihat sikap Arini yang tak seperti sebelumnya, mengerti bahwa ada sesuatu antara Arini dan atasannya. Imelda pun mengangguk membalas Arini dan membukakan pintu ruangan Leo.

Sebelum Arini melangkah masuk, Imelda memberikan tepukan ringan di punggungnya seolah mengatakan bahwa dirinya harus kuat. Arini tersentak melihat sikap Imelda tapi kemudian dia tersenyum manis.

Arini melangkah masuk dan Imelda menutup pintu di belakangnya. Terlihat Leo sedang berdiri membelakangi dan menatap pemandangan kota di depannya lewat kaca besar yang terlihat begitu terang. Arini terdiam tak bersuara pun tak bergerak. Menatap punggung lebar dan kokoh didepannya.

Leo yang tak mendengar suara apapun, menoleh ke samping. Membalikkan tubuhnya dan menatap Arini yang berwajah masam. Ada amarah, kecewa dan kesedihan terpancar dari raut wajahnya. Leo mengernyit tak mengerti. Namun kemudian dia melangkah mendekati mejanya.

"Ini yang kau cari? Tertinggal 1 di tempatku." Leo mengulurkan buku Ervina ke hadapan Arini. Arini menatap tajam buku Ervina.

Melihat Arini yang tak kunjung bergeming, Leo melangkah mendekatinya.

"Jadi... Kalian tak sedarah?" Leo bertanya tiba-tiba. Arini membelalakkan matanya. Terkejut mendengar perkataan Leo. Arini menatap kembali buku itu. Berfikir disanalah jawaban atas pertanyaannya selama ini. Yang semalaman di carinya.

Leo mengambil duduk di salah satu sofa panjangnya. Memberikan instruksi pada Arini mempersilakannya duduk. Arini menghembuskan nafasnya perlahan, dan mendekati salah satu sofa tunggal. Leo tersenyum kecil melihat Arini begitu menjaga jarak.

"Jadi... Kalian saudara tiri?" Leo masih berusaha memancing suara Arini keluar.

"Saudara angkat." Arini menjawab dengan cepat. Leo menaikkan alisnya sebelah.
"Aku diangkat anak oleh orangtua kakakku." Kini Arini merasa yakin atas pernyataannya. Karena mendengar kata-kata Leo yang mengungkapkan bahwa dirinya dan Ervina tidak sedarah. Maka sebagian besar laki-laki itu pasti membaca bagian yang menyebutkan bahwa dirinya dan Ervina bukan saudara kandung.

"Dan... Orangtua mu?" Tanya Leo tertarik.

"Bukan urusanmu. Bagiku orangtua kakakku adalah orangtuaku." Kata Arini ketus.

"Jika begitu, lalu kenapa kau bersusah payah mencari bukti bahwa kalian bukan saudara kandung? Untuk apa kau bersusah payah mencarinya?" Tanya Leo dengan nada tertarik.

"Sudah kubilang, itu bukan urusanmu. Berikan buku itu." Arini mengulurkan tangannya meminta buku yang berada dalam genggaman Leo. Leo meletakkan buku itu di atas meja begitu saja.

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang