36

5.5K 232 5
                                    

"Arini... Apa yang kau katakan ini?" Tanya Leo mendengar kata-kata yang tajam kepada dirinya. Leo menatap nanar Arini.

Arini mendekati Leo dan meletakkan telunjuknya di atas dada Leo. Tatapan matanya mengikuti jemari Arini. Kemudian mendongak menatap wajah Arini.

"Dengar tuan. Anda bukan siapa-siapa saya. Dan bukan hak anda mengatur saya. Anda bukan keluarga, teman bahkan kekasih saya. Hubungan kita satu-satunya adalah anda atasan saya di tempat saya bekerja. Tapi, karena saya sudah mengundurkan diri dari perusahaan anda, maka anda bukan siapa-siapa saya. Jadi, enyahlah dari hadapan saya tuan dan jangan tunjukkan wajah anda di hadapan saya lagi. Saya muak dengan kata-kata dan kehadiran anda di dekat saya." Arini mengatakan semuanya dengan nada yang tajam dan tegas. Meluapkan semua kemarahan dan kebenciannya. Permainan Leo yang menurutnya sudah melampaui batas membuatnya muak.

Leo terhenyak mendengarkan kata tiap kata yang keluar dari bibir gadis itu. Tapi malam ini bukanlah waktu yang tepat untuk berdebat dan bertengkar. Jika saatnya tiba, Leo akan membawa gadis itu ke dalam lingkaran hidupnya.

"Arini... Bagaimana bisa kau menyakitiku seperti itu?" Leo menatap sedih. Berbanding terbalik dengan tatapan Arini yang penuh emosi.

"Dan bagaimana anda bisa menyakiti kakak saya seperti itu?" Arini mendesis. Matanya menyipit. Tubuhnya bergetar menahan kemarahan.

Leo mundur dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Tidak sanggup lagi menerima cercaan dari gadis yang telah mencuri hatinya terlalu dalam.

"Kurasa sudah cukup kita berbicara malam ini Arini. Aku akan pergi dan saat ini bukan waktu yang tepat untuk berbicara dengan kepala dingin. Terlalu banyak kemarahan diantara kita. Aku menunggu kedatanganmu di Indonesia, atau aku yang datang kesini dan membawamu pulang. Apapun yang terjadi dan yang kau katakan saat ini, aku menganggap tidak pernah mendengarnya. Aku pergi Arini."  Leo menatap sendu tatapan Arini yang diselimuti emosi. Menoleh sebentar ke arah Kevin yang hanya berdiri terpaku dan menyaksikan semuanya.

"Dan kau Kevin, aku tidak menyangka akan seperti ini jadinya akhir persahabatan kita."

"Jauh sebelum hari ini, hari dimana kematian Ervina, persahabatan kita telah hancur Leo. Aku selalu menganggapmu kawan tapi sepertinya kau tak pernah menganggapku demikian. Jika dulu Ervina telah kau hancurkan, maka kini Arini akan aku jaga sekuat tenaga." Kevin menantang tatapan Leo.

"Jangan bermimpi kawan. Seperti halnya Ervina, kau pun tak akan mendapatkan Arini." Leo menyunggingkan senyuman sinisnya. Tak gentar dan akan selalu mengejar Arini.

Leo menoleh dan menatap Arini kembali dan berkata, "itu.sumpahku." kemudian Leo berbalik dan melangkah pergi.

Kevin menggeram dan menggertakkan giginya. Arini menatap kepergian Leo dengan penuh kesedihan. Tak seharusnya Leo bersikeras seperti itu. Tidak cukupkah rasa bersalah yang ditorehkannya sehingga dirinya tetap keras kepala. Arini membuang nafas dengan kasar. Kevin mendengar dan mendekati Arini. Menyentuh jemari gadis itu yang terkepal erat, Arini menoleh ke arah Kevin.

"Tenanglah. Aku akan mengatasi semua dan menjagamu. Maaf... Aku tidak tau kalau Ervina adalah kakakmu. Seharusnya aku tak memancingnya seperti itu." Kevin menyentuh bahu Arini dengan lembut.

"Tidak Kevin. Bukan salahmu kalau tidak mengetahuinya. Aku juga tidak tau sebelumnya kalau Leo lah yang membuat kakakku bernasib naas." Arini tersenyum sedih. Mengingat kepergian kakaknya yang tiba-tiba tanpa tau bagaimana kehidupannya sebelumnya membuat Arini merasa sangat bersalah.

Kevin balik tersenyum. Tangannya membelai rambut Arini yang terjatuh di dahinya dan menepikannya.

"Arini..." Arini menoleh, melihat Katherine bersama dengan pria yang tadi mengajaknya berdansa. Marcel kalo tidak salah namanya.

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang