5

9.1K 390 8
                                    

Sial!!!
Siapa gadis itu?! Kenapa tubuhku bergairah saat menatap mata coklatnya yang indah itu? tubuhku... tubuhku merespon tatapannya. Bagaimana bisa dia mempengaruhiku begitu besar? Siapa dia?!
Sial! Sial! Sial!
Bahkan saat ini aku ingin menelentangkan tubuhnya yang mungil itu diatas meja kerjaku!

Leo menghembuskan nafasnya dengan keras. Mengusap wajahnya dan mengacak rambutnya dengan kesal. Menuju meja kebesarannya, dia duduk dan termenung. Meletakkan jarinya ke atas bibir bawahnya dan berimaji melumat bibir gadis itu dengan kasar. Segala macam bayangan permainan ranjang merasuk ke dalam benaknya.

Tak menyadari bahwa Imelda juga mengikutinya masuk ke ruangan kerjanya, dan Imelda pun tak menyadari jika pikiran bosnya melayang ke teman kerjanya. Imelda membacakan kegiatan Leo hari itu. Tak terdengar sahutan maupun jawaban dari semua pernyataan dan keterangan dari dirinya, Imelda menatap lekat ke arah pimpinannya. Termenung menatap sikap atasannya yang tidak seperti biasanya. Imelda mencoba menyapa atasannya. Namun Leo tak menggubris Imelda. Menyadari usahanya tak cukup keras, dengan setengah berteriak Imelda memanggil Leo.

Leo penuh dengan angan-angan yang semakin tinggi. Berfikir bagaimana caranya membawa gadis itu ke atas ranjangnya. Segala macam muslihat akan dilakukan demi mendapat pelampiasan yang sepadan. Terpana dengan sambutan tubuhnya akan keberadaan gadis yang menjabat sebagai asisten sekretarisnya, membuatnya kebingungan setengah mati. Efek yang dirasakan saat melewati gadis itu, wangi segar sesegar citrus di pagi hari menyeruak dari tubuh gadis itu saat Leo melewatinya, membuat sisi liarnya terbangun. Masih tak percaya dengan efek yang ditimbulkan, Leo terus termenung dan mengerutkan dahinya.

"....pak...pak Leo..pak...!..Pak Leo!!" Imelda menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Leo.

Suara Imelda dan tindakannya membuatnya kaget hingga membuyarkan bayangan-bayangan liarnya.

"Ah...ya Imelda.. ada apa?" Leo berjengit dari tempat duduknya.

"Ma..maaff..pak.. bukan saya mau mengagetkan bapak. Tapi... saya sudah berusaha memanggil bapak sedari tadi. Tapi, bapak tidak mendengar. Maaf..." Imelda menunduk ketakutan tak enak hati.

"Ah... benarkah? Aku tak tau kau masuk dan tak mendengar seruanmu. Kapan kau masuk?"

"Maaf...pak.. tapi..tapi.. tadi saya masuk bersamaan dengan pak Leo. Bahkan saya membacakan jadwal pak Leo untuk hari ini saat masuk tadi. Namun sepertinya, bapak tidak mendengarnya." Imelda mencicit.

Sedikit ada rasa takut dalam dirinya. Walaupun Imelda sudah lama bekerja dengan Leo,tapi atasannya itu paling pintar membuat lawan bicaranya bergetar ketakutan.
Kewibawaan dan sikapnya yang mengintimidasi, membuat lawannya ciut.

"Oh..benarkah?! Bisakah kau membacakannya sekali lagi? Sekalian ambilkan dokumen yang tadi pagi aku minta" Leo mencoba mengembalikan kewarasannya. Ada baiknya dia kembali konsentrasi ke dalam pekerjaannya agar tidak terus menerus memikirkan pengaruh gadis itu. Tapi... dibawah sana rasanya menyakitkan. Leo menghela nafas.

Bukan awal yang baik untuk memulai pekerjaannya. Sembari mendengarkan perkataan Imelda, Leo memikirkan siapa gadis yang akan di datangi nanti demi melepaskan hasratnya yang kesakitan.

Tok tok

"Masuk"

Leo memerintahkan siapa saja yang mengetuk pintu ruangannya untuk masuk.

Matanya menatap tajam sosok yang memasuki ruang kerjanya. Gadis yang mengusik paginya, sedang melangkah perlahan sambil membawa tumpukan kertas di pelukannya.

Ditatap dengan sedemikian intens membuatnya tak tenang. Debaran jantungnya semakin meningkat. Bahkan Arini bisa merasakan peluh di dahinya perlahan keluar dari dalam kulitnya. Berdebar dan bergetar. Dia tidak berani membiarkan kedua matanya menatap terus menerus ke sosok yang membuat jantungnya berhenti berdetak.

"Ma..maaf.. ini dokumen yang diminta mbak Imelda" kata Arini gugup setengah mati. Ditatap setajam itu membuat sesuatu dibawah dirinya terasa lembab. Hawa panas melingkupi tubuhnya. Dia tidak tau kenapa dirinya merasa seperti ini. Sesuatu di dalam dirinya ingin dikeluarkan. Dan dia tak mengenal rasa itu. Lapar? Haus? Entahlah... Arini tak mengerti. Sial!

"Ah...iya.. sini Arini, berikan padaku."

Imelda tersenyum dan mengulurkan tangannya mengambil tumpukan dokumen dari Arini. Arini tersenyum dengan gugup. Dia menyerahkan dokumen-dokumen itu dengan tangan bergetar. Setelahnya Arini segera undur diri. Merasa sesak dan tak bisa bernafas. Membuatnya ingin segera melangkah keluar dari ruangan yang serba warna abu-abu gelap dan cokelat itu. Warna-warna yang mewakili jiwa si pemilik ruangan yang penuh dominan dan berbahaya.

Leo masih menatap kepergian Arini dengan tatapan tajamnya. Imelda heran melihat sikap atasannya. Namun dia tak ambil pusing dan segera menyerahkan dokumen ke depan Leo untuk diperiksa dan ditanda tangani.

Tapi Leo benar-benar tidak bisa berkonsentrasi dengan keadaan dirinya yang sedang kalut seperti ini. Dia menutup dokumen kerja dan memutuskan untuk keluar. Tak lupa dia membawa dokumen itu untuk dipelajari di rumah. Imelda hanya mengiyakan perintah bosnya dan menatap kepergiannya dengan penuh pertanyaan.

---

Brak!!
Leo membanting pintu apartemen Siska dan segera menyerang gadis didepannya yang untungnya sedang berada ditempatnya. Leo begitu buta akan birahi dan gairah yang dirasakannya saat ini.

"Hmmpp..mmpph.."
Siska terdorong ke belakang hingga tubuhnya membentur meja dapur di belakangnya. Apartemen minimalis dimana ruang tamu dan dapur menjadi satu membuat gerakan mereka terhambat dengan siku-siku meja.
Terkejut saat mendapati Leo berada didepan pintunya. Belum sempat bertanya apa yang sedang dilakukan pria tampan itu sepagi ini ditempatnya, Leo menerjang le arahnya. Terkejut, heran dan bahagi pastinya mengetahui bahwa Leo masih menginginkan dirinya. Siska menyambut dengan semringah undangan panas pagi itu didepan apartemennya.

"Aahh.. Le..oo... Ahhh!!"
Siska merintih kesenangan saat tangan Leo menelusup ke dalam paha dalamnya. Untung saja hari ini Siska tidak memakai pakaian cukup lengkap. Sehingga membuat gerakan jemari Leo bergerak bebas menyentuh, meremas di area-area intim Siska.

Suara desakan, decitan terdengar bersahut-sahutan. Leo mendesak tubuh Siska hingga terlentang di sofa. Melepas segala macam kain yang melekat ditubuh Siska, Leo melahap tiap jengkal tubuh pasangannya.

Melenting saat Leo menjilat dan membelai tubuh intimnya, Siska meneriakkan namanya dengan keras. Leo menghisap semua yang ada didalam liang kenikmatan Siska. Basah dan manis.

Siska adalah salah satu pasangan seks nya saat dulu masih menjabat sebagai asisten Direktur di tempatnya. Leo menawarkan kenikmatan duniawi kepada Siska demi bisa melayani nafsu nya yang melewati batas. Siska yang notabene gadis yang berasal dari keluarga kurang mampu, menyambut dengan senang penawaran Leo yang adalah CEO di perusahaannya. Karena tidak ingin skandalnya menyeruak dan diketahui publik, apalagi sebagai CEO dia juga harus menjaga namanya di mata para karyawannya. Leo memutuskan untuk mengeluarkan Siska dari perusahaan dan meneruskan hubungan mereka dibelakang.

Sampai kemudian Leo memutuskan hubungan mereka karena Leo bosan. Meninggalkan Siska dengan segepok uang sudah cukup untuk membungkam mulut wanita itu. Selain itu juga, karena aura Leo yang mematikan membuat Siska harus berfikir seribu kali jika ingin membongkar skandal mereka ke permukaan. Hingga hari ini hampir 4 tahun lamanya mereka putus kontak, tiba-tiba mendapati laki-laki itu lagi ditempatnya, seperti mendapatkan durian runtuh.

Suara gemerisik kain dan sabuk terdengar. Siska menanti Leo yang sedang berusaha melepaskan celananya. Namun, alangkah kagetnya mereka, saat mengetahui bahwa alat vital Leo tidak berdiri dengan kuat.

"Le..o... kejantananmu.. ti..dak.. berdiri??"
Leo membelalakkan matanya. Kaget tentu saja. Tak habis pikir dengan yang terjadi pada tubuhnya. Padahal baru saja sejam yang lalu, kejantanannya mengencang hingga terasa sakit.

"Sial!! Sial!! Sial!! Tidak lagi... Aaahhhh!!!!"

Leo merasa dirinya menjadi gila. Gila memikirkan betapa tidak normalnya tubuh bagian bawahnya itu.
Leo meremas rambutnya dengan keras. Duduk di sofa, disamping Siska dia mengerang.
Siska hany bisa menganga terkejut. Tak mampu berkata-kata.

Kenapa tadi dia sangat bergairah di kantor hingga terasa sakit di bawah sana. Aku kira aku sudah kembali. Tapi nyatanya... Bahkan hanya dengan memandang bibir pink milik Arini, tubuhku langsung bereaksi. Tapi, sekarang... kenapa tubuhku seperti ini? Ini tidak masuk akal!!

Uncle Long LegsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang