37

15.8K 1.6K 123
                                    

Lampu-lampu taman bersinar terang. Aku dan Geu Rin sedang menikmati wine. Agak jauh dari kami, Jimin dan Hyunseung sibuk membolak-balik daging panggang.

"Aku sangat iri pada pemuda seperti kalian," kata Geu Rin.

"Kenapa?" tanyaku sambil menyesap wine-ku.

"Dulu Hyunseung-ssi juga romantis. Tapi sejak kami menikah, ia jarang melakukan hal-hal yang romantis lagi," keluhnya.

Hampir terjatuh dari kursi bukanlah hal yang romantis, batinku sebal.

"Kau bisa pura-pura terjatuh agar ia menangkapmu," candaku.

Geu Rin tertawa. Ia meletakkan gelasnya di atas meja, lalu ikut berdiri menyandar di pagar tepat di sampingku. Wanita itu menatap ke arah para lelaki sambil tersenyum. Aku mengikuti pandangannya.

Kemudian, aku teringat sesuatu. Aku selalu penasaran dengan latar belakang Jimin. Hanya saja, aku tidak punya keberanian untuk menanyakannya pada sahabat-sahabatnya. Aku juga tidak mau bertanya pada Ji Eun karena ia pasti curiga. Bagaimana bisa aku tidak tahu apa-apa tentang Jimin, padahal ia adalah kekasihku?

"Eonni," panggilku.

Geu Rin menoleh. "Hmm?"

Tapi, akan semakin aneh saat aku menanyakannya pada keluarganya.

"Tidak jadi," ujarku.

Geu Rin menggelitik pinggangku dengan jarinya, sukses membuatku menjerit kegelian. Hyunseung dan Jimin menoleh untuk memeriksa kami. Jimin menggelengkan kepalanya, sedangkan Hyunseung hanya tersenyum geli. Tak lama, daging panggang kami sudah siap.

"Kalian akrab sekali," komentar Hyunseung sambil membawa sepiring daging yang baru saja ia panggang bersama Jimin.

Aku hanya cengar-cengir. Geu Rin mendekati Hyunseung dan segera menggelayut manja pada lengan suaminya. Geu Rin lalu mencomot sepotong daging. Hyunseung langsung memukul punggung tangannya pelan.

"Aku menyukainya," ujar Geu Rin sambil menunjuk padaku.

"Maaf, tapi dia menyukaiku," sela Jimin.

Aku menoleh dan mendapati Jimin sudah berdiri di sampingku. Lengannya terangkat untuk memeluk pinggangku. Aku menelan ludah gugup tiap kali Jimin berada sangat dekat denganku. Belum lagi segala skinship yang ia tunjukkan selama ini. Aku takut ia bisa mendengar jantungku yang sudah berdetak tak karuan. Entah kapan debaran di dadaku bisa menyesuaikan diri dengan kondisi seperti ini.

"Aku tidak akan merebutnya darimu, Jimin-ah," balas Geu Rin. Ia lalu menoleh ke arah suaminya lagi, "Yeobo, aku ingin daging yang lebih matang."

Hyunseung mengangguk. Mereka berdua berjalan menuju ke tempat di mana Hyunseung dan Jimin memanggang daging. Aku hanya menatap punggung mereka. Cantik dan tampan, pasangan yang akan membuat semua orang berdecak iri.

Aku merasakan tangan Jimin yang memegang daguku. Tak lama, aku telah beralih menatapnya. Ia balas menatapku dengan dahi berkerut. Sekarang, perhatianku tertuju sepenuhnya pada lelaki yang berdiri di sebelahku.

"Kau tidak mendengarkanku?" tanyanya.

"Eh, apa?" balasku bingung.

Jimin menghela napas. "Aku bertanya padamu, apa yang ingin kau lakukan pada Son Hyun Woo brengsek itu."

Aku mendesah. "Apa kau yakin mau mendengar pendapatku? Keputusanku masih sama dengan yang tadi kukatakan padamu."

Jimin melepaskan tangannya dari daguku. Ia kemudian menatap lurus ke depan. Wajahnya tampak serius seperti sedang memikirkan sesuatu. Ia lalu menatapku lagi. "Baiklah, tapi kontrak kita berakhir enam bulan ke depan. Titik."

The Cute Boy I've Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang