90

7.4K 1K 111
                                    

Aku meregangkan tubuhku yang terasa pegal karena terlalu lama duduk di depan laptop. Setelah waktu yang berat di "Midnight News" selama dua hari ini, aku masih harus mengerjakan beberapa hal yang diperintahkan oleh Nona Ye. Katanya untuk latihan bagiku, apakah aku layak untuk magang di sana atau tidak. Jadi, sebelum aku benar-benar diakui, aku masih orang asing bagi mereka.

Berbeda dengan Yu Bi yang sudah terbiasa melakukan tugas kehumasan-dia pernah bekerja paruh waktu di bagian call center-menjadi reporter adalah hal yang benar-benar baru bagiku. Belum lagi, aku juga harus merangkap sebagai penulis berita. Itu pun kalau para karyawan di "Midnight News" bersedia menerimaku sepenuhnya.

Ye jagga sejak awal bertemu denganku, ia sudah tidak begitu suka padaku. Salahku sendiri karena terlambat di hari pertama dan mengacaukan tugas pertamaku. Tapi di balik itu semua, Ye jagga memang terlihat sangat berdedikasi dengan pekerjaannya. Ia selalu berusaha melakukan semuanya dengan sempurna.

Cho PD berkebalikan dengan Nona Ye. Dia lebih santai dan menganggap semuanya bisa teratasi, asal ada Nona Ye di sampingnya. Motto hidupnya adalah "Kalau Ye jagga bisa melakukannya, kenapa harus aku?".

Hakyeon merupakan reporter muda yang belum lama bekerja di KBS. Dia adalah karyawan kontrak yang selalu berharap bisa menjadi karyawan tetap. Meskipun rata-rata idenya selalu ditolak oleh Ye jagga dan Cho PD, tapi ia tidak pernah menyerah.

Sunmi. Aku tidak tahu bagaimana menggambarkan gadis ini dengan tepat. Dia gadis yang cantik, tapi dia tidak terlalu menyukai pekerjaannya sehingga terkesan mengerjakan apa pun dengan asal-asalan. Sama dengan Hakyeon, dia juga karyawan kontrak di KBS.

Lee Yu Bi merupakan teman magangku yang berasal dari Universitas Ehwa, salah satu universitas wanita di Seoul. Dia agak pemalu dan hanya sedikit bicara. Aku bahkan baru benar-benar berbicara dua arah dengannya di hari kedua kami magang. Dia lumayan cekatan dan bisa membantu Sunmi dalam mengerjakan tugas kehumasan.

Aku menguap sambil duduk terkantuk-kantuk di depan laptopku yang masih menyala. Ye jagga menyuruhku untuk menulis sebuah berita yang layak dibacakan oleh news anchor kami. Aku sudah memikirkan sesuatu selama satu jam lebih, tapi hanya mampu mengetik lima kalimat saja.

Ketika aku benar-benar jatuh tertidur, sebuah suara membuatku terbangun. Itu adalah suara panggilan telepon. Aku meraba-raba permukaan ranjang dengan mata setengah terpejam.

"Halo ...?" sapaku serak.

"Ga Eun!" teriak Ji Eun hingga membuatku terpaksa menjauhkan ponselku dari telinga.

"Kau membiarkan Jimin pergi ke China seorang diri?! Apa kau gila?!" teriaknya lagi.

"Ji Eun-ah, apa yang kau bicarakan? Apa kau sedang mabuk?" tanyaku balik.

Gadis itu berdecak. "Yaaa, aku bertanya padamu apakah kau membiarkan Jimin pergi ke China tanpamu?"

Aku menggaruk leherku yang barusan gatal karena digigit nyamuk. "Tentu saja dia pergi sendirian. Kenapa aku harus ikut?"

"Kenapa?! Kau tanya kenapa?!" teriaknya tak percaya.

"Aku benar-benar tidak tahu apa maksudmu. Lagipula, aku harus menyelesaikan pekerjaanku. Aku akan menutupnya kalau kau masih membicarakan sesuatu yang membuatku bingung," ancamku.

Ji Eun mendesah. "Augh, apa kau tidak tahu kalau Hanna ada di China?"

Aku memejamkan mataku karena masih sangat mengantuk. "Hanna? Hanna siapa?"

"Ya Tuhan, Ga Eun! Apa kau benar-benar tidak tahu tentang Hanna?"

"Aku tidak tahu siapa itu Hanna," jawabku jujur.

The Cute Boy I've Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang