Aku baru saja mengganti pakaianku dengan kemeja putih milik Jimin. Kemeja itu tampak terlalu besar untukku hingga aku harus menggulung lengannya yang terlalu panjang. Bagian bawah tubuhku sendiri hanya tertutup sampai pertengahan paha. Memperlihatkan kakiku yang kecil dan telanjang.
Aku segera membasuh mukaku. Beberapa bagian tubuhku masih menyisakan apa yang tersisa dari kejadian semalam. Belum lagi, seluruh tubuhku terasa pegal. Aku heran, aku masih bisa berjalan sesudah mengikuti permainan Jimin.
Setelah melihat penampilanku yang terlihat berantakan, aku melirik ke arah celana jeans-ku yang masih terserak di lantai. Dalam hati, aku mengutuk diriku sendiri karena bisa-bisanya aku kehilangan kendali. Jimin memang mabuk, tapi aku sadar seratus persen. Bagaimana aku bisa berakhir di sini dengan sekujur tubuhku penuh dengan bekas tangan dan bibir laki-laki itu?
Sekarang, aku merasa sangat ketakutan. Aku takut Jimin kembali bersikap dingin padaku dan melupakan semua kata-katanya tadi malam. Bisa saja ia tidak sadar ketika mengatakan semuanya dan ia menarik kata-katanya pagi ini. Maka, kuputuskan untuk segera pergi dari sini sebelum lelaki itu bangun.
"Kau selalu terlihat seksi saat mengenakan bajuku," komentar Jimin.
Ketika mendengar suaranya, aku menoleh. Rupanya ia baru saja bangun karena beberapa saat yang lalu, ia masih tertidur lelap. Ia sekarang menatapku sambil berbaring miring dengan satu tangan menyangga kepalanya.
Selimut menutupi sebagian tubuhnya, tapi hanya sebatas perut sampai kaki saja. Jantungku sudah tidak berdetak sekencang saat aku menyadari diriku terbangun di sisinya tanpa sehelai benang pun. Dengan langkah tenang, aku berjalan ke arah celana jeans-ku yang tergeletak mengenaskan.
"Aku meminjamnya karena kau merobek kaosku," balasku seraya membungkuk untuk mengambil celanaku. "Setelah kucuci, akan segera kukembalikan."
Tapi bukannya menanggapiku, Jimin segera melompat dari tempat tidur dan merebut celanaku. Tubuhnya yang telanjang terekspos sempurna. Aku menelan ludah gugup sebelum mengalihkan pandanganku ke arah lain. Lelaki itu melemparkan celanaku ke atas ranjang. Tak lama, tangannya telah menarik pinggangku ke arahnya.
"A-apa yang kau lakukan?" tanyaku semakin gugup, kedua tanganku sekarang telah mencengkeram lengannya.
Jimin menunduk menatapku. "Kau pikir kau mau ke mana?"
"Tentu saja pulang. Mau ke mana lagi?" tanyaku heran. "Dan pakai pakaianmu."
"Tidak akan kubiarkan kau pergi sebelum kita selesai sarapan," tolaknya. "Selain itu, kita juga harus membicarakan kejadian semalam."
Aku merasa pipiku panas. "Kupikir tidak ada yang harus kita bicarakan."
"Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkanku lagi," sahutnya.
"Kau yang meninggalkanku," koreksiku.
Jimin mengangguk. "Ya, itu semua salahku dan aku tidak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi."
"Kubilang, pakai bajumu dan kita akan membicarakan ini setelah kau berpakaian. Tadi malam ...." Aku memejamkan mata sejenak. "Tadi malam adalah sebuah kesalahan."
Lelaki tampan itu menjauhkan wajahnya agar bisa menatapku lebih jelas. "Dengarkan aku. Tunggu aku di meja makan dan jangan pergi ke mana pun."
Ia lalu melepaskanku dan berlari ke arah lemarinya. Aku menatapnya sebentar, lalu melangkah keluar menuju meja makan. Tak lama, ia menyusulku setelah memakai celana panjang berwarna hitam dan kemeja lengan pendek yang juga berwarna hitam.
Rambutnya masih tampak berantakan karena ia belum sempat menyisirnya. Di lehernya, beberapa kissmark masih jelas terlihat. Itu semua adalah jejak dariku, menyadarinya hanya membuatku semakin merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...