Setelah selesai bercerita, giliranku yang bertanya pada Ji Eun, "Lalu, bagaimana kau bisa mengenal mereka?"
Ji Eun yang tadinya mencondongkan tubuhnya karena tertarik dengan ceritaku, sekarang telah menyandarkan punggungnya ke kursi. Dikibaskannya rambut panjangnya ke belakang leher. Setelah menyesap minumannya, ia mulai berbicara.
"Oh, mereka temanku waktu kecil. Mereka selalu berlima." Ji Eun mulai menghitung dengan jarinya. "Ada Jimin, Eric, Min Ho, Ken, dan Seol Chan. Aku kadang keluar dengan mereka."
Mataku melotot. "Apa?!"
"Kenapa?" tanyanya heran.
Aku baru menyadari kalau suaraku terdengar keras. Kuatur nada suaraku sebiasa mungkin. "Hei, menjauhlah dari mereka."
Ji Eun tertawa. "Keluargaku memang sudah tidak sekaya dulu, tapi haruskah aku memutuskan pertemanan dengan mereka hanya karena uang?"
Ah, ya ... keluarga Lee Ji Eun merupakan keluarga terpandang, bahkan sampai sekarang. Hanya saja, kejayaan keluarganya berakhir sesaat setelah ayahnya berhenti bekerja sebagai pejabat pemerintahan dan kakeknya meninggal dunia. Kakeknya-ayah dari ibunya-merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jual beli tanah dan bangunan. Oleh karena itu, tidak heran jika temanku itu bisa kenal dengan anak-anak pengusaha sukses di Seoul.
Dulu, Ji Eun tinggal di sebuah rumah mewah di daerah Gangnam sampai berumur sekitar lima belas tahun. Tapi setelah kakeknya bangkrut dan ayahnya pensiun dini, keluarga kecil itu memutuskan untuk pindah ke sebuah apartemen di dekat rumahku. Jauh dari gemerlap kota Seoul.
Karena itulah, aku bisa berteman dengan Ji Eun karena kami berada di sekolah menengah yang sama. Sekarang, ayah Ji Eun bekerja sebagai dokter gigi, sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebelum terjun dalam dunia politik. Sementara itu, ibunya merupakan ibu rumah tangga yang lebih sering berada di rumah.
Aku hanya menggeleng setelah mendengar perkataannya.
Bukan begitu maksudku. Aku tahu bahwa kau selevel dengan mereka. Hanya saja, aku tidak ingin mereka menghancurkan hidupmu. Kau satu-satunya sahabat dekatku dan aku tidak bisa membiarkanmu jatuh ke tangan mereka.
Tetapi, kusimpan kalimat itu dalam hati.
"Sepertinya hubungan kalian benar-benar akrab," komentarku.
Ji Eun menyeruput latte-nya lagi sebelum membalas, "Aku paling dekat dengan Min Ho karena kami pernah tinggal di lingkungan yang sama. Min Ho, Jimin, dan Eric berteman karena mereka sejak kecil bersekolah di tempat yang sama. Mereka juga bertemu dengan Ken dan Seol Chan. Aku kadang bermain bersama mereka. Lalu ketika aku pindah, aku tidak mendengar kabar dari mereka lagi. Mungkin sekitar setahun yang lalu, kami kembali bertemu."
Aku hanya menganggukkan kepala. "Begitu ...."
Ji Eun berbicara lagi, "Kupikir kau dan Jimin sama-sama beruntung. Sejak kecil, Jimin lebih banyak diam. Ia juga bukan orang yang suka tebar pesona. Padahal wajahnya manis sekali, iya 'kan?"
Aku hanya tertawa kikuk. Jimin memang manis. Tapi ketika ia telah melepaskan bajunya, jangan harap kau bisa selamat. Badannya yang atletis benar-benar kontras dengan wajahnya yang seperti anak-anak.
"Ya, dia memang manis," aku akhirnya mengakui.
"Kalian tampak serasi. Kau biasanya bersikap dingin pada setiap laki-laki yang mendekatimu. Jimin pun begitu. Banyak gadis yang ingin mendekatinya entah karena pesonanya ataupun karena hartanya, tapi ia mengabaikan para gadis itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomansaNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...