Warning 21+!!!
"Kau tidak akan meninggalkanku, 'kan? Seperti yang ibuku lakukan terhadapku dan ayahku?" tanya Jimin.
"Tentu ... a-aku akan selalu di sampingmu," balasku terbata-bata.
Aku sedang duduk di atas pangkuan Jimin, saling bertatapan. Kedua tangan laki-laki itu membimbing pinggangku naik dan turun di atas pahanya. Bagian bawah pakaian kami telah berantakan. Sementara kejantanannya menghunjamku sangat dalam.
"Tell me if you wanna cum," bisiknya, sebelum menyurukkan kepalanya ke dadaku.
Aku memeluk kepala Jimin dan memainkan rambutnya di jemariku. Suara kulit yang saling bergesekan beradu dengan suara napas kami yang terengah-engah. Kami berada dalam posisi yang sama selama beberapa menit sebelum satu tangan Jimin menyelip di antara tubuh kami berdua.
"J-Jimin," desahku saat kurasakan jemarinya menggoda klitorisku.
Jimin menoleh untuk melihat ekspresi wajahku. "I'm so damn lucky to have you in my life."
Aku mencari kesungguhan dari kata-katanya melalui kedua matanya yang berwarna hitam. "R-really?"
"Ga Eun-ah, don't ever think to leave me," pintanya sungguh-sungguh.
Aku mengangguk, sebelum kembali mencium bibir Jimin. Ia lalu mempercepat gerakan panggulku. Kedua tangannya sekarang mencengkeram pinggangku dan menggerakkan tubuhku naik turun sesuai ritmenya. Napas kami tersengal-sengal, keringat mulai membasahi tubuh kami berdua. Aku kembali memeluk kepalanya, sedangkan ia menyurukkan wajahnya ke lekukan leherku.
"I'm ... I'm so close," rintihku saat kurasakan dindingku mencengkeram kejantanan milik Jimin.
"Aku ... juga," Jimin mengerang. "I love you so much."
Aku melepaskan pelukanku hingga kami kembali bertatapan satu sama lain. Perkataannya tadi membuat jantungku berdetak lebih kencang. Aku menunduk untuk mencium bibir dan rahang Jimin, sebelum menyandarkan kepalaku ke bahu lebarnya.
"I love you too," bisikku sambil mengecup dan mencecap lehernya, menandainya sebagai milikku.
"Say my name when you get your high," pintanya ketika orgasmeku mulai datang.
"Jimin!!!" rintihku saat gelombang orgasme membuat tubuhku gemetar hebat.
Aku memeluk Jimin lebih erat, sementara tangannya mengelus tubuhku untuk membantuku melewati orgasme. Tepat saat detak jantungku mulai kembali normal, terdengar suara pintu toilet yang terbuka.
Tampaknya seseorang memakai bilik di sebelah bilik kami. Kami bahkan tidak mendengar suara langkah kakinya saat masuk ke dalam toilet karena terlalu larut dalam gairah. Aku duduk tidak bergerak di atas pangkuan Jimin sambil menutup mulutku dengan telapak tangan.
Jimin tertawa tanpa suara. "Tidak apa-apa."
Aku melotot padanya dan berbisik lirih, "Apanya yang tidak apa-apa?"
Tiba-tiba, terdengar suara erangan. Tidak terdengar keras, tapi cukup keras untuk bisa kami dengar. Jimin melirik padaku, lalu tersenyum miring.
Aku menelan ludah, masih tidak bergerak di posisiku. Hal itu membuat Jimin frustrasi karena ia belum mencapai orgasmenya. Beberapa saat kemudian, ia mengangkat daguku hingga aku terpaksa harus menatapnya.
"Percaya padaku," bisiknya sebelum mencium bibirku.
Lelaki itu mulai menggerakkan panggulnya, membuatku mengerutkan dahi. Aku masih sedikit sensitif karena orgasmeku tadi. Untungnya, ia menelan desahanku dengan mulutnya atau aku akan merintih keras-keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cute Boy I've Met Before
RomanceNamanya Park Jimin. Dia yang mencuri ciuman pertamaku. Dia juga satu-satunya orang yang berani menyentuhku. Kupikir aku telah terbebas darinya, tapi takdir terkadang senang mempermainkan manusia. --Seo Ga Eun-- So, before you turn the page, you can...